Minggu, 5 Oktober 2025

Pemindahan Ibu Kota Negara

Ikuti Jokowi, Ridwan Kamil Juga Mau Pindahkan Ibu Kota Jawa Barat, 3 Lokasi Alternatif Disiapkan

Sementara wilayah Rebana (Cirebon, Patimban, Majalengka) saat ini merupakan wilayah pengembangan ekonomi baru Jabar.

Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kiri) saat mengikuti potong rambut massal di area wisata Situ Bagendit, Garut, Jawa Barat, Sabtu (19/1/2019). Presiden Joko Widodo cukur rambut bersama puluhan warga Garut lainnya. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Herlas menuturkan, rencana itu belum bisa masuk dalam revisi RTRW lantaran sampai saat ini belum ada pembahasan mendalam soal rencana tersebut.

“Karena kajiannya kan belum ada, karena itu kami mendorong Pemprov membuat kajian,” tuturnya.

Dampak pemindahan ibu kota Jabar

Herlas membenarkan jika tiga lokasi itu yang diusulkan sebagai ibu kota baru Jabar. Dari tiga lokasi itu, pihaknya menilai ada dampak positif negatif.

Misalnya Tegalluar, meski dekat dari Kota Bandung namun daerahnya cenderung rawan banjir dan pergerakan tanah. Sementara Walini sebagian masuk dalam patahan Lembang.

"Di Kertajati (Majalengka) memang relatif tidak rawan bencana tapi apa dasarnya menetapkan di sana kan butuh kajian," katanya.

"Mana yang mau dipilih itu nanti berdasar kajian, karena itu kita minta dan tidak kita cantumkan dalam RTRW."

Temui Jokowi

Sebelumnya diberitakan,  Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memberikan masukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur.

Hal tersebut disampaikan Kang Emil sapaan Ridwan Kamil dalam posisi sebagai anak bangsa, di sela-sela pembicaraannya dengan Presiden Jokowi terkait pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia di Provinsi Jawa Barat.

"Saya melaporkan penerjemahan konsep pembangunan sumber daya manusia, kami mau ada revitalisasi SMK, revitalisasi 4.0 di Jawa Baratr. Itu juga meminta ada atensi khusus Pak Presiden agar Jabar didukung maksimal. Kedua, memberi masukan soal ibu kota," ujar Kang Emil di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/8/2019).

Baca: Hampir 10 Ribu STNK Terancam Diblokir Karena Tak Lakukan Pembayaran Denda E-Tilang

Menurutnya, tanah 180 ribu hektare untuk pembangunan ibu kota baru, berdasarkan pengalamannya sebagai dosen perkotaan maka dapat menghasilkan sebuah kota yang terlalu luas dan terlalu berorientasi terhadap kendaraan bermotor. 

"Harus dikaji ulang. Karena di masa depan kota futuristik itu kota yang jalan kaki. Kantor, rumah, sekolah harus berdekatan. Kalau kepepet baru (naik) transportasi umum, terakhir baru mobil," ujar Kang Emil. 

Baca: Masih Terjadi Baku tembak, 1 Prajurit TNI Tewas di Tanah Papua, Kena Panah & Senjata Hilang

"Jaangan dibalik. Jangan mendesain ibu kota baru yang mayoritas untuk mobil, untuk bangunan, tapi kemanusiaan, humanistiknya tidak maksimal," sambung Kang Emil. 

Kang Emil berpendapat, luas ibu kota baru nantinya cukup 17 ribu haktare seperti yang dilakukan Amerika Serikat dalam membangun ibu kotanya di Washington DC. 

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved