Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo Pernah Bertugas di KSP, Apa Kata Moeldoko?
Ia mengaku, tak mengetahui jika Harry diduga terlibat dalam kasus gagal bayar yang melilit perusahaan asuransi pelat merah ini.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menegaskan, dirinya tak pernah melindungi mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Harry Prasetyo yang pernah menjadi Tenaga Ahli Utama Kedeputian III bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis di KSP.
Ia mengatakan, persoalan Jiwasraya diketahui pertama kali muncul pada tahun 2006 lalu.
Namun pada saat itu, KSP melihat belum ada gejolak.
"Terus tahu-tahu munculnya akhir-akhir ini. Memang Pak Harry ini setelah keluar dari Jiwasraya, kita ambil sebagai tenaga ahli keuangan," kata Moeldoko saat bertandang ke Menara Kompas, Kamis (19/12/2019) sore.

Sehingga, namanya lolos ketika direkruit pada Mei 2018 lalu hingga akhirnya ia berkantor di KSP sampai periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir atau pada 19 Oktober lalu.
"(Setelah selesai) semuanya sudah tidak ada lagi (yang) menjadi anggota KSP, termasuk yang bersangkutan.
Pada saat rekruit sekarang ini, kita sama sekali tidak rekruit Pak Harry sebagai tenaga ahli kita kembali ke KSP, tidak," kata dia.
Hal itu dilakukan karena sudah dalam dua bulan terakhir ini kasus Jiwasraya mencuat.
Sehingga, Harry tak lagi masuk dalam penjaringan tenaga ahli KSP.
"Itu yang terjadi. Jadi sama sekali tidak ada kaitannya KSP, Moeldoko, melindungi yang bersangkutan, tidak.
Bahkan, kalau itu masuk ranah hukum silahkan tidak ada akaitannya dengan KSP, dengan saya, dengan Istana," tegas dia.
Baca: Erick Thohir Soal Jiwasraya: 6 Bulan Kami Akan Persiapkan Solusinya
"Itu sudah kewajiban yang bersangkutan dan hak penegak hukum terhadap yang bersangkutan," imbuh dia.
Seperti diketahuii, selain Ali Mochtar, Moeldoko juga merekrut sejumlah tokoh lainnya untuk dijadikan sebagai tenaga profesional lainnya.
Mereka adalah praktisi ekonomi Hari Prasetyo sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian III (bidang kajian dan pengelolaan isu-isu ekonomi strategis)
Novi Wahyuningsih sebagai Tenaga Ahli Muda Kedeputian IV (bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi) yang sebelumnya dikenal sebagai pengusaha sekaligus programmer aplikasi percakapan buatan dalam negeri Callind.
• Menteri Edhy Prabowo Diminta Hentikan Wacana Ekspor Benih Lobster, Ini Alasannya
Kemudian, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian V (bidang politik dan pengelolaan isu Polhukam).
Ali Mochtar Ngabalin sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi
Perekrutan Staf Khusus KSP hampir bersamaan dengan pengangkatan empat staf khusus presiden, kala itu.
Yakni Adita Irawati, Abdul Ghofarrozin, Siti Ruhaini Dzuhayatin, dan Ahmad Erani Yustika.
Adita Irawati, Vice President Corporate Communications PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) bertugas mempembenahi pola komunikasi kementerian dan lembaga.
Abdul Ghofarrozin, putra ulama kharismatik, KH Muhammad Achmad Sahal, bertugas mendampingi Presiden Jokowi dalam acara keagamaan dalam negeri seperti bersilaturahmi dengan pimpinan pondok pesantren.
Siti Ruhaini Dzuhayatin, tokoh Islam dan aktivis hak asasi manusia untuk merespons isu keagamaan tingkat internasional.
Ahmad Erani Yustika, mantan direktur jenderal di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk membantu merancang kebijakan-kebijakan sektor ekonomi.
• Dewi Tanjung Tuduh Novel Baswedan Rekayasa Penyiraman Air Keras, Tetangga: Sontoloyo!
Dilihat dari alasan dan tugas yang diamanatkan kepada empat staf khusus dan empat tenaga ahli itu, terkesan bahwa Presiden tidak puas dengan kinerja kehumasan dan komunikasi publik yang dibangun oleh sejumlah kementerian serta lembaga negara.
Presiden merasa perlu untuk merevitalisasi kehumasan pada kementerian dan lembaga negara sesuai dengan perkembangan zaman.
Kehumasan kementerian dan lembaga kita masih memakai pola lama.
Padahal ini eranya media sosial. Butuh mereka yang memahami itu, membuat framing, membangun konten untuk disosialisasikan kepada masyarakat.
Seperti diketahui Jiwasraya kini tengah menjadi sorotan karena masalah keuangan.
Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin memprediksi kerugian negara akibat dugaan korupsi pada Jiwasraya sebesar lebih dari Rp 13,7 triliun.
"Jadi Rp 13,7 triliun hanya perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," ungkap Burhanuddin saat memberikan keterangan pers di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2019).
• PLN Siapkan Pasukan untuk Jaga Keandalan Listrik Selama Natal dan Tahun Baru
Kerugian ini diduga timbul akibat pelanggaran terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Pelanggaran prinsip itu terkait pengelolaan dana dari program asuransi JS Saving Plan.
Akibatnya, asuransi JS Saving Plan mengalami gagal bayar terhadap klaim yang jatuh tempo.
Burhanuddin mengatakan, Jiwasraya diduga melanggar prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi.
Jiwasraya diduga banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan resiko tinggi (high risk) untuk mengejar keuntungan (high return).
Misalnya, penempatan 22,4 persen saham senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial.
Dari jumlah tersebut, 95 persen di antaranya ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja buruk.
Sementara, sisanya sebesar 5 persen yang diinvestasikan ke perusahaan dengan kinerja baik.
• UPDATE dan Fakta-Fakta Kondisi Adian Napitupulu yang Sempat Kolaps, Kini Sudah Dirawat di Jakarta
Kemudian, penempatan reksadana sebanyak 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial.
"Dari jumlah tersebut, 2 persen yang dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kinerja baik dan 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk," katanya.
Perkara terkait Jiwasraya sebenarnya telah ditangani oleh penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada bulan Juni silam.
Namun kini diambil alih pihak Kejaksaan Agung.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Moeldoko Bantah Lindungi Eks Petinggi Jiwasraya", Penulis : Dani Prabowo