Tujuh Catatan Imparsial Untuk HUT Ke-74 TNI
Imparsial menilai, saat ini proses reformasi TNI mengalami stagnasi dan dalam sejumlah aspek bisa dikatakan malah mengalami kemunduran
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
Imparsial menilai setidaknya terdapat dua Undang-Undang yang mengancam demokrasi dan hak asasi manusia yakni UU tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (UU PSDN) untuk Pertahanan Negara dan revisi UU Terorisme yang telah disahkan menjadi UU Nomor 5 tahun 2018 juga menghambat reformasi TNI terkait Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme.
Ketiga, reformasi sistem peradilan militer.
Imparsial menilai, agenda reformasi TNI lain yang hingga kini belum dijalankan adalah reformasi sistem peradilan militer melalui melalui perubahan UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Bahkan, menurut Imparsial agenda ini merupakan salah satu jantung dari reformasi TNI.
Imparsial menilai, selama reformasi peradilan militer belum dilakukan, maka selama itu pula bisa dikatakan bahwa reformasi TNI belum selesai.
Keempat adalah restrukturisasi Komando Teritorial (Koter).
Imparsial menilai, Restrukturisasi Koter adalah agenda reformasi TNI yang diusung oleh gerakan mahasiswa dan demokratik lainnya pada awal reformasi 1998 yang disuarakan dalam satu paket dengan agenda penghapusan peran sosial-politik ABRI (sekarang TNI) yang dikenal sebagai dwifungsi ABRI.
Imparsial menilai, eksistensi Koter semakin mekar sejalan dengan pemekaran atau pembentukan provinsi dan kabupaten-kabupaten baru di Indonesia misalnya pembentukan Komando Daerah Militer (Kodam) baru di Papua Barat.
Imparsial menilai saat rezim orde baru berkuasa, Koter dijadikan instrumen kontrol terhadap masyarakat, seperti digunakan untuk merepresi kelompok demokratik yang menentang rezim Soeharto.
Kelima adalah membangun transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaaan Alutsista.
Imparsial menilai, pengembangan Alutsista sebagai bagian dari upaya modernisasi dan penguatan pertahanan Indonesia memang sangat penting dan diperlukan.
Meski demikian, Imparsial menilai upaya modernisasi harus dijalankan secara transparan dan akuntabel.
"Dalam praktiknya selama ini, pengadaan Alutsista bukan hanya menyimpang dari kebijakan pembangunan postur pertahanan, tetapi juga sarat dengan dugaan terjadinya mark-up dalam pengadaan Alutsista," kata Annisa.
Keenam adalah kekerasan TNI terhadap masyarakat dan pembela HAM.
Imparsial menilai, hingga saat ini, kekerasan yang dilakukan anggota TNI terhadap masyarakat dan pembela HAM masih terjadi di berbagai daerah.