Sikap PKS dan Gerindra soal Gabung Koalisi Pemerintahan Jokowi hingga Kata Pengamat
PKS menanggapi pertemuan Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto pada Jumat (10/10/2019) serta wacana merapatnya Gerindra ke pemerintah.
Sikap PKS dan Gerindra soal Gabung Koalisi Pemerintah hingga Kata Pengamat
TRIBUNNEWS.COM - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memilih menjadi oposisi dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin mendatang.
Presiden PKS, Sohibul Iman mengatakan, meski hanya sendirian partainya siap menjadi oposisi bagi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Hal itu dikatakan Sohibul menanggapi pertemuan Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto pada Jumat (10/10/2019) serta wacana merapatnya Gerindra ke pemerintah.
"Yang jelas ketika tidak ada satu partai pun yang siap jadi oposisi, maka PKS Insya Allah siap agar ada kepantasan demokrasi," kata Sohibul Sabtu (12/10/2019), dikutip dari Kompas.com.
Baca: Beda dengan Gerindra, PKS Hormati Partai yang Berkeringat Menangkan Jokowi-Maruf
Hal senada juga dikatakan oleh Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) di DPR Jazuli Juwaini yang menegaskan bahwa partainya akan tetap menjadi oposisi bagi pemerintahan nantinya.
Jazuli mengatakan, PKS menghormati partai-partai yang berkeringat dalam memenangkan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam pemilu 2019 kemarin.
"PKS tidak ingin masuk kabinet karena ingin menghormati partai-partai yang berkeringat memenangkan Jokowi-Maruf Amin," kata Jazuli.
Ia menilai jika PKS berada diluar pemerintahan nantinya akan lebih objektif dalam memberikan perspektif dan alternatif solsusi terhadap permasalahan bangsa.
Lebih jauh, menurutnya berada di luar pemerintahan bukan berarti PKS tak bisa berkontribusi untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
"Kami merasa tetap di Pemerintahan Republik Indonesia karena PKS punya kader-kader terbaik yang menjadi gubernur dan bupati/walikota. Di situ PKS hadir dan meberikan cinta dan pengabdian untuk Indonesia," kata Jazuli.
Baca: Respons Politikus PKS Sikapi Pertemuan Jokowi Dengan Prabowo
Sikap Gerindra
Sebelumnya Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto telah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka pada Jumat (11/10/2019) sore.
Prabowo mengatakan, partainya siap membantu pemerintah jika diperluakan.
"Saya sampaikan ke beliau, kalaupun kami diperlukan (di pemerintahan), kami siap membantu," ujar Prabowo, dilansir Tribunnews.com.
"Kami akan memberikan gagasan optimis, kami yakin Indonesia bisa tumbuh, bisa bangkit cepat," kata dia.
Meski sempat terlibat dalam pertarungan di Pemilu 2019, namun menurutnya itu bukanlah suatu penghalang.
Prabowo menegaskan bahwa Partai Gerindra selalu mengutamakan kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan bangsa dan negara.
"Kami bertarung politik. Tapi begitu selesai, kepentingan nasional yang utama. Kita harus bersatu," lanjut Prabowo.
Baca: Bamsoet: Kata Prabowo Bersatu Itu Keren
Dilansir Tribunnews.com Ketua Fraksi MPR Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria, menyebut Prabowo Subianto, dan Presiden Joko Widodo telah memiliki kesamaan pandangan dalam membangun bangsa.
Menurut Riza, kedua tokoh tersebut telah memiliki kesamaan pandangan dalam membangun bangsa dari beberapa aspek.
“Ada kesamaan pandangan Pak Jokowi dengan Prabowo, bagaimana ke depan kita harus bersatu untuk membangun bangsa,” ujar Riza Patria di D'consulate, Jakarta Pusat, Sabtu (12/10/2019).
Riza mengungkapkan bahwa pertemuan antara Jokowi dengan Prabowo lebih kepada membahas visi misi bangsa Indonesia ke depan.
“Bagaimana bangsa ini menjadi kuat menjadi maju tantangan kedepan tidak mudah ekonomi, pertahanan keamanan dunia yang harus disikapi oleh Indonesia,” tutur Riza.
Baca: Jika Gabung Kabinet Jokowi, Pengamat Sarankan Ini ke Prabowo Agar Tak Ditinggal Pendukungnya
Kata Pengamat Politik
Pengamat politik menilai jika Gerindra bergabung menjadi koalisa hal itu dapat membahayakan demokrasi.
Direktur Eksekutif Paramater Politik Indonesia Adi Prayitno justru menyayangkan apabila Gerindra sebagai simbol partai oposisi telah sirna.
Pasalnya, simbol oposisi selama ini dibangun oleh Gerindra dengan sangat baik.
"Selama ini yang menjadi simbol oposisi ya Prabowo dan Gerindra, suka nggak suka. Bukan PKS. Simbolnya Prabowo, bukan PAN, bukan Demokrat bukan PKS. Kalau simbol oposisi ini melebur jadi satu tentu akan jadi lelucon," tuturnya.
Lebih jauh, Adi menilai hal ini dapat membahayakan demokrasi karena akan mengurangi kekuatan oposisi pemerintah.
"Ini akan jadi kabar buruk bagi oposisi, karena hanya akan mungkin menyisakan PKS sebagai oposisi padahal demokrasi yang kuat dan sehat itu meniscayakan oposisi yang kuat," imbuhnya.
Baca: Gerindra Sebut Prabowo dan Jokowi Sudah Memiliki Persamaan Pandangan
Jika demikian, menurut Adi, yang akan menjadi korban adalah rakyat.
Selama Pilpres 2019 kemarin rakyat terbelah, namun usai kompetisi justru dua kompetitor ini berpelukan mesra dan bagi-bagi kekuasaan.
"Politik kita ini agar rumit dijelaskan, bagaimana kalkulasi hubungan oposisi pemerintah, ya sah aja, cuma agak sedikit aneh aja politik kita ini. Kemarin berantem ekstrim pendapatnya sampe terbelah, tiba-tiba saling berangkulan, di kabinet. Apa yang bisa kita pertanggungjawabkan pada rakyat kalau begini model poltiik kita," ujarnya.
"Itu artinya politik kita selama ini gincu aja bahwa perbedaan dan konfrontasi itu hanya sebatas konsumsi publik saja. Tapi kasian rakyat yang sampai sekarang belum banyak yang move on. Karena kasian rakyatnya. Dibelah, seakan memang terjadi friksi, tapi nyatanya elite landai-landai saja seakan tak terjadi apa-apa," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Tio/FahdiFahlevi/ChaerulUmam, Kompas.com/Ihsanuddin)