Kamis, 2 Oktober 2025

Politisi Senayan Ditangkap KPK

Terdakwa Bowo Sidik Tidak Ajukan Eksepsi

Setelah berkonsultasi dengan tim penasihat hukum, Bowo Sidik menyatakan tidak mengajukan eksepsi.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Tersangka kasus dugaan suap distribusi pupuk, Bowo Sidik Pangarso usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/4/2019). Bowo Sidik menjalani pemeriksaan lanjutan dalam kasus dugaan suap pelaksanaan kerja sama bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dan penerimaan lain terkait jabatan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Uang itu diterima secara langsung oleh Bowo atau melalui orang kepercayaannya, M Indung Adriani. Padahal, dalam UU, penyelenggara negara dilarang untuk menerima apapun dari pihak manapun.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata dia.

Selain itu, JPU pada KPK mendakwa anggota Komisi VI DPR RI, Bowo Sidik Pangarso, menerima uang sebesar Rp 300 juta.

Upaya pemberian suap tersebut berkaitan dengan kepentingan PT Ardila Insan Sejahtera (AIS). Uang ratusan juta itu diberikan oleh Lamidi Jimat sebagai Direktur Utama PT AIS.

JPU pada KPK menyebutkan Bowo berperan membantu PT. AIS menagihkan pembayaran utang ke PT Djakarta Lloyd dan agar PT. AIS mendapatkan pekerjaan penyediaan BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis MFO (Marine Fuel Oil) kapal-kapal PT Djakarta Lloyd (Persero).

Upaya pemberian uang itu berawal dari Lamidi Jimat meminta bantuan Bowo terkait adanya permasalahan pembayaran utang yang belum diselesaikan oleh PT Djakarta Lloyd kepada PT AIS dengan nilai Rp 2 Miliar. Atas penyampaian tersebut, terdakwa mengatakan akan mengatur pertemuan dengan Direktur Utama PT Djakarta Lloyd.

Baca: Habib Bahar bin Smith Dikabarkan Dianiaya di Lapas Cibinong, Kemenkumham: Hoaks

Atas arahan terdakwa, Lamidi Jimat menyerahkan data-data tagihan atau invoice PT. AIS dengan PT Djakarta Lloyd dan uang sejumlah Rp 50 juta kepada terdakwa yang diterima terdakwa melalui sopir terdakwa, sebagai uang perkenalan dari Lamidi Jimat untuk terdakwa.

Pada 24 September 2018, terdakwa bertemu dengan Lamidi Jimat untuk menerima uang Rp 50 juta yang kemudian mengatakan akan memberikan lagi jika sudah ada pencairan tagihan/invoice dari PT Djakarta Lloyd. Selanjutnya, terdakwa menggunakan uang pemberian tersebut untuk kepentingan pencalegan terdakwa di dapil Jawa Tengah II.

Bahwa setelah PT AIS mendapatkan beberapa kali pekerjaan penyediaan BBM jenis MFO (Marine Fuel Oil) untuk kapalkapal PT Djakarta Lloyd, maka selanjutnya terdakwa menerima uang secara bertahap.

Selain itu, JPU pada KPK menyebutkan anggota Komisi VI DPR RI fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso, menerima gratifikasi senilai total 700 ribu dollar Singapura dan Rp 600 juta.

Salah satu bentuk gratifikasi itu diterima pada sekitar 2016. Terdakwa menerima uang tunai sejumlah SGD 50.000, pada saat mengikuti acara Munas Partai Golkar di Denpasar, Bali untuk pemilihan ketua umum Partai Golkar Periode tahun 2016-2019.

Kiki Ahmad Yani, JPU pada KPK mengungkapkan penerimaan gratifikasi berupa uang itu tidak pernah dilaporkan terdakwa kepada KPK selama tenggang waktu 30 hari kerja sejak diterima.

"Sebagaimana dipersyaratkan undang-undang sehingga sudah seharusnya dianggap sebagai pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku wakil ketua sekaligus anggota Komisi VI DPR-RI dan selaku anggota Badan Anggaran DPR RI," ungkap Kiki, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (14/8/2019).

Berikut rincian gratifikasi yang diterima Bowo Sidik Pangarso:

1. Pada sekitar awal 2016, terdakwa menerima uang sejumlah SGD250,000.00 dalam jabatan terdakwa selaku anggota Badan Anggaran DPR RI yang mengusulkan Kabupaten Kepulauan Meranti mendapatkan DAK fisik APBN 2016.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved