ICW Sebut Pernyataan Jokowi Soal Hukuman Mati Koruptor Berkebalikan dengan Grasi yang Diberikannya
Koordinator ICW Sebut Pernyataan Jokowi Soal Hukuman Mati Koruptor Bertolak Belakang dengan Grasi yang Diberikannya
TRIBUNNEWS.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi pernyataan Presiden Jokowi yang menyatakan dapat melaksanakan hukuman mati untuk koruptor di Indonesia.
Koordinator ICW, Adnan Topan Husod mengatakan pernyataan Jokowi di SMK 57 Jakarta itu bertolak belakang dengan pemberian grasi bagi para koruptor baru-baru ini.
"Hari ini seingat saya presiden mengatakan soal hukuman mati terhadap pelaku korupsi. Tapi ketika dia memberikan grasi itu kan sesuatu yang bertolak belakang dengan statmentnya," kata Topan dilansir KompasTV, Selasa (10/12/2019).
Menurutnya, grasi merupakan kebijakan yang justru memberikan ruang bagi para pelaku korupsi untuk mendapatkan akses terhadap kebebasan.
ICW menyarankan presiden mengambil langkah nyata memerangi korupsi, salah satunya menerbitkan perpu KPK.
Dilansir dari Tribunnews, sebelumnya Presiden Jokowi memberikan grasi terhadap Annas Maamun, terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan.
Jokowi tidak khawatir akan pemberian grasi yang dipastikan dapat menuai perdebatan publik.
Menurutnya, grasi yang diberikan sudah sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar.
Hal itu berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 23/G Tahun 2019 tertanggal 25 Oktober 2019.

Alasan presiden selain berdasarkan pertimbangan MA dan Menko Polhukam Mahfud MD adalah karena rasa kemanusiaan.
Hal itu lantaran usia Annas Maamun sudah cukup uzur dan sakit-sakitan.
Grasi kepada Mantan Gubernur Riau Annas Maamun diberikan pengurangan pidana penjara selama 1 (satu) tahun.
Dengan demikian Anas Maamun yang kini di tahan di Lapas Sukamiskin, Bandung akan bebas pada Oktober 2020 dari masa hukuman yang seharusnya berakhir pada Oktober 2021.
Adanya grasi dari Presiden Jokowi, Anas Maamun menjalani total masa hukuman 6 tahun penjara dari vonis 7 tahun yang dijatuhkan hakim.
Sebelumnya, diketahui pada 2015, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Bandung menjatuhkan vonis 6 (enam) tahun penjara kepada Annas Maamun karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus suap alih fungsi kawasan hutan senilai Rp 5 miliar di Riau.
Kemudian pada 2018, Annas Maamun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Namun sayang, kasasi ditolak dan MA memperberat hukuman Annas menjadi 7 (tujuh) tahun penjara.
WACANA HUKUMAN MATI BAGI KORUPTOR
Wacana hukuman mati bagi koruptor kembali mencuat saat peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di SMK Negeri 57 Jakarta.
Awalnya, saat memberikan sambutan, satu pertanyaan datang dari siswa bernama Harley Hermansyah.
Harley menyinggung kepada Presiden Jokowi mengenai penetapan hukuman mati bagi koruptor di Indonesia seperti negara lain.
Presiden menjawab, sebetulnya para koruptor bisa dijatuhi hukuman mati.
Namun sejauh ini pelaksanaannya belum ada.
Jokowi kembali menjelaskan soal hukuman mati bagi koruptor saat dijumpai wartawan.
Menurutnya, hukuman mati bagi koruptor dapat dijalankan jika ada aspirasi kuat dari masyarakat dan DPR merivisi undang-undang.
"Kehendak masyarakat, kalau memang masyarakat berkehendak seperti itu ya dalam rancangan undang-undang pidana, Tipikor, itu dimasukkan. Tapi sekali lagi juga tergantung kepada yang ada di legislatif," ungkap Jokowi.
Diketahui, aturan hukuman mati bagi pidana korupsi sebenarnya sudah ada.
Pernyataan tersebut tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 berbunyi:
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Pada Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2001 berbunyi:
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. (*)
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)