Sejumlah Partai Pendukung Prabowo Coba Merapat, PDIP: Kita Menghindari Terjadinya Obesitas Kekuasaan
Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira menyatakan saat ini tak perlu ada tambahan partai untuk bergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira menyatakan saat ini tak perlu ada tambahan partai untuk bergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
Hal itu dilakukan guna menghindari banyaknya partai yang ingin berada dalam pemerintahan Jokowi jilid II.
Menurut Andreas Hugo Pareira, jika terlalu banyak partai politik dalam pemerintahan akan menjadi tidak efektif.
"Saya kira kekuasaan itu kalau terlalu gemuk itu justru menjadi tidak lincah. Ya, kita menghindari terjadinya obesitas kekuasaan. Sehingga saya rasa dengan koalisi yang ada tentu sudah efektif di pemerintahan ke depan," ucap Andreas Hugo Pareira di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Selain itu, ia mengatakan pemerintah membutuhkan partai oposisi untuk menjalankan fungsi check and balances.
Baca: Jusuf Kalla Minta Mendagri Selektif Beri Izin Kepala Daerah ke Luar Negeri
Baca: Pelaku Pencurian Bermodus Congkel Mobil Ini Hanya Butuh 3 Menit, Hanya Incar Mobil Merek Honda
Baca: Perkuat Ketahanan Energi, Waskita Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Baca: Curiga Lihat Mobil Goyang, Satpol PP Kota Kupang Temukan Siswi SMP dan Mahasiswa Sedang Lakukan Ini
Dengan demikian, ia menegaskan parpol koalisi pemerintahan sudah sangat cukup dan tak perlu ditambah.
"Dengan koalisi yang ada itu sebenarnya dukungan untuk pemerintah sudah sangat cukup. Dengan kurang lebih 60 persen itu sudah sangat cukup dan saya kira kita menjaga sih, sehingga tetap ada mekanisme di dalam politik yang demokratis di mana kita butuh juga ada kekuatan politik lain di luar pemerintahan untuk menjaga check and balances," katanya.
Ia mengungkapkan ada upaya dari sejumlah parpol pendukung Prabowo Subianto yang menjalin komunikasi dengan partai koalisi Jokowi.
Namun, Andreas menilai partai-partai itu hingga kini cenderung berada di luar pemerintahan.
"Saya kira selama ini upaya-upaya seperti itu mungkin ada, tapi secara jelas juga mereka, saya kira teman-teman Gerindra kebanyakan lebih suka ada di luar," ujarnya.
Amien Rais minta PAN tidak gabung
Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais yakin Presiden Joko Widodo sangat paham bahwa pemerintahan yang baik memerlukan kontrol yang kuat di DPR.
"Pak Jokowi itu 'mudeng' demokrasi," ujar Amien ketika ditemui di Kantor DPP PAN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019).
Artinya, Presiden Jokowi diyakini menghendaki adanya oposisi sebagai kekuatan penyeimbang pemerintahan.
Amien pun mendorong PAN untuk tetap konsisten berada di luar pemerintahan serta tidak balik badan bergabung ke partai politik koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

"Sama, (PAN) jangan sampai bergabung (ke koalisi pendukung pemerintah)," ujar Amien.
Akan aneh apabila partai-partai politik yang selama tahapan Pemilu 2019 mengkritik petahana, namun tiba-tiba mendukung pemerintah.
Ia menekankan, berada di oposisi bukanlah hal yang negatif bagi perkembangan demokrasi di Tanah Air.
"Demokrasi itu ada mekanisme check and balance. Jadi eksekutif melangkah dengan macam-macam langkah eksekutifnya itu, itu lantas yang check and balance namanya parlemen," ujar Amien.
"Nah kalau parlemen sebagian besar sudah jadi tukang cap stampel atau juru bicaranya eksekutif itu artinya lonceng kematian bagi demokrasi," lanjut dia.
Dia juga meminta semua pihak memberikan kesempatan kepada presiden terpilih Joko Widodo dan wakil presiden terpilih Ma'ruf Amin selama lima tahun ke depan.
Namun, ia juga meminta masyarakat mengawasi jalannya pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Karena itu, ia mengingatkan partai-partai pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak perlu berebut kursi menteri.
"Soal kekuasaan berikan kepercayaan dan kesempatan yang utuh ke Jokowi dan Ma'ruf Amin dengan menterinya. Nanti lima tahun kita awasi," ujar Amien.
"Dan itulah imbas demokrasi. Kalau itu (pembentukan koalisi pemerintahan) terjadi, kita enggak usah ada seperti gempa bumi," kata Amien.
Karena itu, Amien mengatakan, pembentukan koalisi pemerintahan jangan dijadikan dasar untuk rekonsiliasi seusai Pilpres 2019.
Amien menyatakan semestinya rekonsiliasi dilakukan tanpa ada iming-iming jatah kursi menteri.
Sebab, kata Amien, partai oposisi tetap dibutuhkan dalam negara demokrasi. Jika semua partai di parlemen mendukung pemerintah, tak akan ada kritik untuk menjaga kualitas kebijakan.
Ia juga meminta konflik seusai pilpres jangan dijadikan alasan adanya pembagian jatah menteri dalam rekonsiliasi.
"Saya ingin katakan, kita sikapi sesuatu yang amat sangat kecillah. Masalah ini (konflik seusai pilpres) jangan dibesar-besarkan. Kemudian seolah akan pecah, akan ada huru-hara. Itu jauh dari kamus bangsa Indonesia," tutur Amien.
"Kita sudah mengalami berkali-kali lebih dahsyat pun. Ini (konflik usai pilpres) ecek-eceklah. Ada 1948 di Madiun, ada 1965 PKI. Ini (pilpres) cuma enteng saja. Ini enteng saja enggak usah dibesar-besarkan," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Amien Rais: Jokowi Itu Mudeng Demokrasi"