Virus Corona
Reaksi Orangtua Mahasiswa Indonesia dari China: Senang Anaknya Dievakuasi tapi Sedih Ditolak Natuna
Neneng Nurhidayah, Orang tua mahasiswa Indonesia dari Wuhan mengungkapkan perasaannya setelah sang anak dapat kembali ke ke Tanah Air
TRIBUNNEWS.COM - Neneng Nurhidayah, orangtua mahasiswa Indonesia dari Wuhan, China, mengungkapkan perasaannya setelah sang anak kini dapat kembali ke tanah air dan menjalani proses karantina di Natuna.
Ia mengaku senang dan sangat bersyukur atas hal tersebut.
Namun ia juga tidak memungkiri ada rasa sedih di hatinya.
Lantaran observasi WNI yang dievakuasi dari Hubei, China ini sempat mendapat penolakan dari warga Natuna, Kepulauan Riau.
Perasaan ini ia ungkapkan dalam program Indonesia Lawyers Club (ILC) yang dilansir dari YouTube Indonesia Lawyers Club, Rabu (5/2/2020).
Sebelumnya, Neneng menceritakan terkait kecemasannya saat mengetahui ada virus corona di Wuhan, China.
Terlebih saat otoritas setempat me-lockdown kota tersebut.
Ia mengaku panik, tidak dapat makan dan tidur dengan nyenyak
"Saya mendengar semakin genting itu, sudah di-lockdown juga, sudah tidak bisa masuk dan tidak bisa keluar, di situ saya panik, saya tidak bisa makan dan tidak bisa tidur," ujarnya.
Saat mengetahui informasi itu, Neneng ingin sekali menjemput sang buah hati.

"Saya panik luar biasa, sebagai ibu rasanya saya ingin menjemput, saya ingin sewa itu semua, saya ambil anak saya, tapi sudah tidak bisa masuk dan tidak bisa keluar," imbuhnya.
"Saya cek terus menerus, dia diam di apartemen, keluar cari makan dan perbekalan. Itu saya sangat resah," ungkap Neneng.
Belum adanya informasi terkait proses evakuasi WNI dari Wuhan membuatnya berusaha untuk menghubungi pemerintah Indonesia.
Satu diantaranya yakni dengan berbicara melalui media.
Akhirnya Neneng berhasil diwawancarai di televisi dan berbicara dengan pemerintah.
Keesokan harinya ia mendapat kabar bahwa proses evakuasi akan segera dilakukan.
"Saya kasak kusuk ingin tembus ke tvOne dan tanggal 28 diwawancarai di tvOne sebagai narasumber," jelasnya.
"Saya memohon kepada pemerintah waktu itu diwakili oleh Plt Jubir Menlu, saya senang saya bahagia, pada esok harinya saya sudah mendapat kabar yang menggembirakan," kata Neneng.
Dalam kesempatan itu Neneng mengucapkan rasa terima kasihnya kepada pihak-pihak yang telah berusaha untuk memulangkan WNI dari Wuhan ini.
"Saya berterimakasih kepada pemerintah, kepada Presiden, kepada Kemenlu, Kemenkes, TNI, Polri, KBRI dan tim evakuasi," ujarnya.

"Saya dengar sendiri bapak Jokowi bilang memang tidak mudah (proses evakuasi). Namun Saya mengapresiasi sekali, saya sujud syukur," jelasnya.
"Apapun keadaannya ingin kembali ke Indonesia, mereka memang sehat, mereka menenangkan kami," kata Neneng.
Meski begitu, Neneng juga mengaku ada sedikit kesedihan saat WNI dari Wuhan yang tiba di Natuna mendapatkan penolakan dari warga setempat.
"Saya senang mereka bisa dievakuasi walau sedih ya ada ditolak masyarakat Natuna," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah Indonesia telah berhasil mengevakuasi 238 WNI dari Provinsi Hubei, China.
Hal ini terkait semakin merebaknya virus corona yang berasal dari Ibu Kota Provinsi Hubei, Wuhan.
Setelah tiba di tanah air, para WNI ini diwajibkan untuk menjalani observasi di Natuna selama 14 hari.
Mereka akan menjalani beberapa kegiatan agar kesehatannya terjaga.
Satu diantaranya dengan mengadakan serangkaian kegiatan gerakan hidup sehat.
Warga Natuna Tolak Keras Karantina WNI dari Wuhan di Natuna

Dikutip dari Kompas.com, warga Natuna sempat melakukan unjuk rasa terhadap karantina WNI dari Wuhan di tempat mereka.
Bahkan unjuk rasa tersebut nyaris berujung anarkis lantaran ada beberapa warga yang membakar ban mobil di tengah jalan menuju bandara.
Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Natuna Haryadi mengatakan, ada enam tuntutan yang diminta warga Natuna untuk pemerintah pusat.
Berikut enam tuntutan yang diminta masyarakat Natuna kepada pemerintah pusat:
1. Pemerintah daerah dapat menjadi penyambung lidah kepada pemerintah pusat.
2. Meminta agar WNI dari Wuhan untuk dipindahkan karantinanya di KRI milik TNI, kemudian, KRI tersebut ditempatkan di lepas pantai.
3. Meminta agar pemerintah daerah dan pusat memberikan kompensasi berupa jaminan kesehatan seperti posko l
4. Meminta pemerintah untuk mendatangkan dokter psikiater bagi masyarakay Natuna.
5. Masyarakat Natuna meminta agar Menteri Kesehatan berkantor di Natuna selama proses karantina dan observasi dilakukan di Natuna selama 14 hari.
6. Masyarakat Natuna berharap segala bentuk kebijakan pemerintah pusat yang akan dilakukan di Natuna harus terlebih dahulu disosialisasikan ke masyarakat Natuna.
Apabila pemerintah daerah tidak berhasil menjadi penyambung lidah kepada pemerintah pusat.
Maka masyarakat Natuna akan menyampaikan mosi tidak percaya terhadap pemerintah daerah.
Diketahui, penolakan ini terjadi karena minimnya informasi dari Pemerintah Pusat terkait rencana observasi tersebut.
Selain itu, pemerintah daerah Natuna mengaku tidak diikut sertakan dalam memutuskan kebijakan itu.
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma, Kompas.com/Hadi Maulana)