Selasa, 30 September 2025

Jubir KPK: Ada Pengecualian Bagi Pimpinan KPK yang Bertemu Pihak Berperkara

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengetahui adanya larangan pimpinan untuk bertemu pihak yang tengah bersinggungan dengan lembaga antirasuah.

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews/JEPRIMA
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 Firli Bahuri saat memberikan kata sambutan disaksikan oleh para wakil KPK Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, dan Lili Pintauli Siregar pada acara Serah Terima Jabatan dan Pisah Sambut KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (20/19/2019). Acara serah terima jabatan sekaligus pisah sambut pimpinan KPK diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dilanjutkan dengan pembacaan pakta integritas. Seluruh anggota Dewan Pengawas (Dewas) dan pimpinan KPK periode 2019-2023 secara bersamaan membacakan Pakta Integritas dan dilanjutkan penandatanganan. Tribunnews/Jeprima 

Firli Bahuri Cs pertama kali mengunjungi parlemen pada 20 Desember 2019 lalu. Kunjungan pertama dilakukan dalam rangka silaturahmi dengan pimpinan MPR pada 14 Januari 2020, dan kunjungan berikutnya dilakukan dengan menemui pimpinan Komisi III DPR pada 20 Januari 2020.

Disinggung mengenai urgensi pertemuan intensif dengan DPR hingga tiga kali di luar rapat dengan Komisi III sebagai mitra kerja, Ali meyakini pertemuan itu bukanlah tanpa arti. Menurutnya, pertemuan-pertemuan tersebut digelar sebagai bagian dari upaya memberantas korupsi.

"Ya tentunya ini kan bagian dari lembaga-lembaga negara yang lain ya. MPR, DPR, yudikatif kemudian eksekutif termasuk kementerian-kementerian sudah didatangi di sana dan disampaikan. Tentunya bukan pembicaraan-pembicaraan tanpa arti tapi memang sudah terstruktur dan terencana apa yang kemudian menjadi bagian aturan-aturan itu," kata Ali.

Diketahui, Ketua KPK Firli Bahuri bersama empat pimpinan lainnya, yakni Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar, Alexander Marwata dan Nawawi Pomolango bertemu dengan pimpinan DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (6/2/2020) kemarin.

Baca: Saksi Sebut Pemilihan Pesawat Bombardier Karena Lebih Murah dari Embraer

Pertemuan ini menuai polemik lantaran Pimpinan DPR yang menemui Firli Cs di antaranya dua Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar dan Azis Syamsuddin yang memiliki hubungan dengan perkara yang ditangani KPK saat ini.

Cak Imin merupakan saksi kasus dugaan suap proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Cak Imin yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pernah diperiksa terkait kasus itu pada Rabu (29/1/2020) lalu.

Pemeriksaan ini diduga terkait dengan surat permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKB Musa Zainuddin yang menjadi terpidana kasus suap proyek Kementerian PUPR.

Dalam surat pada akhir Juli 2019 Musa mengaku uang sebesar Rp7 miliar yang diterimanya dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir tak dinikmatinya seorang diri. Sebanyak Rp6 miliar diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB kala itu, Jazilul Fawaid di kompleks rumah dinas anggota DPR. 

Setelah menyerahkan uang kepada Jazilul, Musa mengaku langsung menelepon Ketua Fraksi PKB Helmy Faishal Zaini untuk menyampaikan pesan kepada Cak Imin bahwa uang Rp6 miliar sudah diserahkan lewat Jazilul.

Baca: Politisi PKS Kritik Pernyataan Jokowi Soal Tolak Pemulangan WNI eks ISIS ke Tanah Air

Sedangkan Aziz Syamsuddin dilaporkan oleh Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) ke KPK. Pelaporan ini berdasarkan pengakuan mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa yang menjadi terpidana suap persetujuan pinjaman daerah untuk APBD Lampung Tengah tahun 2018.

Mustafa yang kini menyandang status tersangka suap dan gratifikasi terkait proyek di Pemkab Lampung Tengah mengungkapkan Azis meminta uang fee sebesar 8-10 persen dari pencairan Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah tahun 2017. Saat itu, Aziz diduga memanfaatkan posisinya sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Pertemuan Firli Cs dengan Cak Imin dan Azis Syamsuddin ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan atau conflict of interest. Padahal, terdapat sejumlah aturan yang melarang pimpinan atau pegawai KPK bertemu dengan pihak yang memiliki keterkaitan dengan suatu perkara.

Pasal 36 Ayat (1) UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK misalnya, menyebutkan "Pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan  tersangka atau pihak lain yang ada hubungannya dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apapun". Pasal ini masih berlaku lantaran tidak turut diubah dalam UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.

Selain itu, Pasal 5 Ayat 1 Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) nomor 5 tahun 2019 tentang Pengelolaan Benturan Kepentingan di KPK menyatakan, "Setiap insan KPK dilarang menerbitkan kebijakan, keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dilatarbelakangi adanya benturan kepentingan".

Sedangkan Pasal 5 Ayat (2) huruf k menyebutkan larangan sebagaimana Pasal 5 Ayat (1) terjadi dalam hal insan KPK "Mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK tanpa alasan yang sah".

Terdapat sejumlah aturan lain mengenai potensi konflik kepentingan seperti Perkom nomor 7 tahun 2013 tentang Nilai-nilai Dasar Pribadi, Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved