KPK Imbau Parpol Tak Calonkan Mantan Koruptor, PPP: UU Tak Melarang
Achmad Baidowi PPP menegaskan selama hak politik tidak dicabut oleh pengadilan, maka tokoh tersebut tetap punya hak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menanggapi imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar pada Pilkada 2020, partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah mantan koruptor.
Wakil Sekjen PPP Achmad Baidowi PPP menegaskan selama hak politik tidak dicabut oleh pengadilan, maka tokoh tersebut tetap punya hak untuk dicalonkan menjadi Kepala Daerah.
"Selama hak politik tidak dicabut oleh pengadilan, maka yang bersangkutan tetap punya hak. Dulu ada batasan jeda 5 tahun tapi oleh MK dibatalkan," tegas anggota Komisi II DPR RI ini kepada Tribunnews.com, Minggu (28/7/2019).
Karena itu Achmad Baidowi mengingatkan bahwa pencalonan pilkada itu tunduk pada UU 10/2016 tentang Pilkada pasal 7 huruf (g) "tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana".
Artinya memang tak ada larangan bagi mantan napi maju pilkada asalkan jujur mengemukakan kepada publik. Jadi basisnya UU.
Apalagi, tegasnya, faktanya banyak mantan napi terpilih dalam pilkada dan tidak bermasalah.
Artinya hanya kasuistik terjadi terhadap Bupati Kudus Muhammad Tamzil.
Selain itu dalam pilkada ada faktor yang harus dipertimbangkan, kapasitas, integritas dan elektabilitas.
"Itu hal yang perlu ditelusuri oleh KPK apakah penyebabnya? Apakah karena cost politik yang tinggi? Kalau itu harus ada perbaikan bahkan perubahan sistem pilkada," tegasnya.
Jangan Calonkan Koruptor
Penangkapan Bupati Kudus Muhammad Tamzil membuat Komisi Pemberantasan Korupsi memberi peringatan kepada partai politik untuk tak memilih bekas terpidana korupsi jadi calon kepala daerah.
Tamzil sebelumnya ditangkap KPK dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan.

"KPK kembali mengingatkan agar pada Pilkada 2020, partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di kantornya, Sabtu (27/7/2019).
KPK menangkap Tamzil dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Jumat, 26 Juli 2019.
KPK menyangka politikus Hanura itu menerima Rp 250 juta dari pelaksana tugas Sekretaris Daerah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus, Akhmad Sofyan.
Suap yang diberikan melalui staf khususnya, Agus Soeranto itu diduga agar Sofyan dapat menduduki jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.