Sabtu, 4 Oktober 2025

Baiq Nurul Tunggu Keputusan Jokowi Berikan Amnesti

Salah satu pertimbangan tidak segera melakukan eksekusi atas putusan itu adalah menunggu Presiden Joko Widodo mengeluarkan amnesti bagi Baiq Nuril

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS/RIZAL BOMANTANA
Jaksa Agung RI HM Prasetyo 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung RI HM Prasetyo menegaskan, dirinya telah memerintahkan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat agar tidak terburu-buru melakukan eksekusi atas vonis pelanggaran UU ITE yang menimpa mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril.

Prasetyo menyatakan keputusan itu dia ambil sebagai penuntut umum tertinggi di negeri ini.

Ia menegaskan, salah satu pertimbangan untuk tidak segera melakukan eksekusi atas putusan itu adalah menunggu Presiden Joko Widodo mengeluarkan amnesti bagi Baiq Nuril.

Prasetyo memastikan kemungkinan itu dinyatakan langsung oleh Presiden Jokowi.

Baiq Nuril bersama Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram Nyanyu Ernawati - Kompas Ismail Zakaria
Baiq Nuril bersama Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram Nyanyu Ernawati (Kompas Ismail Zakaria (Kompas/Ismail Zakaria)

“Saat saya laporkan kepada Presiden, beliau mengatakan akan mencoba memberikan amnesti,” ungkap Prasetyo kepada awak media usai bertemu dengan Baiq Nuril di Kantor Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jaksel, Jumat (12/7/2019).

Selain pernyataan Presiden tersebut Prasetyo menjelaskan bahwa pihaknya semakin yakin untuk tidak buru-buru melaksanakan ekskusi atas putusan itu setelah menerima 132 surat permohonan penangguhan penahanan bagi Baiq Nuril pagi tadi.

Karena menurutnya selain mencari kebenaran dan keadilan, lembaga peradilan harus mempertimbangkan rasa keadilan yang berkembang di masyarakat.

Baca: Agustus, Berkas Kasus Suap Pengadaan Pesawat Garuda Akan Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor

“Permohonan itu menjadi perhatian kita, tak akan diabaikan, oleh karena itu Baiq Nuril tak perlu merasa takut berlebih,” tegasnya.

Prasetyo menegaskan bahwa keputusan Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq Nuril sebagai angin segar bagi politik kesetaraan gender di Indonesia.

Baca: Pendukung Jokowi Undang Elit Parpol Koalisi Adil Makmur ke Acara Syukuran di Sentul

“Saya kira pertimbangan Presiden untuk memberikan amnesti atas pertimbangan politis, yaitu politik kesetaraan gender yaitu perlindungan bagi hak asasi perempuan,” tegasnya.

“Kita harap kasus Baiq Nuril menjadi pembelajaran bagi kita semua agar tak ada lagi perlakuan yang dianggap tak adil bagi perempuan,” ujarnya. 

Baiq Nuril merupakan mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Dia divonis enam bulan penjara serta denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan karena dinilai melanggar UU ITE.

Baiq merekam pembicaraan Kepala SMAN 7 Mataram, H Muslim dengan dirinya yang juga diduga berisi pelecehan seksual kepada Baiq.

Baiq kemudian menyerahkan rekaman kepada seseorang bernama Imam Mudawin yang kemudian tersebar luas.

Vonis terhadap Baiq Nuril dijatuhkan oleh Mahkamah Agung melalui Majelis Kasasi pada 26 September 2018 dengan menganulir putusan pengadilan tingkat pertama Pengadilan Negeri Mataram yang yang memutuskan Baiq Nuril bebas dari segala tuntutan dan tak bersalah.

Baiq Nuril kemudian mengajukan peninjauan kembali atau PK namun ditolak oleh Mahkamah Agung.

Sebelumnya, Baiq Nuril, mengungkap harapannya usai bertemu dengan Jaksa Agung RI HM Prasetyo, Jumat (12/7/2019).

Dia menyambangi Kejaksaan Agung RI bersama penjamin penangguhan eksekusinya Rieke Diah Pitaloka untuk menyerahkan surat permohonan penangguhan penahanan dari 132 instansi.

Baiq juga berharap amnesti dari Presiden Joko Widodo dapat diberikan saat putrinya mengibarkan bendera Indonesia.

"Tadi ada kepastian dari Kejaksaan Agung untuk tidak ada eksekusi. Jadinya saya bisa nonton anak saya untuk mengibarkan bendera merah putih," ucapnya dengan tersedu-sedu.

"Mudah-mudahan amnesti diberikan saat putri saya mengibarkan bendera merah putih dan kemenangan itu kemenangan untuk Indonesia," kata Baiq seraya mengusap air mata dengan tisu di tangannya.

Sebelumnya diberitakan, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan bahwa sejak awal dirinya memerintahkan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk tidak buru-buru mengeksekusi vonis mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril yang terjerat kasus pelanggaran UU ITE.

Hal itu disampaikan Prasetyo usai bertemu langsung dengan Baiq Nuril di Kantor Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2019).

Dalam pertemuan itu Baiq Nuril didampingi tim hukum dan Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka mengajukan penangguhan penahanan dengan membawa surat permohonan dari 132 entitas.

“Sejak awal saya menyatakan dan memerintahkan kepada Kejaksaan Tinggi NTB untuk tidak buru-buru melakukan eksekusi, apalagi saat ini setelah menerima surat permohonan ini, saya menyatakan eksekusi belum akan dilakukan,” ungkap Prasetyo usai pertemuan.

Prasetyo mengatakan bahwa keputusan untuk belum melakukan eksekusi atas vonis Baiq Nuril setelah mendengar opini-opini tentang perasaan keadilan yang tengah berkembang di masyarakat melihat kasus tersebut.

Ia juga menyatakan akan menunggu perkembangan kasus ini terutama menunggu Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnestinya.

“Selain adanya permohonan dari masyarakat kita juga tahu Pak Presiden memberi perhatian khusus atas kasus ini. Saya tahu persis saat saya melaporkan hal ini beliau menyatakan akan memberikan amnesti,” ungkap Prasetyo.

“Sekali lagi Ibu Baiq Nuril tidak perlu khawatir, tidak perlu merasa ketakutan segera dieksekusi dimasukkan ke penjara, tidak. Kita akan lihat perkembangan selanjutnya, yaitu pengadilan tidak hanya mencari keadilan dan kebenaran tapi juga memperhatikan kemanfaatan dari putusan sebuah kasus,” tegasnya.

Setelah itu Prasetyo menyalami Rieke beserta Baiq Nuril yang berada di samping kanan kirinya. Raut muka Baiq Nuril pun menunjukkan kelegaan atas belum dilaksanakannya eksekusi vonisnya.

“Jadi kita tunggu pertimbangan dari DPR RI karena Presiden harus meminta pertimbangan dari DPR RI. Saya dengar dari Ibu Rieke bahwa DPR RI siap memberikan pertimbangannya,” pungkas Prasetyo.

Seperti diketahui Baiq Nuril yang merupakan mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat divonis enam bulan penjara serta denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan karena dinilai melanggar UU ITE.

Baiq merekam pembicaraan Kepala SMAN 7 Mataram, H Muslim dengan dirinya yang juga diduga berisi pelecehan seksual kepada Baiq. Baiq kemudian menyerahkan rekaman kepada seseorang bernama Imam Mudawin yang kemudian tersebar luas.

Vonis terhadap Baiq Nuril dijatuhkan oleh Mahkamah Agung melalui Majelis Kasasi pada 26 September 2018 dengan menganulir putusan pengadilan tingkat pertama Pengadilan Negeri Mataram yang yang memutuskan Baiq Nuril bebas dari segala tuntutan dan tak bersalah. Baiq Nuril kemudian mengajukan peninjauan kembali atau PK namun ditolak oleh Mahkamah Agung.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved