Kamis, 2 Oktober 2025

Larangan Penggunaan Plastik Menunjukan Kurang Pahamnya Pemerintah Mengenai Sampah Plastik

Seharusnya pemerintah membuat analisis solusi yang komprehensif dari semua jenis sampah untuk mendapatkan solusi yang menguntungkan semua pihak

Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNJATIM.COM
Ilustrasi sampah plastik 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Solusi mengatasi sampah plastik bukan dengan membuat kebijakan pelarangan penggunaannya, tapi memastikan bahwa plastik harus digunakan secara bertanggung jawab dan didaur ulang dengan benar.

Pelarangan penggunaan plastik justru menunjukkan bahwa pemerintah kurang paham mengenai sampah plastik.

Seharusnya pemerintah membuat analisis solusi yang komprehensif dari semua jenis sampah untuk mendapatkan solusi yang menguntungkan semua pihak.

"Sampah sangatlah mudah diatasi bila membahasnya secara lengkap tanpa unsur kepentingan pribadi maupun kelompok,” ujar Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Prof Dr Akbar Tahir MSc dalam keterangannya, Selasa (12/11/2019).

"Tidak ada yang salah dengan plastik.  Plastik adalah anugerah bagi umat manusia namun bila salah kelola memang bisa menjadi bencana,” ucapnya.

Baca: Industri Sampah Plastik Mampu Pekerjakan Jutaan Masyarakat Indonesia

Sebagaimana amanat UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan regulasi-regulasi turunanannya, sangat jelas menyebutkan bahwa prasa “pengurangan” bukan larangan penggunaan produk.

“Tapi solusi sampah menyiasati sisa produk yang tidak terpakai itu menjadi bermanfaat,” ucap Tahir.

Dia melihat pengelolaan sampah di Indonesia masih sangat amburadul.

Hal itu disebabkan belum ada upaya yang serius dari pemerintah untuk menangani sampah. Ditambah lagi belum adanya kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah dengan baik.

“Jadi jelas terlihat bahwa pelarangan penggunaan botol air minum dalam kemasan plastik yang akhir-akhir ini marak dilakukan, itu juga sebetulnya karena adanya ketidakpahaman soal sampah plastik,” tuturnya. 

Cara mengatasi sampah itu sangat sederhana saja, yaitu dengan peduli lingkungan.

“Tapi biasa aturan pelarangan penggunaan plastik itu hanya pencitraan saja. Pencitraan bahwa pemerintah itu sudah memperhatikan lingkungan dengan melarang itu. Cuma ikut tren negara-negara lain saja dengan melarang ini dan melarang itu,” katanya.

Baca: Kemenko Maritim Implementasikan 5 Strategi Prioritas Untuk Kurangi Sampah Plastik di Laut

Jika pemerintah mulai dari pusat sampai daerah mau bersatupadu melakukan pengolahan sampah, itu sebetulnya akan sangat bagus ketimbang melakukan pelarangan itu.

“Masalahnya, kan perhatian pemerintah ke situ nggak terlalu besar. Itu terlihat dari alokasi anggarannya yang diberikan ke sana yang tidak terlalu besar. Yang diutamakan sekarang kan infrastruktur. Lingkungan tidak terlalu masuk hitungan pemerintah,” ucapnya.

Indonesia sudah dicap sebagai negara kedua terbesar di dunia penyumbang sampah plastik ke laut.

Jadi Indonesia mulai ada tekanan untuk segera melakukan pengelolaan sampah khususnya plastik.Tapi bukan berarti yang disalahkan itu adalah sampah plastiknya.

“Kita mendapat tekanan besar dari negara-negara lain. Tapi coba kita lihat, mana ada di Indonesia yang memiliki pengelolaan air limbah atau Wastewater Treatment Plant yang baik untuk sungai-sungai. Ini yang menyebabkan semua sampah-sampah itu dibawa ke laut,” kata Akbnar.

Yang perlu dilakukan adalah penanganan serius dari pemerintah terhadap sampah di Indonesia, termasuk penyediaan infrastruktur penanganan sampah serta penyediaan penyaring sampah di sungai-sungai.

Baca: Tes Kepribadian - Ungkap Kerakter dari Caramu Mengurangi Sampah Plastik, Bawa Tumbler atau Mug?

“Banyaknya ditemukan sampah-sampah plastik di laut itu juga karena msyarakat Indonesia belum sadar dalam membuang sampah khususnya sampah plastik,” ucapnya.

Tahir melihat pemerintah lagi kewalahan dalam menangani masalah sampah ini.

Mereka tidak bisa melakukan pengelolaan sampah yang baik.

Tempat-tempat penampungan sampah jauh, yang menyebabkan masyarakat malas membuang sampah ke sana dan akhirnya dibuang ke sungai-sungai.

“Itu makanya cara yang cepat ya membuat aturan pelarangan itu untuk mengurangi penimbunan sampah plastik,” kata Tahir.

Tahir menegaskan masalah sampah plastik ini sebetulnya tidak ada masalah asal dikelola dengan baik.

Persoalannya sekarang ini adalah pengelolaannya yang tidak bagus dan rakyat juga belum sadar untuk hal itu.

“Jadi perlu penyadaran kritis di masyarakat. Untuk itu harus ada anggaran lebih yang dikucurkan untuk program-program penyadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah plastik ini,” ujarnya. 

Tapi kalau yang dilakukan adalah pelarangan, itu akan berdampak terhadap kehidupan manusia yang sekarang ini sudah nyaman dalam memakai wadah dari plastik.

Selain itu, akan berdampak terhadap industry plastik yang nilai produksinya sekarang ini mencapai Rp 160 triliun. 

“Kalau ini terjadi, itu akan berdampak juga kepada para tenaga kerja yang bekerja di industri itu. Tidak itu saja, juga akan menyentuh kehidupan para pemulung yang akan kehilangan penghasilan mereka. Di Indonesia itu ada sekitar 4-5 juta pemulung. Kita ini kan negara masih susah bukan negara makmur,” kata Tahir. 

Pandangan Thahir sejalan dengan Komunitas Plastik untuk Kebaikan yg mengusung visi membudayakan memilah dan membuang sampah plastik pada tempatnya.

"Pengurangan konsumsi plastik sekali pakai tidak akan mengurangi pencemaran lingkungan selama sampahnya tidak dikelola. Padahal sampah plastik memiliki nilai ekonomi. Industri daur ulang masih kekurangan sampah plastik, terutama sampah botol yg demand-nya sdh tinggi," ujar Enni Saeni koordinator Komunitas Plastik untuk Kebaikan pada acara pengumpulan sampah plastik di car free day Minggu (10/11) lalu.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved