Aktivis Pertanyakan Dasar RUU Ketahanan Keluarga Sebut LGBT sebagai Penyimpangan Seksual
Kalau perumus RUU menggunakan istilah penyimpangan seksual dalam basis ilmu sosial, maka kata dia, itu juga sangat membingungkan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hartoyo, aktivis LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) mempertanyakan dasar Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga mendefinisikan homoseksual dan lesbian (LGBT) sebagai penyimpangan seksual.
Karena dia menegaskan, ilmu psikologi dan medis sudah mengeluarkan LGBT sebagai gangguan kejiwaan.
"Definisi penyimpangan seksual itu berbasis apa dalam RUU tersebut? Itu tidak jelas, karena ilmu psikologi dan medis acuannya DSM IV atau PPDGJ yang sudah mengeluarkan LGBT sebagai gangguan kejiwaan," ujar Hartoyo kepada Tribunnews.com, Rabu (19/2/2020).
Baca: Pengakuan TNI Gadungan Ajak Hubungan Badan 5 Janda di Hotel, Bilang Enak Diajak Begini
Baca: Soal Harun Masiku, Tim Gabungan Kemenkumham Tegaskan Yasonna Laoly Tak Berbohong
Baca: Kejar Harun Masiku, Polri Telah Sebarkan DPO hingga STR
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) adalah publikasi yang mengklasifikasikan gangguan kejiwaan menggunakan bahasa yang umum dan kriteria yang standar sebagai acuan dunia internasional.
Kalau perumus RUU menggunakan istilah penyimpangan seksual dalam basis ilmu sosial, maka kata dia, itu juga sangat membingungkan.
Karena satu keluarga bisa menganggap LGBT aneh tapi keluarga lain anggap biasa.
"Nah untuk soal ini saja, rumusan RUU ini soal penyimpangan seksualnya bermasalah," tegasnya.
Dia juga mengkritik upaya RUU ini mencoba "merehabilitasi," atau akan mengubah anggota LGBT, untuk bisa "disembuhkan" dalam keluarga.
"Lagi-lagi basisnya apa? Karena setiap keluarga punya makna sendiri-sendiri soal LGBT," jelasnya.
"Ada yang menerima ada yang mungkin menolak. Menolaknya juga bisa beda-beda juga.
Terus bagaimana kalau gitu," tegasnya.
Karena itu, dia tegaskan, perumus RUU ini punya masalah dalam pijakannya sendiri.
Pijakan yang tidak umum itu, kata dia, coba dipaksakan ke negara dalam bentuk hukum.
"Mereka seperti punya nilai sendiri. Kemudian nilai itu dia paksakan ke negara dalam bentuk hukum. Dan kemudian nilai itu akan dipaksakan kepada keluarga lain," ucapnya.
Menurut dia, masih banyak persoalan dalam RUU tersebut, termasuk terkait hubungan suami dan isteri.
"Misalnya soal hubungan suami istri, itu sangat bias gender," katanya.
RUU Ketahanan Keluarga Defenisikan LGBT sebagai Penyimpangan
RUU Ketahanan Keluarga mendefinisikan homoseksual dan lesbian (LGBT) sebagai penyimpangan seksual.
Hal itu tertuang dalam penjelasan Pasal 85 RUU Ketahanan Keluarga yang mengatur tentang krisis keluarga. Pasal 85 berbicara tentang penanganan krisis keluarga karena penyimpangan seksual.
Dalam penjelasannya, penyimpangan seksual yang dimaksud meliputi:
a. Sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya.
b. Masochisme kebalikan dari sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya.
c. Homosex (pria dengan pria) dan lesbian (wanita dengan wanita) merupakan masalah identitas sosial di mana seseorang mencintai atau menyenangi orang lain yang jenis kelaminnya sama.
d. Incest adalah hubungan seksual yang terjadi antara orang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau menyamping, sepersusuan, hubungan semenda, dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk kawin.
Selanjutnya, dalam pasal 86-87, pelaku penyimpangan seksual wajib dilaporkan atau melaporkan diri ke badan atau lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan.
Dalam Pasal 88-89, diatur tentang lembaga rehabilitasi yang menangani krisis keluarga dan ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor.
Anggota DPR Fraksi Gerindra Sodik Mujahid yang merupakan salah satu pengusul RUU Ketahanan Keluarga pun menjelaskan mengapa homoseksual dan lesbian (LGBT) diatur sebagai penyimpangan seksual.
"Ini yang menjadi diskusi kita. Apakah homoseksual privat atau tidak? Ketika masif, mengganggu bangsa tidak? Mengganggu umat manusia tidak? Inilah yg kita ajak melihat secara lebih obyektif. Dengan pendekatan normatif apakah bertentangan dengan budaya pancasila?" kata Sodik, Selasa (18/2/2020).
Sodik menilai, perilaku LGBT bukan lagi urusan privat.
Selain itu, Sodik memandang perilaku tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
"Mohon maaf saya kira Pancasila berbeda mana ukuran-ukuran privacy dan bangsa. Mungkin di negara barat dianggap urusan pribadi, tetapi ketika masuk Pancasila tidak pribadi lagi," ucap dia. (*)