Terjebak Macet Setengah Jam, Jokowi Makin Yakin Pindahkan Ibu Kota ke Kalimantan Timur
Jokowi mengawali sambutan dalam pidatonya dengan menyinggung perjalanan ke Raffles Hotel Jakarta yang terkena macet membuatnya yakin Ibu Kota dipindah
TRIBUNNEWS.COM - Menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluh lantaran perjalanannya menuju Raffles Hotel Jakarta yang berada tepat di depan Mal Ambassador terhambat kemacetan.
Jokowi mengawali sambutan dalam pidatonya dengan menyinggung perjalanan ke Raffles Hotel Jakarta yang terkena macet.
"Tadi ke sini macet, setengah jam berhenti betul, setengah jam berhenti," ungkapnya, dilansir dari kanal Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (28/11/2019).
Kembali menegaskan, Jokowi mengungkapkan karena kemacetan di Jakarta itulah yang membuat dirinya yakin dan mantap dengan keputusan pemerintah memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Baca: Presiden Jokowi: Tadi ke Sini Macet, Setengah Jam Berhenti
"Ya itu lah kenapa ibu kota dipindah," ujarnya disusul riuh tawa para peserta PTBI.
Usai cerita soal kemacetan Jakarta, Jokowi pun melanjutkan pidatonya di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2019.
Ia bicara kondisi perekonomian secara global yang masih bergejolak sehingga berimbas kepada seluruh perekonomian di dunia, termasuk Indonesia.
Di samping itu, untuk bisa bertahan dalam situasi global yang tidak menentu adalah dengan tetap optimis.
Terkait hal ini, Jokowi mengajak para pelaku usaha dan investor untuk tidak ragu-ragu jika hendak menanamkan investasinya.
Baca: Jokowi Diharapkan Turun Tangan Selesaikan Persoalan Lahan Marunda yang Berlarut-larut
Karena menurut Jokowi, pemerintah kini tengah membangun iklim investasi yang lebih baik.
Salah satu caranya yaitu dengan penyederhanaan regulasi dan birokrasi melalui pembuatan omnibus law dan pemangkasan eselon.
"Kalau di sini hadir para pengusaha, jangan sampai ada yang menyampaikan wait and see, enggak. Kalau mau investasi, investasi lah karena kita akan memperbaiki iklim investasi itu," tandasnya.
Dalam kesempatang yang sama, Jokowi mengancam para mafia impor minyak dan gas (migas) yang menghambat berjalannya program pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan yang melebar.
"Yang saya sampaikan, kalau mengganggu B20, B30, dan urusan DME, hati-hati. Akan saya gigit orang itu! Enggak selesai-selesai masalah ini kalau nggak kita selesaikan," kata Jokowi.
Baca: Stafsus Milenial Seminggu Lebih Menjabat, Jokowi Sudah Beri 2 PR
Bahkan, Jokowi mengantongi nama para pelaku mafia migas yang kerap mengimpor.
"Kenapa lama tidak kita lakukan? Ya karena kita senang impor. Siapa yang impor? Ya orang-orang yang senang impor, bapak ibu saya kira tahu semuanya,"
"Ada yang senang impor dan tidak mau diganggu impornya, baik itu minyak baik itu LPG. Ini mau saya ganggu," paparnya.
Menurut Jokowi, selain harus mampu bertahan dari berbagai tekanan eksternal cara berikutnya adalah dengan mencari sumber-sumber baru.
Jokowi mengaitkan hal tersebut dengan transformasi ekonomi yang tengah dikejar oleh pemerintah.
Selama ini Indonesia banyak mengekspor komoditas dalam bentuk bahan mentah, seperti nikel, timah, bauksit, hingga batu bara.
Baca: Stafsus Milenial Seminggu Lebih Menjabat, Jokowi Sudah Beri 2 PR
Padahal, apabila komoditas tersebut diolah sehingga menghasilkan produk turunan berupa barang jadi atau setengah jadi maka akan memiliki nilai tambah yang lebih besar.
"Sebagai contoh batu bara, kalau dioleh menjadi DME, menjadi polypropylene bisa mengganti impor kita atas LPG, bisa mengganti impor bahan-bahan baku untuk pakaian," pungkasnya.
Lebih jauh, Jokowi menyebut, pemerintah tengah mengatur strategi besar bisnis negara agar Indonesia bisa menjadi pemain besar penghasil produksi lithium baterai dunia.
"Karena ke depan yang namanya mobil listrik itu pasti akan besar-besaran diproduksi karena orang sudah tidak senang lagi menggunakan energi fosil," imbuhnya.
Masih terkait dengan mencari sumber-sumber baru, Presiden Jokowi juga menyebutkan potensi hydro power yang dimiliki Indonesia.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)