Senin, 6 Oktober 2025

Kabinet Jokowi

Soroti Banyaknya Wakil Menteri, Siti Zuhro: Membuat Kabinet Maju atau Mundur?

Tanggapan Pengamat Politik LIPI, Siti Zuhro mengenai pelantikan Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju.

Penulis: Rica Agustina
Editor: Daryono
Screenshot Breaking News Kompas TV Acara Pelantikan Wakil Menteri Kabinet Jokowi
Foto bersama setelah pengenalan wakil menteri di Kabinet Indonesia Maju. 

Di antaranya Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Perindustrian.

Namun pada pengumuman kali ini, justru tidak ada wakil menteri untuk ketiganya.

Tak Jamin Birokrasi Mulus

Sorotan terhadap penunjukan wakil menteri juga datang dari Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi. 

Dalam acara Breaking News KompasTV, Jumat (25/10/2019), Burhanuddin Muhtadi mengatakan banyaknya wakil menteri tak serta merta menjamin birokrasi semakin mulus.

Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).
Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019). (Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda)

Dikutip dari TribunJatim, Menurut Burhanuddin, berkaca dari pemerintahan sebelumnya, yakni pada kepemimpinannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) periode 2009-2014, saat itu terdapat 18 nama yang ditunjuk oleh SBY untuk menjadi wakil menteri.

Namun, Wamen yang banyak tak semerta-merta membuat smoth birokrasi.

"Saat itu yang muncul adalah karena banyaknya menteri yang represi dari partai politik."

"Pak SBY menunjuk wakil menteri yang secara tidak langsung menujukkan ketidakpercayaan terhadap menterinya sendiri."

"Kebetulan menterinya dari partai, jadi perlu dijaga oleh wamen-wamen yang profesional yang berlatar belakang dari non partai," terang Burhanuddin.

Baca: Budi Gunadi Sadikin dan Kartika Wiryoatmodjo, Dua Wakil Menteri BUMN Jebolan Bank Mandiri

Namun demikian, ia menilai keputusan SBY saat itu tidak berjalan dengan baik lantaran malah menghambat birokrasi karena proses persetujuan suatu keputusan terlalu panjang.

"Tetapi tidak jalan, karena approval, terlalu panjang untuk mendapatkan persetujuan dari partai koalisi, kalau koalisinya gemuk," ucap Burhan.

Burhanuddin pun mengatkan koalisi yang gemuk disatu sisi dapat berdampak buruk.

"Jadi ibarat orang yang terkena obesitas, itu bukan hanya kurang lincah bergerak, tapi juga penyakitan karena rawan terkena lemak jahat," tandas Burhanuddin.

Menurutnya, hal tersebut harus diantisipasi oleh Jokowi sehingga kedepannya tidak berdamapak yang sama dengan sewaktu pemerintahan SBY.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved