Minggu, 5 Oktober 2025

Pilpres 2019

Biasanya Koalisi Pemenang Pilpres Akan Diteruskan Jadi Koalisi Pemerintahan

Sedangkan bagi koalisi yang kalah, menurut dia, mereka punya pilihan apakah akan meneruskan koalisi pilpres menjadi koalisi oposisi atau tidak.

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews.com/Rina Ayu
Pakar Politik Djayadi Hanan di kantor DPP PSI Tanah Abang Jakarta Pusat, Sabtu (4/11/2017). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Djayadi Hanan mengatakan biasanya koalisi pemenang pilpres akan diteruskan menjadi koalisi pemerintahan.

Hal itu disampaikan menanggapi Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik yang meminta calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto membubarkan koalisi partai politik pendukungnya masing-masing.

"Tapi bisa saja anggota koalisinya bertambah. Misalnya karena ada anggota koalisi lawan dalam pilpres menyeberang ke kubu pemenang pilpres," ujar Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research Center (SMRC) itu kepada Tribunnews.com, Selasa (11/5/2019).

Sedangkan bagi koalisi yang kalah, menurut dia, mereka punya pilihan apakah akan meneruskan koalisi pilpres menjadi koalisi oposisi atau tidak.

Menurut dia, secara formal pilpres berakhir setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan keputusannya tentang perselisihan hasil pilpres.

"Bagi koalisi prabowo, mungkin membubarkan koalisi belum saatnya karena mereka menganggap pilpres belum selesai," jelasnya.

Elite Demokrat Usul Koalisi 01 dan 02 Dibubarkan

Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik meminta calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto membubarkan koalisi partai politik pendukungnya masing-masing.

Baca: Rapat Paripurna Diwarnai Interupsi Kerusuhan 22 Mei, Ini Maunya

Apa alasannya? Seperti disampaikan Rachland melalui akun Twitter pribadinya, perlu ada upaya untuk tensi politik di tengah masyarakat pasca-Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.

"Sekali lagi, Pak @ jokowi dan Pak @ prabowo, bertindaklah benar. Dalam situasi ini, perhatian utama perlu diberikan pada upaya menurunkan tensi politik darah tinggi di akar rumput," tulis Rachland, Minggu (9/6/2019).

Di sisi lain, meskipun BPN Prabowo-Sandi sedang mengajukan sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun Rachlan menilai proses tersebut tidak melibatkan peran partai.
"Membubarkan koalisi lebih cepat adalah resep yang patut dicoba. Gugatan di MK tak perlu peran partai," ucapnya.

Rachland mengatakan, siapa pun presiden yang terpilih nantinya dapat memilih sendiri calon menteri yang akan duduk di kabinet.

Pemilihan calon menteri, lanjut dia, tidak akan dipengaruhi dengan bubarnya koalisi parpol karena Indonesia menganut sistem presidensial.

"Siapa pun nanti yang setelah sidang MK menjadi Presiden terpilih, dipersilakan memilih sendiri para pembantunya di kabinet," kata Rachland.

"Kenangan Partai mana yang setia dan berguna bagi direksi politik Presiden terpilih tak akan pupus karena koalisi sudah bubar. Begitulah sistem Presidensial," ujarnya.

Sebelum itu Rachland sudah mengusulkan Prabowo segera membubarkan koalisi partai politik pendukungnya.

Adapun parpol pendukung yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Adil dan Makmur yakni, Partai Gerindra, PKS, PAN, Berkarya dan Demokrat.

"Saya usul, Anda (Prabowo) segera bubarkan koalisi dalam pertemuan resmi yang terakhir," ujar Rachlan seperti dikutip dari akun Twitter-nya, @RachlandNashidik, Minggu (9/6/2019).

Menurut Rachland, saat ini Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 telah usai.
Kendati Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo-Sandiaga mengajukan sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun Rachlan menilai proses tersebut tidak melibatkan peran partai.

Oleh sebab itu, kata Rachlan, sebagai pemimpin koalisi Prabowo sebaiknya menggelar pertemuan resmi terakhir untuk membubarkan koalisi.

"Pak @Prabowo, Pemilu sudah usai. Gugatan ke MK adalah gugatan pasangan Capres. Tak melibatkan peran Partai," kata Rachlan.

"Andalah pemimpin koalisi, yang mengajak bergabung. Datang tampak muka, pulang tampak punggung," tutur dia.

Sebelumnya, BPN Prabowo-Sandiaga menolak hasil rekapitulasi nasional yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, pasangan Prabowo-Sandiaga kalah suara dari pasangan calon presiden dan wakil presiden 01, Jokowi-Ma'ruf.

Selisih suara keduanya mencapai 16.594.335. Pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin menang di 21 provinsi.

Sedangkan paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menang di 13 provinsi.
Adapun Jokowi-Ma'ruf unggul dengan 85.036.828 suara atau 55,41 persen. Sementara Prabowo-Sandi mendapatkan 68.442.493 suara (44,59 persen).(*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved