Rusuh di Papua
Natalius Pigai: Tak Relevan Akses Internet Dibatasi Saat Ricuh Terjadi di Papua
Aktivis Papua Natalius Pigai menilai upaya pelambatan akses internet yang dilakukan Kemenkominfo di Papua tidak relevan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Papua yang juga mantan Kimisioner Komnas HAM Natalius Pigai menilai upaya pelambatan akses internet yang dilakukan Kemenkominfo di Papua tidak relevan.
Pelambatan akses internet tersebut dinilai Pigai merugikan semua pihak dan tidak menyelesaikan masalah.
Pigai paham betul bahwa pengguna internet dan media sosial di Papua tidak lebih dari 10 persen.
"Hampir 60 tahun masyarakat Papua melakukan perlawanan ke Jakarta kan dengan cara manual. Karena itu, mereka bisa mengorganize atau mereka bisa hadir di titik kumpul untuk mengekspresikan apa pun dengan cara-cara manual," kata Pigai kepada Tribunnews, Kamis (22/8/2019).
Kenyatannya, saat akses internet dilambatkan, Pigai melihat pergerakan massa di Manokwari pada dua hari terakhir, justru berpindah ke Fakfak.
Baca: Gus Dur Dianggap Presiden yang Paling Mengerti Papua, Aktivis Beberkan Sejumlah Alasan Berikut
Baca: Gibran Putra Jokowi Ajak Berteman Seorang Gadis Lewat Kalimat Manis, Berawal dari Kisah di Twitter
Baca: Disebut Tidak Serius Soal Pemindahan Ibu Kota, Kepala Bappenas: 2020 Baru Persiapan
Baca: LBH Papua: Kehadiran Aparat Keamanan di Papua Belum Tentu Selesaikan Masalah
Pigai juga mengatakan di Nabire juga sedang bergejolak.
"Ketika media sosialnya masih aktif, di Fakfak dan Jayapura masih bisa terkendali. Begitu internet dilambatkan, Sorong Selatan kan aparatnya sampai dikejar pontang-panting," lanjutnya.
Masyarakat Papua terbiasa dengan komunikasi secara verbal, dan sebagaimana pesan yang mengibaratkan orang Papua sebagai primata sudab membahana di seluruh individu Papua.
"Jadi tinggal sekali kode saja, itu orang-orang sudah terkumpul langsung. Maka, janganlah treatment yang dilakukan di Jakarta dengan mematikan atau melambatkan internet juga dilakukan di Papua dan bisa selesai begitu. Ini wilayah yang setiap harinya menggunakan instrumen verbal dan manual," pungkas Pigai.
Seperti diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) diketahui melakukan pemblokiran sementara layanan data telekomunikasi di Papua, sejak Rabu (21/8/2019) kemarin.
Menanggapi hal itu, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan apa yang dilakukan Kemenkominfo tak lepas dari pertimbangan untuk menangkal berita hoaks yang disalurkan melalui medsos.
Baca: CEK DATA: Klaim Valentino Rossi atas Rasa Cintanya pada SIrkuit Silverstone
"Itu merupakan sebuah strategi dari Kominfo, bagaimana juga turut bersama dengan stakeholder lain menjaga keamanan," ujar Asep, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (22/8/2019).
Ia menyebut pembatasan layanan data ini juga belajar dari penanganan saat aksi 21-22 Mei lalu yang turut berbuntut kerusuhan massa.
Menurutnya, pembatasan layanan data bisa memberi jaminan keamanan kepada masyarakat. Khususnya agar tidak ada lagi orang-orang yang memiliki niat tidak baik, seperti menyebarkan berita-berita hoaks.
Mantan Kapolres Bekasi Kota itu menuturkan strategi itubadalah salah satu manajemen komunikasi yang dikelola Kemenkominfo bersama aparat penegak hukum untuk membantu menciptakan situasi kondisi yang baik di Papua.
"Intinya, semua melakukan semua ini secara paralel tetapi bersinergi, saling membangun, saling membantu, yang tujuannya betul-betul menciptakan situasi yang aman dan kondusif di sana," pungkasnya.
Tindak tegas
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk segera menindak tegas pelaku rasisme kepada mahasiswa asal Papua di asrama Surabaya, Jawa Timur, beberapa lalu.
"Saya juga telah memerintahkan Kapolri untuk menindak secara hukum, tindakan diskriminasi ras dan etnis yang rasis secara tegas," ujar Jokowi di Istana Bogor, Kamis (22/8/2019).
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Tito Karnavian menindak tegas aparanya yang diduga melakukan rasisme.
Baca: Haji Pasangan Suami Istri asal Madura Ditinggal di Jeddah
Baca: Samsung akan Optimalkan Kue Pasar Ponsel Black Market yang Hilang
Baca: ABG Berusia 15 Tahun asal Musirawas Jadi Korban Persetubuhan, Begini Kejadiannya
Baca: Syuting Film Rumah Kentang, Luna Maya Totalitas Syuting di Tengah Kebun
"Presiden kemarin juga sudah menyampaikan kepada Panglima TNI (dan Kapolri), kalau memang ada aparatnya yang nyata-nyata melakukan hal seperti itu (rasis), tindak, enggak ada alasan," ujar Moeldoko di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Menurutnya, permintaan Jokowi tersebut disampaikan secara langsung ke Panglima TNI tadi malam, setelah mendarat di Jakarta usai kunjungan kerja dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Presiden langsung mengumpulkan Panglima TNI, Kapolri, dan Menko Polhukam untuk membicarakan di antaranya persoalan itu (kerusuhan Papua akibat dugaan rasisme)," ucap Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu menilai gejolak di Papua dan Papua Barat memang terjadi dari dugaan rasial kelompok masyarakat dan aparat kepada mahasiswa asal Bumi Cendrawasih itu.
"Ini enggak boleh terjadi (aparat rasialis). Siapa pun enggak boleh terjadi, apalagi selaku, walaupun itu oknum ya, jelas-jelas oknum yang tidak memahami situasi lingkungan yang begitu dinamis," paparnya.
Berharap tak terulang
Tokoh agama Kabupaten Manokwari Pdt Johanes Mamoribo berharap kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat, khususnya Kabupaten Manokwari tak terulang lagi.
"Kejadian kemarin kami sangat sesalkan dan berharap ke depan tak pernah terulang lagi," kata Johanes usai bertemu Menkopolhukam, Panglima TNI, dan Kapolri, di Swiss-Belhotel, Manokwari, Kamis (22/8/2019).
Menurut Johanes, apa yang disampaikan Menkopolhukam dalam pertemuan tersebut sudah sangat jelas bagi seluruh masyarakat Papua.
Baca: Kontroversi? Deretan Pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe Soal Rusuh di Papua Tuai Tanggapan
Baca: Gaya Traveling Orang Indonesia, Kamu Masuk yang Mana Nih?
Baca: Kota Bogor Akan Gelar Deklarasi Serentak Kelurahan Bebas Narkoba
Baca: Pria 55 Tahun Asal Sumatera Utara Tega Aniaya Kekasihnya: Cemburu Sering Dikunjungi Pria Lain
"Kejadian seperti ini datangnya dari oknum. Kita berharap di sini sebagai masyarakat Papua, khususnya dari pihak Gereja, bahwa apa yang datang dari oknum harus dikaji dan dipilah dengan baik," katanya.
Ia juga meyakini, aparat kepolisian dapat menangkap dan menindak para oknum yang menjadi penyebb kerusuhan di sejumlah daerah di Papua.
"Kita percaya aparat dapat menangani oknum ini. Kunjungan Menkopolhukam bersama Kapolri dan Panglima TNI, kita percaya situasi dapat dipulihkan kembali sehingga ada kepercayaan masyarakat Papua ke pemimpin negara," harapnya.

Ia juga berpesan ke masyarakat Papua, agar tak mudah terpancing dan terprovokasi oleh oknum, yang berujung ke tindakan pengeruskan.
"Kalau memang ada aspirasi silahkan sampaikan secara bermartabat, tenang dan damai, sehingga itu juga bisa diterima pemerintah. Jangan secara anarkis dan brutal, sampaikan bermartabat, karena kita orang bermartabat," tutup Johanes. (tribun-timur.com)
Kami sayang Papua
Seorang tokoh masyarakat Manokwari meluapkan kesedihannya saat bertemu dengan Menkopolhukam, Panglima TNI, dan Kapolri, di Swiss-Belhotel Manokwari, Kamis (22/8/2019).
Tokoh masyarakat bernama George C Auparay ini awalnya diberi kesempatan untuk bertanya dan diskusi usai Menkopolhukam Wiranto berbicara.
George langsung meluapkan kesedihan dan emosinya mengingat tindakan penghinaan yang diterima warga Papua.
"Kami ini sudah sepakat bahwa kita semua satu bangsa, tapi mengapa kami diperlakukan begini. Kalau begini kami menyesal berada di negara model begini, dimana kami tak diakui sebagai bangsa, sebagai anak bangsa Indonesia," kata George.
Menurutnya, permintaan maaf tidaklah cukup untuk mengobati rasa sakit yang dirasakan masyarakat Papua.
Menurutnya harus ada tindakan nyata agar kejadian tak berulang.
Baca: Big Hit Terpaksa Ubah Nama Fans Club TXT Usai Dituduh Jiplak Julukan Penggemar Tiffany Young
Baca: Sanksi Hariono Ditambahi Komdis PSSI, Pelatih Persib: Bingungkan Sepak Bola
Baca: Jokowi: Alhamdulilah Situasi di Tanah Papua Sudah Normal
Baca: Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur, Pemerintah Perlu Waspadai Spekulan Tanah
"Kami sedih, susah menatap masa depan kami dengan perlakuan begini. Minta maaf adalah hal biasa, Natal, Idulfitri bisa kita lakukan, tapi soal penghinaan suatu suku bangsa ini sangat luar biasa, kami tidak terima," tegasnya.
"Kemarin saya sempat tulis dua gubernur menghadap presiden minta Papua keluar NKRI. Maksudnya apa, agar ini tidak terulang lagi, hari ini minta maaf, besok terulang lagi. Kalau perlu buat kepres atau UU, kalau ada yang berkata rasis ke orang Papua, kami keluar dari NKRI," kata dia dengan nada tegas.
Mendengar curahan hati George, Wiranto langsung meluruskan bahwa penghinaan yang diterima warga Papua dilakukan oknum tertentu.
Baca: Bertentangan dengan MA, Stiker Bagi Taksi Online Temui Jalan Buntu
"Kita paham emosi itu, tapi kami juga ingin meluruskan bahwa cercaan dan hinaan bukaan dari pemerintah, itu dari oknum. Tidak hanya Papua yang dihina, kami pun, bahkan presiden kita bertahun-tahun dicerca. Jaman kebebasan seeperti ini orang ngomomg senaknya, tapi sekali lagi itu oknum," tegas Wiranto.
Wiranto juga mengungkapkan, pemerintah Indonesia tak pernah menganaktirikan Papua, bahkan Papua dianggap sebagai kesayangan pemerintah.
"Kalau pemerintah, kita bersyukur bahwa ada kebijakan presiden yang ingin memacu pembangunan di Papua dan Papua Barat agar berakselerasi supaya bisa seimbang dengan provinsi lain. ABPN yang digelontorkan ke Papua itu beberapa kali lipat dibanding yang ke provinsi lain, itu betul. Pemerintah sayang ke Papua dan masyarakatanya, jika tidak, tak mungkin presiden sering kunjungan ke sini dan gelontorkan dana besar," ujarnya.
Wiranto berharap, masyarakat Papua tidak menganggap penghinaan yang dilakukan oknum, sebagai penghinaan dari suku bangsa lain di Indonesia.
"Mari kita pisahkan oknum kurang ajar itu, tentu nanti akan ada tindakan hukum, tapi jangan kemudian digeneralisir bahwa ini adalah tindakan pemerintah ke Papua. Harapannya nanti jangan ada lagi saling mencerca dan menghina," pesannya. (tribun-timur.com)