Hormati Keputusan Prabowo untuk Bergabung di Pemerintahan, Ini Tanggapan Tokoh PKS
Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengucapkan selamat kepada jajaran Kabinet yang baru saja dilantik Presiden Joko Widodo di Istana
Hormati Keputusan Prabowo untuk Bergabung, Ini Tanggapan Tokoh PKS
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengucapkan selamat kepada jajaran Kabinet yang baru saja dilantik Presiden Joko Widodo ( Jokowi) di Istana negara, Rabu (23/10/2019).
Hidayat berharap para menteri dapat bekerja dengan baik sesuai dengan visi-misi presiden.
"Kami sampaikan selamat kepada pak Jokowi dan pak Ma'ruf Amin yang hari ini sudah memilih melantik jajaran menteri.
"Saya tadi dari sana dan kita beri kesempatan beliau untuk bekerja secara maksimal dan kita doakan supaya mereka bisa betul-betul menjalankan amanat rakyat maupun amanat presiden," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/10/2019) seperti dikutip TribunJakarta.
Secara khusus, Hidayat berharap Prabowo Subianto sukses dalam jabatan barunya sebagai Menteri Pertahanan.
Menurut Hidayat, Prabowo merupakan kawan lama.

"Saya doakan beliau sukses menjalankan amanat ini, dan beliau sampaikan ke saya terima kasih dan jangan pernah lupakan kawan lama."
"Kita adalah kawan lama pasti akan terus bersama sama," katanya.
PKS menurutnya tidak kecewa dengan bergabungnya Gerindra ke pemerintahan.
Karena menurutnya baik PKS maupun Gerindra memiliki kebijakan masing-masing.
"Sekali lagi Gerindra bukan lah bawahan PKS dan PKS bukan bawahan Gerindra, masing masing adalah independen."
"Masing masing menghormati, kami menghormati keputusan pak Prabowo yang akhirnya bergabung dan akhirnya PKS berada di luar kabinet."
"Baik di dalam atau di luar kita bangun indonesia," pungkasnya.
Baca: Nama Tetty Paruntu Kembali Disebut dalam Sidang Tipikor
Baca: Yusril: Menjadi Advokat Ladang Saya Mengabdi kepada Negara
Respon Presiden PKS
Pada Selasa (22/10/2019) malam, Presiden PKS Sohibul Iman bersama sejumlah elite partainya menemui Prabowo.
Sohibul tiba di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, sekitar pukul 18.30 WIB.
Ia didampingi Sekjen PKS Mustafa Kamal, Ketua DPP PKS Bidang Polhukam Almuzzammil Yusuf dan Ketua Departemen Politik PKS Pipin Sopian.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Sohibul menegaskan sikap politik PKS yang berbeda dengan Partai Gerindra.
PKS memilih berada di luar pemerintahan dan tetap menjadi oposisi.
"Kami harus menjaga marwah demokrasi kita. Jadi demokrasi itu sejatinya harus ada check and balance."
"Jadi kalau misal teman-teman tidak memilih di luar pemerintahan, biarlah PKS di luar pemerintahan," ujar Sohibul saat memberikan keterangan seusai pertemuan.
Baca: KPK Selenggarakan Pelatihan Internal untuk Dalami Korupsi dan Partai Politik
Baca: Presiden Jokowi Titip Pesan ke Menteri Budi Karya Soal Bandara Kualanamu
Meski berbeda sikap, Sohibul menekankan partainya akan tetap menjalin komunikasi dengan Partai Gerindra.
Ia menghormati sikap politik Prabowo yang akhirnya bergabung dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Meski pilihan politik kami berbeda, Pak Prabowo memilih untuk di dalam kami tetap di luar, tapi kita tetap saling menghormati dan komunikasi, silaturahim tetap kami jaga," kata Sohibul.
Sohibul kemudian mengungkapkan alasan Prabowo bergabung ke pemerintahan Presiden Jokowi.

Menurut dia, Prabowo merasa bisa memberikan kontribusi lebih baik terhadap negara jika bergabung dalam pemerintahan, khususnya di bidang pertahanan.
"Kalkulasi rasional dari Gerindra, mereka melihat bahwa kalau masuk dalam pemerintahan Pak Jokowi, mereka bisa memberikan kontribusi jauh lebih baik, dan itu kita hormati," ujar Sohibul.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman seusai menyambangi kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Kamis (20/9/2018).
"Jadi Pak Prabowo melihat masuk dalam pemerintahan itu memberikan peluang bisa mengabdi lebih baik daripada di luar. Ya kita hormati," ucapnya.
Silaturahim dengan Nasdem
Sohibul juga sempat mengungkapkan keinginan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh untuk membangun silaturahim dengan partainya.
Hal itu ia katakan saat ditanya mengenai sinyal Partai Nasdem yang siap menjadi oposisi pada pemerintahan kali ini.
Padahal, Partai Nasdem diketahui merupakan salah satu partai pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019.
Menurut Sohibul, keinginan silaturahim itu diungkapkan Paloh saat menghadiri pelantikan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019).
"Kemarin waktu pelantikan Pak Jokowi saya kebetulan duduknya disamping Pak Surya Paloh ya, kami ngobrol," ujar Sohibul.
"Pak Surya Paloh menyampaikan kepada saya dia menghormati apa yang menjadi pilihan politik PKS dan beliau menyatakan ingin membangun silaturahim," tutur dia.
Baca: Prabowo Pernah Mengkritiknya Sebagai Menteri Pencetak Utang, Inilah Komentar Sri Mulyani
Sohibul pun menyambut keinginan Paloh tersebut. Menurut dia, Paloh akan menyambangi kantor DPP PKS pekan depan.
Awalnya Sohibul menawarkan agar dirinya yang menyambangi kantor DPP Partai Nasdem. Namun, tawaran itu ditolak oleh Paloh.
"Pak Surya Paloh mengatakan, 'dinda saya akan datang membawa 10 orang ke DPP PKS', ketika saya katakan 'bang saya saja yang ke Nasdem', dia bilang enggak boleh, 'saya (Paloh) harus datang ke PKS," ucap Sohibul.
"Insya Allah direncanakan pekan depan, mungkin hari Rabu, Nasdem akan hadir di DPP PKS," ucapnya.
PKS Khawatir
Secara terpisah, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera melontarkan pernyataan yang cukup keras terkait bergabungnya Prabowo ke pemerintah.
Mardani khawatir jika semua partai bergabung ke pemerintah maka akan tercipta sistem oligarki atau pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari kelompok tertentu.
Ia berharap parpol koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno lainnya, yakni Partai Amanat Nasional (PAN) dan Demokrat, tetap menjadi oposisi bersama PKS.
"Saya agak khawatir nanti yang terjadi adalah bukan lagi adu argumen, adu gagasan dengan kualitas akademis ataupun kualitas kecendekiawanan."
"Tapi lebih kepada bagaimana kepentingan jangka pendek dan kepentingan kelompok-kelompok tertentu," ujar Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/10/2019).
Menurut Mardani, demokrasi Indonesia akan mengalami kemunduran jika tidak ada lagi parpol yang menjadi oposisi.
Oposisi dibutuhkan sebagai kekuatan penyeimbang atau menjalankan sistem check and balance.
Baca: Tak Lagi Jadi Menteri Kelautan dan Perikanan, Ini 3 Pesan Susi Pudjiastuti Untuk Edhy Prabowo
Jika tidak ada kekuatan penyeimbang, kata Mardani, hal itu akan berpengaruh pada keputusan politik yang harus diambil.
Misalnya terkait wacana amandemen UUD 1945 yang belakangan digulirkan oleh MPR.
"Kekuatannya tentu bisa dibilang berlebihan, tetapi tetap kita tidak bisa menegasikan betapa godaan kekuasaan itu sangat besar," kata Mardani.
"Seperti apa bangsa ini ketika keseimbangan politik tidak ada, padahal ada keputusan fundamental akan diambil," ucapnya.
Kekecewaan Masyarakat
Mardani juga mengkhawatirkan munculnya kekecewaan yang muncul di tengah masyarakat ketika Gerindra tak lagi menjadi oposisi.
Apalagi pada pilpres lalu pasangan Prabowo-Sandiaga memiliki pendukung yang solid dan militan.
"Tiap partai pasti punya strategi dan proyeksi sendiri. Walaupun ada kekhawatiran, ketika masyarakat merasa antiklimaks dalam pemilu kemarin, dan manajemen kekecewaan publik ini tidak mudah," ucapnya.
Menurut Mardani, banyak elemen masyarakat berharap adanya parpol yang menjadi oposisi atau kekuataan penyeimbang di luar pemerintahan.
Ia menilai untuk menciptakan sistem demokrasi yang baik perlu ada oposisi dengan kuantitas dan kualitas yang setara. Mardani pun menegaskan PKS akan tetap menjadi oposisi pemerintah selama lima tahun ke depan.
Baca: Kata Sri Mulyani yang Kini Satu Tim dengan Prabowo yang Pernah Menyebutnya Menteri Pencetak Utang
Hal itu, kata Mardani, merupakan bentuk tanggung jawab PKS kepada konstituennya yang ingin adanya kekuatan penyeimbang pemerintah.
Menurut Mardani, banyak pemilih PKS ataupun pasangan Prabowo-Sandiaga yang berharap adanya parpol oposisi sebagai kekuatan penyeimbang di luar pemerintahan.
Sebab, untuk menciptakan sistem demokrasi yang baik perlu ada oposisi dengan kuantitas dan kualitas yang setara.
"Insya Allah oposisi akan membuat demokrasi kita tumbuh sehat, secara etika dan logika. Kami juga bertanggung jawab kepada konstituen yang memilih kami untuk berada di luar pemerintahan," ucap Mardani.
"Kami tetap berharap dan berdoa agar seluruh partai politik pendukung Prabowo-Sandi menjadi oposisi, karena memang ketika kampanye, proposal pembangunan kita berbeda dengan yang ditawarkan oleh Pak Jokowi," tutur dia.
Prabowo Tetap jadi Ketua Umum Gerindra
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memastikan, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto tetap memimpin partai meskipun menjabat Menteri Pertahanan.
Mengutip Kompas.com, hal itu disampaikan Edhy setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Ia mengatakan, tak ada larangan dari Presiden Joko Widodo bagi menteri untuk memegang jabatan politik di partai.
"Iya, iya. Masih (ketum Gerindra). Tidak ada larangan kan untuk jabatan politik," ujar Edhy kepada wartawan.
Presiden Joko Widodo tak lagi melarang menterinya rangkap jabatan sebagai ketua umum partai politik.
Dalam Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf Amin, ada tiga menteri yang menjabat sebagai ketua umum partai politik.
Ketiga ketua umum itu yakni Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, serta Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suharso Monoarfa.
Jokowi menyatakan, ketiga menterinya tersebut tak perlu mundur dari posisi ketum parpol.
"Dari pengalaman lima tahun kemarin, baik ketua maupun yang bukan ketua partai, saya melihat yang paling penting adalah bisa membagi waktu, dan ternyata juga tidak ada masalah," kata Jokowi usai pelantikan kabinet di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
(Tribunnews.com/Taufik Ismail) (Kristian Erdianto/Rakhmat Nur Hakim/Kompas.com)