Sabtu, 4 Oktober 2025

Pemindahan Ibu Kota Negara

Penjelasan BNPB Soal Ancaman Bencana di Ibu Kota Negara Baru

ncaman bencana itu sendiri datang dari perilaku manusianya sendiri. Kalau manusia masuk dan tinggal di wilayah Daerah Aliran Sungai

Editor: Johnson Simanjuntak
Biro Pers / HO via Tribun Kaltim
Profil lokasi ibu kota baru Indonesia, Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulang Bencana (BNPB) menilai lokasi Ibu kota negara baru yang berada di wilayah Kalimantan Timur masuk dalam zona rendah ancaman bencana.

Deputi Bidang Sistem dan Strategi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Wisnu Widjaja menjelaskan, untuk ancaman risiko bencana yang bisa terjadi di antaranya dari hidrometeorologi seperti banjir bersifat dinamis.

Artinya hal itu bisa berkembang apabila terdapat beberapa faktor pendukung seperti tata kelola ruang yang tidak baik, tidak memperhatikan kajian lingkungan dan faktor urbanisasi.

"Ancaman bencana itu sendiri datang dari perilaku manusianya sendiri. Kalau manusia masuk dan tinggal di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) maka akan ada ancaman. Semua itu disebabkan oleh manusia," kata Wisnu, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (30/8/2019).

** Aman Dari Gempa dan Tsunami**

Untuk potensi ancaman gempa dan tsunami, menurut Pakar dan Peneliti Tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko mengatakan bahwa tingkat risiko ancaman bencananya berada pada level rendah hingga sedang.

Baca: Cerita KKN di Desa Penari Viral, Akun SimpleMan Ungkap Penyesalan dan Kesalahannya

Berdasarkan kajian hipotesisnya, potensi risiko dari gempa dan tsunami ini merupakan dampak dari wilayah lain seperti dari Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.

Sedangkan potensi dari tsunami yang disebabkan longsoran bawah laut, Widjo mengatakan ada tiga titik lokasi yang berpotensi di wilayah Selat Makassar dengan potensi kerawanan hanya 4%.

"Misalpun ada (gempa dan tsunami), itu berasal dari wilayah lain seperti Sulawesi dengan tingkatan risiko rendah hingga sedang. Kendati demikian harus disimulasikan melalui pemodelan," Kata Widjo.

 ** Kebakaran Hutan dan Lahan Harus Dipantau**

Menyinggung potensi kebakaran hutan dan lahan, Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Agus Wibowo, tak memungkiri Kalimantan Timur berada pada peringkat ke-5 dengan total luas lahan yang terbakar mencapai 4.430 hektar dari 34 provinsi di Indonesia.

Sedangkan peringkat pertama kasus karhutla adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan total luas 71.712 hektar berdasarkan data per Juli 2019.

"Ini perhatian khusus bagi pemerintah pusat dan tentunya pemerintah daerah. Kaltim ini peringkat ke lima se-Indonesia. Kasus terparah ada di NTT," kata Agus.

Menurut pemantauan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melalui satelit, jumlah titik hotspot yang muncul di beberapa wilayah Kalimantan bukan selalu merupakan kebakaran hutan.

"Hotspot bukan berarti kebakaran hutan dan lahan. Harus dipantau data hotspot selama 3 hari dan dilihat apakah ada tampilan asap di citra satelitnya untuk bisa menyimpulkan apakah itu kebakaran besar atau tidak. El Nino menjadi faktor penyebab meluasnya hotspot yang seperti terjadi sekarang ini," ujar Indah Prasasti, Peneliti Penginderaan Jauh LAPAN.

Dari hasil pertemuan Tim Intelijen Bencana, disimpulkan potensi ancaman bencana di Kalimantan Timur ini berada pada level rendah hingga sedang.

"Perilaku manusia harus diatur untuk keberlangsungan masa depan. Ibu Kota Negara yang baru Kalimantan Timur kanvasnya sudah bagus, tinggal bagaimana kita mengatur dan mengelola tata ruangnya," ujar Wisnu.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved