Soal Kasus Harun Masiku, Rocky Gerung Sebut Yasonna Laoly Mestinya Dipecat
Rocky Gerung menilai, Yasonna Laoly seharusnya dipecat dari jabatannya, supaya ada pelajaran etis.
TRIBUNNEWS.COM - Nama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly belakangan ini ramai menjadi perbincangan publik.
Pasalnya, ada dua kontroversi yang dilakukan Yasonna dalam waktu yang berdekatan beberapa waktu lalu.
Pertama, ia sempat didemo oleh warga Tanjung Priok setelah mengatakan, jika wilayah tersebut identik dengan kriminalitas dan kemiskinan.
Kedua, yang tak kalah kontroversi adalah saat ia hadir dalam konferensi pers tim hukum PDIP soal kasus Harun Masiku.
Lantaran hal itu, namanya lantas menjadi perbincangan banyak pihak karena dianggap berbenturan dengan berbagai konflik kepentingan.
Terkait hal itu, pengamat politik Rocky Gerung memberikan tanggapannya.
Rocky menilai, Yasonna seharusnya dipecat dari jabatannya, sebagai konsekuensi apa yang telah diperbuat.
Hal tersebut diungkapkan Rocky dalam sebuah video yang diunggah di kanal YouTube Rocky Gerung Official, Sabtu (1/2/2020).

"Tuntutan publik supaya dia mundur terlalu ringan, dia mesti dipecat itu supaya ada pelajaran etis," ujar Rocky.
Menurut Rocky, seharusnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) lah yang memecat Yasonna.
"Tapi presiden akhirnya apologetis juga terhadap kasus itu," jelas Rocky.
Menurut Rocky, berbahaya bagi seorang menteri tidak mengetahui perjalanan kriminal seseorang yang telah dinyatakan buron (Harun Masiku).
"Itu kan artinya lalu lintas orang masuk keluar bandara itu bahaya banget."
"Kita enggak tahu siapa yang masuk ke situ dong kalau sampai 2 minggu belum ada keterangan," ujarnya.
Rocky menyatakan, bahwa sebenarnya Yasonna mengetahui keberadaan Harun Masiku.
Hanya saja, ia sengaja mengatakan tidak mengetahui.
"Karena ada kekuasaan yang lebih tinggi yang men-drive dia untuk mengatakan tidak tahu," terang Rocky.
Menurut Rocky, sebenarnya Presiden Jokowi tahu, hanya saja menunggu keterangan dari Yasonna.
Yasonna diketahui merupakan Ketua Dewan Pengawas Pusat (DPP) Bidang Hukum dan Perundang-undangan PDIP.
"Tapi saya baca juga akhirnya presiden bilang juga dia itu ketua DPP, nah ini bahayanya."
"Jadi Presiden sebetulnya bawah sadarnya ingin mengatakan itu pasti di atas saya ada yang lebih tinggi," terang Rocky.
Menurut Rocky, saat ini kekuasaan sedang mencari cara agar kasus Harun Masiku tidak sampai puncak pimpinan Partai PDIP.
"Jadi Yasonna ditugaskan untuk susun skenario, tapi skenarionya tidak lengkap sehingga kepergok oleh akal sehat," papar Rocky.
Rocky mengatakan, omong kosong jika orang buron selama dua minggu tapi Menkumham tidak mengetahui keberadaannya.
"Ini bukan keteledoran tapi ini kesengajaan, melanggar etika politik," jelasnya.
Menurut Rocky, saat pejabat publik berbohong itu adalah pelanggaran paling tinggi, sama seperti kasus korupsi.
"Apapun pembelaan, orang tahu bahwa ini adalah persekongkolan kelas atas dengan kualitas rendahan."
"Karena persekongkolan yang dengan mudah orang tahu bahwa ini tidak rapi bersekongkol," terangnya.
Yasonna Laoly Dilaporkan ke KPK karena Diduga Merintangi Kasus Harun Masiku
Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama koalisi masyarakat sipil antikorupsi melaporkan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (23/1/2020).
Dikutip dari Kompas.com, Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyatakan, Yasonna dilaporkan atas dugaan merintangi penyelidikan terkait simpang siurnya keberadaan Harun Masiku.
"Hari ini kita bersama koalisi masyarakat sipil lainnya, melaporkan saudara Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM."
"Atas dugaan menghalangi proses hukum atau obstruction of justice," ujar Kurnia.
Yasonna disebut menyebarkan informasi tidak benar terkait keberadaan tersangka kasus dugaan korupsi pergantian antar waktu (PAW) DPR RI dari PDIP, Harun Masiku.
"Kita melihat ada keterangan yang tidak benar disampaikan oleh Yasonna Laoly," ujar Kurnia seperti dikutip dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Kamis (23/1/2020).
"Dia mengatakan, bahwa Harun Masiku telah keluar dari Indonesia tanggal 6 Januari 2020 dan belum ada data terkait dengan itu," katanya.
Namun, pada Rabu (22/1/2020) kemarin, Dirjen Imigrasi Ronny Sompie mengakui bahwa Harun Masiku telah tiba di Indonesia pada Selasa (7/1/2020).
"Baru kemarin mereka mengatakan dengan berbagai alasan, menyebut ada sistem yang keliru dan lain-lain," kata Kurnia.
Kurnia lantas menyebut, alasan Yasonna bersama Ditjen Imigrasi yang terlambat mengakui keberadaan Harun Masiku telah berada Indonesia tidak masuk akal.
"Tidak masuk akal gitu lho alasan Kementerian Hukum dan HAM."
"Sebenarnya kan persoalannya sederhana mereka tinggal cek CCTV di bandara saja apakah benar temuan-temuan atau petunjuk yang diberikan oleh Tempo."
"Tapi itu juga tidak ditindaklanjuti dengan baik," jelas Kurnia.
Dalam laporannya, ICW membawa sejumlah barang bukti, termasuk rekaman CCTV yang menunjukkan Harun berada di Bandara Soekarno Hatta pada 7 Januari 2020.
Laporan tersebut telah diterima KPK dengan nomor agenda 2020-01-000112 dan nomor informasi 107246.
"Karena ini sudah masuk pada penyidikan per tanggal 9 Januari 2020 kemarin."
"Harusnya tidak menjadikan hambatan lagi bagi KPK untuk menindak Yasonna Laoly dengan pasal 21 tersebut," terang Kurnia.
Menurut ICW, Yasonna sebagai puncak tertinggi di Kementerian Hukum dan HAM dapat dikenakan undang-undang tipikor.
Tak hanya itu, posisi Yasonna yang hadir di tengah kuasa hukum PDIP juga dinilai sarat konflik kepentingan, dengan posisinya sebagai menteri.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)