Selasa, 30 September 2025

RUU Ketahanan Keluarga

Pengusul Buka Suara soal Tak Adanya Aturan KDRT dalam RUU Ketahanan Keluarga

Menanggapi hal tersebut, Ali Taher, satu di antara pengusul RUU itu mengatakan akan terus membahas bersama pengusul lainnya

KOMPAS.COM/DOK.MPR
Politisi PAN, Ali Taher 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Dalam Draft Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga tidak mengatur sanksi bagi pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Menanggapi hal tersebut, Ali Taher, satu di antara pengusul RUU itu mengatakan akan terus membahas bersama pengusul lainnya.

Baca: Cuti Melahirkan 6 Bulan, RUU Ketahanan Keluarga Hanya Akan Bikin Tumpang Tindih Aturan

Ia terbuka adanya saran dari masyarakat untuk RUU Ketahanan Keluarga ini.

"Substansi kan kita bahas terus menerus. Masukan, rekomendasi, saran dari masyarakat tetap terbuka untuk kita diskusikan," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).

Anggota Komisi VIII DPR RI ini menegaskan RUU tersebut diusulkan untuk memberikan kepastian hukum jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

"Persoalan utamanya bagaimana warna dari undang-undang itu memberikan perlindungan, jaminan, dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga atau pengabaian-pengabaian hak antara kedua belah pihak," pungkasnya.

Baca: Anggota DPR Perempuan Pengusul RUU Ketahanan Keluarga Akan Terkena Imbas Pasal 25

Selain Ali Taher, empat anggota DPR yang mengusulkan RUU Ketahanan Keluarga adalah Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani (f-PKS), Sodik Mudjahid (f-Gerindra), Ali Taher (f-PAN), serta Endang Maria (f-Golkar).

Namun, kabar terakhir menyebutkan Partai Golkar menarik dukungan pembahasan RUU tersebut.

RUU Ketahanan Keluarga dikhawatirkan langgengkan KDRT

Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga. RUU tersebut dinilainya melanggengkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Wacana RUU Ketahanan Keluarga harus ditolak, karena mengabaikan pengalaman kekerasan perempuan yang terjadi di rumah dan dalam relasi personal," ujar Mutiara, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (20/2/2020).

Mutiara mengatakan data dan fakta KDRT yang dialami perempuan sama sekali tidak menjadi dasar pertimbangan dalam RUU Ketahanan Keluarga.

Oleh karenanya, Mutiara menilai istri yang wajib memenuhi hak suami sesuai norma agama pada Pasal 25 ayat (3) justru akan melanggengkan KDRT.

Baca: Anggota DPR Perempuan Pengusul RUU Ketahanan Keluarga Akan Terkena Imbas Pasal 25

"Pengukuhan peran suami sebagai kepala dan pelindung keluarga, sedangkan istri sebagai pengatur urusan rumah tangga dan yang kemudian wajib memenuhi hak suami sesuai norma agama akan melanggengkan KDRT itu sendiri," jelasnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved