Kamis, 2 Oktober 2025

Sempat Lupa, Dirut Petrokimia Akhirnya Akui Pernah Bertemu Bowo Sidik

Direktur Utama PT Petrokimia Gresik, Rahmad Pribadi, mengaku pernah bertemu dengan mantan anggota Komisi VI DPR RI, Bowo Sidik Pangarso.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi Bowo Sidik Pangarso 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Petrokimia Gresik, Rahmad Pribadi, mengaku pernah bertemu dengan mantan anggota Komisi VI DPR RI, Bowo Sidik Pangarso. Menurut dia, pertemuan itu terjadi di sebuah restaurant pada 31 Oktober 2017.

Semula, Rahmad mengaku lupa pernah bertemu politisi dari Partai Golkar itu. Namun, dia akhirnya mengetahui adanya pertemuan itu setelah menerima informasi dari kesekretarian Semen Baturaja.

"Nama saya disebut-sebut ketemu di Penang Bistro 31 Oktober 2017. Saya awalnya lupa pertemuan itu, tetapi karena sudah berkembang maka saya mulai menanyakan kepada kesekretarian Semen Batuaja," kata dia, saat memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (4/9/2019).

Baca: Jadi Korban Amukan, Elza Syarief Takut Nikita Mirzani Lakukan Hal Ini Kepadanya

Baca: Presiden Jokowi Akan Teken Perpres Kenaikan Iuran BPJS

Baca: Pemerintah Tegaskan Tak Minta Bantuan Negara Lain untuk Tangani Persoalan Papua

Dia menjelaskan, pada 31 Oktober 2017 itu posisi diirnya sebagai Direktur Utama Semen Baturaja. Dia menanyakan kepada kesekretarian Semen Baturaja mengenai agenda pada hari itu.

"Ada juga agenda rapat siang di Resto Penang Bistro dan kolega yang tercatat PT Danareksa Sekuritas. Saya mencoba menelepon ke teman kami yang menjabat di danarekasekuritas, Saibul Solihin, saya tanya apa benar kita makan siang? betul, yang mengudang siapa? danareksa sekuritas, disebut ada staf danareksa sekuritas, kami dan terdakwa," ungkapnya.

Rahmad Pribadi disebut-sebut sebagai inisiator dari perkara kasus dugaan gratifikasi anggota DPR fraksi Golkar, Bowo Sidik, mengenai kerjasama bidang pelayaran antara PT Humpuss Transportasi Kimia dengan PT Pilog.

Setelah mendengarkan keterangan dari Rahmad, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menanyakan mengenai materi pertemuan tersebut.

"Apa yang dibicarakan?" tanya jaksa

Namun, Rahmad menjawab tidak ada yang spesifik dibacarakan di pertemuan pada saat itu.

"Tidak ada spesifik dibicarakan," tambahnya.

Untuk diketahui, JPU pada KPK mendakwa anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso menerima hadiah berupa uang sejumlah USD163,733 atau setara Rp 2,3 Miliar dan Rp311,2 juta.

Upaya pemberian uang tersebut diberikan melalui Asty Winasty, Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) atas sepengetahuan Taufik Agustono, Direktur PT HTK.

"Menerima hadiah berupa uang yaitu sejumlah USD163,733 dan Rp311,2 juta dari Asty Winasty dan Taufik Agustono," ujar Kiki Ahmad Yani, JPU pada KPK saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (14/8/2019).

Pemberian uang itu diberikan karena Bowo telah membantu PT HTK mendapatkan kerjasama pekerjaan pengangkutan dan/atau sewa kapal dengan PT PILOG. Sebab, kontrak kerjasama antara PT HTK dan PT PILOG telah diputus atau berhenti.

Uang itu diterima secara langsung oleh Bowo atau melalui orang kepercayaannya, M Indung Adriani. Padahal, dalam UU, penyelenggara negara dilarang untuk menerima apapun dari pihak manapun.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata dia.

Selain itu, JPU pada KPK mendakwa anggota Komisi VI DPR RI, Bowo Sidik Pangarso, menerima uang sebesar Rp 300 juta.

Upaya pemberian suap tersebut berkaitan dengan kepentingan PT Ardila Insan Sejahtera (AIS). Uang ratusan juta itu diberikan oleh Lamidi Jimat sebagai Direktur Utama PT AIS.

JPU pada KPK menyebutkan Bowo berperan membantu PT. AIS
menagihkan pembayaran utang ke PT Djakarta Lloyd dan agar PT. AIS
mendapatkan pekerjaan penyediaan BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis MFO (Marine Fuel Oil) kapal-kapal PT Djakarta Lloyd (Persero).

Upaya pemberian uang itu berawal dari Lamidi Jimat meminta bantuan Bowo terkait adanya permasalahan pembayaran utang yang belum diselesaikan oleh PT Djakarta Lloyd kepada PT AIS dengan nilai Rp 2 Miliar. Atas penyampaian tersebut, terdakwa mengatakan akan mengatur pertemuan dengan Direktur Utama PT Djakarta Lloyd.

Atas arahan terdakwa, Lamidi Jimat menyerahkan data-data tagihan atau invoice PT. AIS dengan PT Djakarta Lloyd dan uang sejumlah Rp 50 juta kepada terdakwa yang diterima terdakwa melalui sopir terdakwa, sebagai uang perkenalan dari Lamidi Jimat untuk terdakwa.

Pada 24 September 2018, terdakwa bertemu dengan Lamidi Jimat untuk menerima uang Rp 50 juta yang kemudian mengatakan akan memberikan lagi jika sudah ada pencairan tagihan/invoice dari PT Djakarta Lloyd. Selanjutnya, terdakwa menggunakan uang pemberian tersebut untuk kepentingan pencalegan terdakwa di dapil Jawa Tengah II.

Bahwa setelah PT AIS mendapatkan beberapa kali pekerjaan penyediaan BBM jenis MFO (Marine Fuel Oil) untuk kapalkapal PT Djakarta Lloyd, maka selanjutnya terdakwa menerima uang secara bertahap.

Selain itu, JPU pada KPK menyebutkan anggota Komisi VI DPR RI fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso, menerima gratifikasi senilai total 700 ribu dollar Singapura dan Rp 600 juta.

Salah satu bentuk gratifikasi itu diterima pada sekitar 2016. Terdakwa menerima uang tunai sejumlah SGD 50.000, pada saat mengikuti acara Munas Partai Golkar di Denpasar, Bali untuk pemilihan ketua umum Partai Golkar Periode tahun 2016-2019.

Kiki Ahmad Yani, JPU pada KPK mengungkapkan penerimaan gratifikasi berupa uang itu tidak pernah dilaporkan terdakwa kepada KPK selama tenggang waktu 30 hari kerja sejak diterima.

"Sebagaimana dipersyaratkan undang-undang sehingga sudah seharusnya dianggap sebagai pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku wakil ketua sekaligus anggota Komisi VI DPR-RI dan selaku anggota Badan Anggaran DPR RI," ungkap Kiki, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (14/8/2019).

Berikut rincian gratifikasi yang diterima Bowo Sidik Pangarso:

1. Pada sekitar awal 2016, terdakwa menerima uang sejumlah SGD250,000.00 dalam jabatan terdakwa selaku anggota Badan Anggaran DPR RI yang mengusulkan Kabupaten Kepulauan Meranti mendapatkan DAK fisik APBN 2016.

2. Pada sekitar 2016, terdakwa menerima uang tunai sejumlah SGD 50.000, pada saat terdakwa mengikuti acara Munas Partai Golkar di Denpasar Bali untuk pemilihan ketua umum Partai Golkar Periode tahun 2016-2019.

3. Pada 26 Juli 2017, terdakwa menerima uang tunai sejumlah SGD200,000.00 dalam kedudukannya selaku wakil ketua Komisi VI DPR RI yang sedang membahas Peraturan Menteri Perdagangan tentang Gula Rafinasi (Perdagangan Gula Kristal Rafinasi melalui Pasar Lelang Komoditas).

4. Pada 22 Agustus 2017, terdakwa telah menerima uang sejumlah SGD200,000.00 di Restoran Angus House Plaza Senayan, Lantai 4, Jl. Asia Afrika, Senayan Jakarta, dalam kedudukannya selaku wakil ketua Komisi VI DPR RI yang bermitra dengan PT PLN yang merupakan BUMN.

5. Pada sekitar bulan Februari 2017, terdakwa juga pernah menerima uang sejumlah Rp300 juta bertempat di Plaza Senayan Jakarta dan pada tahun 2018 terdakwa menerima uang Rp300 juta bertempat di salah satu restoran yang terletak di Cilandak Town Square Jakarta, dalam kedudukan terdakwa selaku wakil ketua Komisi VI DPR RI yang sedang membahas program pengembangan pasar dari Kementerian Perdagangan untuk Tahun Anggaran 2017.

Atas perbuatan itu, terdakwa didakwa melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved