Revisi UU KPK
Ketika Tiga Pimpinan KPK Bersatu Menentang Revisi UU KPK
Tiga pimpinan KPK sepakat untuk menentang adanya pembahasan lebih lanjut mengenai revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga pimpinan KPK sepakat untuk menentang adanya pembahasan lebih lanjut mengenai revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tiga komisioner KPK tersebut antara lain Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif.
Perlawanan ketiganya diungkapkan dalam konferensi pers di lobi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Sementara dua pimpinan KPK lainnya, Alexander Marwata dan Basaria Panjaitan tidak ikut hadir dalam konferensi pers yang disaksikan puluhan mahasiswa dari berbagai universitas.
Baca: Empat Bocah Terseret Gelombang Saat Mandi di Sungai Kapuas, Satu Korban Tewas
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan penegakan antikorupsi saat ini mengkhawatirkan.
Satu di antaranya dengan mencuatnya revisi UU KPK yang saat ini sedang dikebut DPR.
"Yang berikutnya kita tahu penegakan antikorupsi dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Karena itu, kita masih berharap mudah-mudahan concern kita semua didengar oleh para pengambil keputusan, baik di DPR maupun di eksekutif, di pemerintahan bahwa gerakan antikorupsi itu memerlukan penguatan-penguatan, bukan untuk dilemahkan," tutur Agus Rahardjo.
Terkait revisi UU KPK, Agus Rahardjo menyebut prosesnya sangat cepat.
KPK bahkan sudah menerima undangan untuk menghadiri rapat di DPR.
"Tapi hari ini kita sungguh terkejut karena proses itu begitu cepat," ujarnya.
Baca: Tertipu, Sahrul Gunawan Pernah Rugi Miliaran Rupiah karena Masalah di Bisnis Travel Umrahnya
Padahal KPK menginginkan adanya penyempurnaan dalam upaya pemberantasan korupsi khususnya soal asset recovery.
"Ini secara mengejutkan kemudian langsung melompat ke UU KPK," kata Agus.
Sementara, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mempertanyakan revisi UU KPK yang dikebut.
KPK menyesalkan tidak transparannya proses revisi UU KPK hingga akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken surat presiden (surpres) soal pembahasan RUU tersebut.
"Mengapa revisi UU KPK itu seakan-akan dikebut dan dibuat tertutup prosesnya. Itu kami sesalkan. Ada kegentingan apa? sehingga hal itu dibikin seakan-akan tertutup. Bukan saya katakan, betul-betul tertutup antara pemerintah dan DPR," ucap Laode.
"Contohnya diusulkan Baleg, dimasukkan ke paripurna. Pendapat para fraksi pun tidak terbuka tapi ditulis, masuk, dan diketok langsung dikirim ke presiden. Presiden seharusnya memiliki waktu 60 hari menurut aturan UU untuk memikirkan itu tetapi tidak lama kemudian langsung surat persetujuannya dikirim lagi ke DPR," tambahnya.
Baca: Bersama The Soulful, Gading Marten Tampil Jadi Pembuka Konser Harmonia: Classic Story
Selain itu, KPK menyoroti tidak ditembuskannya naskah akademik revisi UU KPK.
Padahal KPK, menurut Laode, ingin mengetahui poin-poin revisi dalam daftar inventarisasi masalah (DIM).
"Kalau mau diganti ke arah X ya kami pikirkan juga, diskusikan internal pergantian ke arah X itu bagaimana kita sikapi. Seperti itu," katanya.
"Tetapi sampai hari ini kami tidak bisa memberikan sikap karena proses itu tertutup. Negara ini bukan negara tertutup. Negara ini adalah negara demokrasi, negara ini adalah menjunjung tinggi transparansi, oleh karena itu kita harus meminta kepada DPR dan pemerintah untuk mentransparankan semuanya," papar Laode.
Terakhir, dengan intonasi yang berapi-api, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menantang pihak-pihak di jajaran eksekutif dan legislatif untuk perang pikiran membahas revisi Undang-Undang KPK.
Menurut dia, poin-poin yang tertuang dari 70 pasal dalam revisi perubahan tersebut berpotensi melemahkan KPK.
"Kalau kita berdebat tentang yang disebut sekarang itu, kita bisa berdebat. Itu yang saya katakan. Mari kita perang pikiran. Sekarang kita sedang perang pikiran ini. Mari kita perang pikiran," ucap Saut.
Saut memandang revisi UU KPK tidak perlu.
Baca: Hasil Serbia vs USA FIBA World Cup 2019, Catatan Apik Bodgan Bogdanovic
Dia pun menepis segala pernyataan politikus Senayan yang acap kali menilai revisi UU KPK sebagai penguatan kelembagaan.
"Kalau dia tidak bisa meyakinkan saya, itu kesalahan dia. Tapi kalau kami tidak juga bisa meyakinkan dia, itu salah kami. Tapi jangan pernah berhenti perang pikiran," ujarnya.
Saut menambahkan, saat ini pihaknya juga sedang terlibat dalam perang data.
Data yang dimaksud Saut mengenai rekam jejak calon pimpinan KPK yang saat ini sedang menjalani uji kelaikan dan kepatutan di Komisi III DPR.
Dia menunggu apa yang menjadi keputusan dewan usai pihaknya melayangkan surat mengenai keberatan terhadap calon pimpinan KPK.
"Sebagaimana kita tidak boleh berhenti perang data. Ini perang data juga ini kita sekarang. Dua perang yang kita jalani. Sama ada yang bilang tidak begini tidak begini, mereka tidak percaya. Kita kirim datanya, kita lihat nanti seperti apa kebijakannya," katanya.
Baca: Gara-gara Dompet dan HP Diambil Temannya dan Diturunkan di Tengah Jalan, Pemuda Ini Mau Bunuh Diri
Saut mengamini KPK perlu kritik.
Menurut dia, banyak yang harus diubah dalam tubuh lembaga antirasuah tersebut.
Seperti penambahan deputi menjadi tujuh.
"Diubah banyak. Di antaranya deputi KPK harus tujuh, setuju enggak tujuh? Setuju dong. Paling enggak harus setuju," katanya lagi.