Menkumham Lebih Prioritaskan Bangun Lapas Over Capacity Ketimbang Lapas Koruptor di Nusakambangan
Menkumham Yasonna Laoly mengatakan pihaknya lebih ingin berkonsentrasi membangun Lapas baru untuk mengatasi Lapas over capacity
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan pihaknya lebih ingin berkonsentrasi membangun Lapas baru untuk mengatasi Lapas over capacity ketimbang membangun Lapas baru untuk narapidana korupsi di Nusakambangan.
Yasonna mengatakan pembangunan Lapas baru untuk menganai permasalahan Lapas over capacity lebih diperlukan saat ini.
"Kalau kita bangun di Nusakambangan uang lagi ya kan. Padahal konsentrasi uang yang kami butuhkan untuk menangani Lapas yang over kapasitas. Kita masih butuh uang banyak untuk membangun Lapas yang over capasitas," ujar Yasonna di kompleks parlemen, gedung DPR RI, Jakarta, Senin (24/6/2019).
Baca: Ketika Ganda Putra Indonesia Jadi Kartu As pada Indonesia Open 2019
Guna mengawasi narapidana, menurut Menkumham yang dibutuhkan saat ini petugas hingga Kalapas menegakan SOP pengawasan, tak melanggar aturan, serta tidak tergiur dengan iming-iming apapun.
"Yang penting bagaimana pengawasan dan SOP itu dilakukan," ungkap Yasonna.
Baca: Wasekjen PAN: Hampir Seluruh Jaringan Partai Ingin Jadi Oposisi
Usulan KPK terkait pemindahan narapidana kasus korupsi ke Nusakambangan, menurutnya kurang tepat.
Ia menilai, hal itu akan menimbulkan masalah baru, karena minimnya pengawasan dan kontrol di pulau sendiri seperti Nusakambangan.
"Kekhawatiran di sana (Nusa Kambangan) lebih berbahaya kenapa?, karena di sana sulit terkontrol di sana pulau sendiri, sedangkan di Sukamiskin wartawan bisa masuk, di pulau itu mana bisa orang masuk, enggak boleh ada pemantauan," jelas dia.
Upaya KPK
Upaya untuk bisa memuluskan rencana pemindahan narapidana kasus korupsi ke Lapas di Nuakambangan masih terus dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Komisi antirasuah ini pun melakukan kajian terkait pertimbangan dalam upaya pemindahan napi koruptor untuk kasus korupsi tipe risiko tinggi atau high risk.
Tipe ini diberlakukan untuk para napi yang berpotensi mengulangi kasus serupa, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Kepala Lapas (Kalapas) Sukamiskin yang menerima suap dari napi koruptor.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku pihaknya telah mengerahkan Tim Litbang untuk melakukan pengecekan secara langsung pada 23 Lapas dan Rutan di sejumlah daerah, termasuk Nusakambangan.
Hal itu untuk mempertimbangkan tingkat pengamanan yang bisa diterapkan pada napi koruptor.
"Dalam kajian ini, Tim Litbang KPK telah mendatangi langsung 23 Lapas dan Rutan di Jakarta, Sumut, Nusakambangan, Semarang, Bali, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara," ujar Febri, kepada wartawan, Selasa (18/6/2019).
Baca: Dul Jaelani Tak Diberi Uang Jajan Ayah Tirinya, Anak Maia Estianty Ini Hormati Prinsip Irwan Mussry
Baca: Meski Dihabisi Amerika, Huawei Nyatanya Bisa Pasang Iklan Spektakuler di Burj Khalifa
Ia mengatakan bahwa khusus untuk Nusakambangan, pihaknya telah melakukan pengecekan terhadap fasilitas keamanan yang ada pada sejumlah lapas di sana.
Mulai dari Lapas Klas I Batu dan Pasir Putih berkategori Super Maximum Security.
Lapas Besi berkategori Maximum Security, hingga lapas Permisan berkategori Medium Security.
"Untuk Lapas Nusakambangan, tim Litbang KPK telah mendatangi Lapas Klas I Batu, Pasir Putih, Besi, Permisan, Nirbaya dan Cilacap," jelas Febri.
Upaya-upaya tersebut, kata Febri, untuk melengkapi kajian KPK terkait rencana pemindahan napi koruptor.
Sehingga upaya yang dilakukan sejauh ini tidak hanya terkait diagnosa analisis dan Focus Group Discussion (FGD) dengan instansi terkait seperti Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) saja.
Namun tim yang diterjunkan KPK benar-benar melakukan pengkajian secara langsung ke lapangan.
"Sehingga selain melakukan diagnosa analisis, review bahan tertulis, FGD dan koordinasi dengan instansi terkait, termasuk Kementerian Hukum dan HAM, tim juga melakukan verifikasi ke lapangan, yaitu langsung ke lapas-lapas yang menjadi objek kajian tersebut," kata Febri.
Menurutnya, upaya pengkajian yang dilakukan KPK semata untuk membantu lembaga terkait, dalam hal ini Kemenkumham dalam merevitalisasi pengelolaan lapas.
"Kegiatan ini dilakukan sebenarnya untuk membantu Kementerian Hukum dan HAM melakukan perbaikan dalam pengelolaan Lapas," jelas Febri.
Karena selama ini, publik banyak melihat fakta bahwa peristiwa seperti napi koruptor yang 'tertangkap kamera' tengah berada di luar lapas sering terjadi.
Bahkan Febri menegaskan KPK juga ingin menghindari terulangnya kasus serupa yang terjadi pada Kalapas Sukamiskin.
"Sebagai bagian dari Pencegahan Korupsi pasca OTT dilakukan terhadap Kalapas Sukamiskin dan berulangnya muncul fakta-fakta narapidana korupsi yang berada di luar lapas," papar Febri.
Oleh karena itu, ia berharap agar Kemenkumham bisa serius dan transparan dalam melakukan revitalisasi.
Termasuk mempertimbangkan secara serius pengajuan permintaan KPK agar napi koruptor ditempatkan di Lapas Nusakambangan berkategori Maximum Security.
"Semestinya pihak Kementerian Hukum dan HAM lebih terbuka dan serius melakukan perbaikan, termasuk rencana pemindahan napi korupsi ke Lapas Nusakambangan tersebut," tandas Febri.
Perlu diketahui, untuk kategori Maximum Security, terdapat Lapas Besi dan Kembang Kuning.
KPK menilai para napi koruptor kasus tertentu bisa ditempatkan di sana.