Kementan Kawal Gerakan Pengendalian Spodoptera frugiperda, Petani Gowa Tetap Bisa Panen Jagung
Bulan Januari ini merupakan masa panen jagung di Kabupaten Gowa. Aktivitas memetik jagung yang telah menguning terlihat di berbagai wilayah.
TRIBUNNEWS.COM - Bulan Januari ini merupakan masa panen jagung di Kabupaten Gowa. Aktivitas memetik jagung yang telah menguning terlihat di berbagai wilayah.
Tak terkecuali di Desa Sengka, Kecamatan Bontonompo Selatan. Panen kali ini terasa berbeda dengan panen tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya serangan hama baru yang menyerang tanaman jagung di Kab. Gowa.
Koordinator POPT Kab. Gowa, Nur Aisah membenarkan hal tersebut. “Tanaman jagung di wilayah kami biasanya diserang oleh ulat, tapi bukan hama ini. Biasanya hama yang menyerang adalah Spodoptera litura. Sementara serangan pada bulan Oktober ini bukan spesies yang biasanya, melainkan spesies hama baru”.
Ketika petani mendapati tanaman jagungnya terserang hama, umumnya ia pergi ke kios pertanian untuk membeli racun, pestisida kimia sintetis. Dengan bekal insektisida seadanya, petani menyemprot jagungnya dengan harapan hama akan mati.
Namun, ternyata yang didapat tidak sesuai dengan bayangan. Hamanya masih hidup dan tanaman semakin rusak parah. Beruntungnya di masa keputusasaan itu, petani menceritakan apa yang ia alami kepada petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) setempat.
Petugas POPT segera melaksanakan monitoring lapangan di lokasi kejadian, serta memberikan rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan.
Nur Aisah menyampaikan, “Hasil monitoring dan identifikasi kami menyatakan bahwa hama baru ini adalah Spodoptera frugiperda. Meskipun baru pertama kali ditemukan disini, tetapi serangannya sudah menyebar di beberapa kecamatan di Kab. Gowa, yaitu Kec. Bontonompo Selatan, Biringbulu dan Somba Opu. Dengan tingkat serangan dan populasi yang sudah tinggi di lapangan, maka perlu dilakukan gerakan pengendalian (gerdal)”.
Gerdal dilaksanakan dengan kerjasama antara pemerintah dan petani, dimana Pemerintah menyediakan bahan pengendali berupa insektisida sesuai rekomendasi, sementara petani menyediakan waktu dan tenaganya untuk melaksanakan gerdal.
Gerdal dimulai dengan bimbingan teknis singkat tentang jenis hama yang menyerang serta teknik pengendalian yang tepat. Pengendalian UGF dilaksanakan dengan menyemprotkan insektisida langsung pada gulungan daun muda, karena ulat/larva UGF bersembunyi didalamnya. Teknik ini menjadi kunci keberhasilan gerdal UGF di lapangan.
Hasil pengamatan OPT pasca gerdal menunjukkan bahwa populasi hama turun secara nyata, diikuti dengan tanaman jagung yang tumbuh kembali dengan tunas-daun baru.
Selain itu, gerdal yang dilaksanakan juga berfungsi menghilangkan sumber inokulum UGF bagi tanaman jagung di sekitarnya yang berjumlah 300 ha. Dengan demikian, amanlah hamparan jagung sekeliling dari serangan UGF.
Perkembangan tanaman jagung pasca gerdal cukup menggembirakan. Tanaman mampu pulih, tongkol muncul dan mulai terisi. Hal ini memberikan harapan baru bagi petani Sengka dimana pada awalnya telah kehilangan harapan panen. Rumbu merasa senang karena meskipun tanaman jagungnya habis-habisan terserang hama UGF, ternyata masih bisa panen!
“Alhamdulillah saya bisa panen. Walaupun hasil yang didapat agak sedikit turun, tapi ternyata tanaman saya masih bisa panen”, tuturnya
Petani Sengka, Rumbu menyatakan kegembiraannya bahwa kegiatan gerdal memberikan dampak positif bagi berkurangnya populasi hama UGF.
“Dengan adanya Gerdal ini, saya dan petani lainnya merasa tertolong karena masih bisa merasakan panen padahal sebelumnya kami sudah pasrah tanaman jagung kami tidak bisa selamat dari serangan hama ini” ujar Rumbu.