Senin, 6 Oktober 2025

Kesetiaan Sumarsih dalam Keheningan Aksi Kamisan di Depan Istana Negara

Sepanjang aksi, mereka hanya diam dalam kesunyian, tanpa kata. Meski aksi diam, Kamisan selalu mendapat penjagaan dari anggota Polri berseragam.

Tribunnews.com/Syahrizal
Rambut Sumarsih boleh memutih, usianya sudah menginjak kepala enam. Namun semangatnya dalam menyuarakan kemanusiaan, tak pernah berhenti ditelan angin. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ‎Berkaos dan berpayung hitam, sosok Maria Sumarsih selalu hadir setiap aksi Kamisan.

Bersama keluarga korban penembakan, aktivis dan mahasiswa, Sumarsih berdiri menghadap Istana Negara.

Sepanjang aksi, mereka hanya diam dalam kesunyian, tanpa kata. Meski aksi diam, Kamisan selalu mendapat penjagaan dari anggota Polri berseragam.

Mereka berdiri membentuk barisan. Membelakangi Istana Negara, berdiri tegap berhadapan dengan massa Kamisan.

Aksi ‎Kamisan (14/11/2019) kemarin merupakan aksi ke-610 yang berlangsung sejak 19 April 2007. Aksi ini terbuka bagi siapa pun yang peduli dengan keadilan kasus pelanggaran HAM di tanah air.

Meski seluruh rambutnya sudah putih, Sumarsih tetap berharap adanya keadilan, meneruskan perjuangan sang anak, Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan, mahasiswa Atma Jaya, Jakarta.

Baca: Pengemudi Ojek Online Tidak Bisa Masuk Area Dalam Istana

Baca: Cerita Siti Jauharoh Menjadi Juru Ketik Saat Abdul Kahar Mudzakkir Terjemahkan Buku Berbahasa Arab

Sumarsih hadir di Peringatan 21 tahun Tragedi Semanggi I, Rabu (13/11/2019) sore di sebrang Istana Negara, Jakarta.
Sumarsih hadir di Peringatan 21 tahun Tragedi Semanggi I, Rabu (13/11/2019) sore di sebrang Istana Negara, Jakarta. (TRIBUNNEWS.COM/THERESIA FELISIANI)

Anak sulung Sumarsih itu tewas diterjang peluru tajam dalam tragedi Semanggi 1, Jumat (13/11/1998). Dia sangat menginginkan kasus yang menewaskan sang anak diselesaikan di Pengadilan HAM ad hoc.

"Harapan saya, Pak Jaksa Agung yang baru memikirkan penyelesaian tragedi penembakan para mahasiswa yang sudah diselidiki Komnas HAM," ujarnya saat ditemui di sebrang Istana, Kamis (14/11/2019) di aksi Kamisan ke-610.

"Kamisan tidak pernah putus. Saya akan mengambil agenda reformasi yang ketiga yaitu tegakkan supremasi hukum. Barometernya kalau negara berani menggelar pengadilan HAM ad hoc Semanggi I, II dan Trisaksi. Selama tidak berani, pengulangan kejadian kekerasan akan terus terjadi," tuturnya lagi.

Baca: Alasan Jokowi Kemabali Tunjuk Yasonna Laoly Jadi Menteri Hukum dan HAM

Baca: Ditunjuk Jadi Calon Wakil Menteri ATR, Siapa Surya Tjandra? Terungkap Punya Jabatan Penting di AS

Sumarsi berpendapat ketika negara ini ‎tidak berdaya untuk menyeret para pelanggar HAM, kekerasan akan berulang.

Itulah mengapa Sumarsih dan kawan-kawannya getol menuntut penyelesaian kasus HAM. Orang yang bersalah harus berani duduk di meja pengadilan.

Lantas bekal apa yang dibawa Sumarsih agar tetap kuat berdiri mengikuti aksi Kamisan? Rupanya, Sumarsih tidak pernah mengantongi makanan ringan baik biskuit maupun roti untuk mengganjal perutnya ketika lapar.

"Saya tidak pernah bawa bekal. Hanya bawa air minum. Saat kami aksi diam, kami selalu beritahu kalau kami ini tidak punya uang. Yang tidak tahan lapas bawa uang, yang tidak tahan haus bawa minum‎," ungkap Sumarsih yang sempat menunjukkan botol air minumnya berwarna biru dongker.

Bekal yang selalu dibawanya dari rumah ialah niat. ‎Selama lebih dari dua tahun mengikuti Kamisan, jujur, Sumarsih sempat merasakan lelah dan putus asa.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved