Kasus Suap di Bekasi
Diperiksa KPK 5 Jam Terkait Korupsi Meikarta, Deddy Mizwar Pilek
Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar merampungkan pemeriksaannya di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (23/8/2019) sore.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar merampungkan pemeriksaannya di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (23/8/2019) sore.
Pantauan Tribunnews.com, Deddy Mizwar keluar dari kantor lembaga antirasuah pada pukul 15.38 WIB.
Deddy Nizwar berada di dalam gedung KPK selama 5 jam.
Deddy Mizwar diketahui diperiksa penyidik KPK dalam penyidikan kasus suap perizinan proyek Meikarta.
Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa.
Baca: Calon Pengantin di Aceh Gantung Diri, Lia Tak Pernah Panggil Mama hingga Misteri Selendang Merah
Baca: Tamu Resepsi Nikah Minta Foto Bareng, Hotman Paris Beri Bonus Pelukan, Ekspresi Wanita Jadi Sorotan
Baca: UPDATE Babak Pertama Barito Putera vs Persipura Jayapura Liga 1 2019, Tim Tamu Unggul 0-1
Kepada awak media, Deddy mengaku dicecar penyidik KPK terkait hasil rapat di Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Jawa Barat.
"Jadi ada keputusan-keputusan BKPRD yang dikaji kembali, ditanyakan kembali, dan beberapa surat yang saya juga baru tahu ya, konfirmasi tentang hal-hal tersebut," ucap Deddy di lobi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/8/2019).

"Surat apa?" tanya pewarta lebih jauh.
"Ya nanti lah itu," jawab Deddy.
Deddy juga mengaku ditanyai penyidik soal rancangan peraturan daerah (Raperda) tata ruang dari Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk proyek pembangunan Meikarta.
"Ya pasti Raperda ya. Karena kan Pak Iwa kan salah satunya tentang itu," tuturnya.
Namun Deddy tak mau bicara soal Raperda lebih jauh.
Katanya, penyidik KPK lebih menitikberatkan kepada hasil rapat BKPRD yang dipimpinnya.
"Enggak tahu, saya enggak pernah tahu. Makanya diminta keterangan tentang BKPRD yang saya pimpin," kata Deddy.
Baca: Evakuasi Penumpang KM Santika Nusantara Pakai Kapal Terdekat di Lokasi, Sebagian Dievakuasi Nelayan
Baca: Hasil Barito Putera Vs Persipura: Blunder, Tuan Rumah Kebobolan Duluan, Akses Live Streaming di Sini
Pewarta pun menanyakan apakah Deddy membawa berkas hasil rapat BKPRD ke KPK.
Tapi dia malah berseloroh hanya membawa tisu karena sedang menderita penyakit pilek.
"Enggak ada, enggak bawa apa-apa, cuma bawa tisu, pilek," selorohnya.
Aktor kawakan Indonesia itu menyebut tidak ditanya soal adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus Meikarta.
Deddy juga mengaku tidak kenal dengan Bartholomeus Toto, mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang yang juga tersangka dalam kasus ini.
"Enggak, enggak kenal, cuma Pak Iwa. Enggak kenal, enggak kenal, baru dikasih tahu sama Pak Toto, saya enggak tahu," ucapnya.
"Kasih keterangan soal pihak-pihak yang ikut terima suap?" konfirmasi pewarta lebih jauh.
"Enggak, enggak ada. Cuma menggali tentang rapat-rapat BKPRD dengan keputusan-keputusannya, jalannya rapat, apa saja yang dibahas dirapat tersebut ya," Deddy menjelaskan.

"Kalau hasil rapat rata-rata sama. Tetapi setelah dari rapat-rapat tadi, ada surat-surat apa lagi ya itu yang tadi konfirmasinya. Saya juga enggak tahu sampai sejauh mana kebenarannya itu. Banti lah disidang lah kita lihat, mungkin juga saya diundang lagi disidang. Jalan-jalan lagi ke Bandung. Makasih ya," ucap Deddy seraya meninggalkan Gedung Merah Putih KPK.
Sekadar informasi, BKPRD Jawa Barat memberikan rekomendasi lahan yang dapat digunakan proyek Meikarta seluas 84,6 hektare, pada akhir Desember 2017.
Rekomendasi lahan yang diberikan Pemerintah Provinsi Jawa Barat ini diperuntukan guna membangun proyek Meikarta seluas 500 hektare. Deddy menjabat sebagai Kepala BKPRD kala itu.
Diketahui dalam kasus suap Meikarta ini, KPK menetapkan Iwa Karniwa sebagai tersangka kasus suap pengurusan izin Meikarta, dalam hal ini Iwa berperan untuk memuluskan pengurusan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi (RDTR). RDTR sendiri penting untuk membangun proyek Meikarta.
Raperda RDTR Kabupaten Bekasi itu disetujui oleh DPRD Bekasi dan dikirim ke Provinsi Jawa Barat untuk dilakukan pembahasan.
Namun, pembahasan Raperda tingkat provinsi itu mandek. Raperda itu tidak segera dibahas oleh BKPRD, sedangkan dokumen pendukung sudah diberikan.
Baca: Dua Produk Sasa Berhasil Sabet Top Brand 2019
Untuk mengurus RDTR itu, Iwa diduga menerima uang senilai Rp900 juta dari mantan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili.
Uang dari Neneng itu sampai ke tangan Iwa melalui sejumlah perantara seperti legislator Kabupaten Bekasi Soleman dan Anggota DPRD Jawa Barat Waras Waras Wasisto.
Atas perbuatannya Iwa disangkakan melanggar pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain Iwa, KPK juga menetapkan mantan Presdir Lippo Cikarang Bartholomeus Toto sebagai tersangka. Toto diduga berperan sebagai penyuap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin untuk memuluskan pengurusan izin pembangunan proyek Meikarta.
Toto disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.