Minggu, 5 Oktober 2025

TRIBUNNEWSWIKI : Douwes Dekker (Multatuli)

Pada tahun 1899, Douwes Dekker meninggalkan Hindia Belanda untuk ikut berperang di Afrika Selatan dalam perang Boer melawan Inggris.

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
zoom-inlihat foto TRIBUNNEWSWIKI : Douwes Dekker (Multatuli)
kebudayaan.kemdikbud.go.id
Setelah lulus dari Gymnasium Koning Willem III, Batavia (sekarang Jakarta), Douwes Dekker mendapat pekerjaan di sebuah kebun kopi di Malang bernama Soember Doeren,

Namun tidak lama, ia berkonflik lagi dengan perusahaannya karena masalah pembagian irigasi antara perkebunan tebu dan para petani yang ada di sekitarnya. Hasilnya, Douwes Dekker dipecat dari perusahaannya.

Tidak lama, sang ibu, Louisa Neumann meninggal dunia yang membuat Douwess Dekker terpuruk.

Pada tahun 1899, Douwes Dekker meninggalkan Hindia Belanda untuk ikut berperang di Afrika Selatan dalam perang Boer melawan Inggris.

Namun nahas, ia berhasil ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.

Di sana, Douwes Dekker bertemu dengan sastrawan asal India. Keduanya banyak berinteraksi, hingga wawasan Douwes Dekker tentang perlakuan pemerintah kolonial kepada pribumi semakin terbuka.

Pulang ke Indonesia pada 1902, Douwes Dekker kemudian bekerja sebagai wartawan di De Locomotief.

Dalam tulisannya, ia sering mengangkat isu-isu soal kelaparan di daerah Indramayu, Jawa Barat. Ia banyak mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial dalam setiap tulisannya.

Kegarangan Douwes Dekker terhadap pemerintah kolonial semakin menjadi ketika ia menjadi staf majalah Bataviaasch Nieuwsblad pada 1907.

Salah satu tulisannya yang paling terkenal adalah “Hoe kan Holland het SpoedigstZijn Kolonien Verliezen?” yang dalam Bahasa Indonesia berarti “Bagaimana Caranya Belanda dapat Kehilangan Koloni-koloninya”.

Tulisan-tulisannya sampai membuat Douwes Dekker menjadi target intelijen pemerintah kolonial saat itu.

Rumahnya saat itu juga kerap dijadikan sebagai tempat berkumpul para aktivis pribumi seperti Sutomo dan Cipto Mangunkusumo.

Banyak juga anggapan bahwa berkat bantuan Douwes Dekker, organisasi modern pertama di Indonesia, Budi Utomo dapat berdiri.

Pada 25 Desember 1912, Douwes Dekker bersama Suwardi dan Cipto Mangunkusumo mendirikan partai politik dengan haluan nasionalis bernama Indische Partij.

Tidak terlalu lama, partai ini menjadi sangat popular di kalangan pribumi Indonesia. Anggotanya juga mencapai lima ribu orang.

Sayangnya pada 1913, Indische Partij dibubarkan oleh pemerintah Belanda. Tidak hanya dibubdarkan, ketiga pendirinya yang tidak lain adalah tiga serangkai Douwes Dekker, Suwardi Suryaningrat, dan dr. Cipto Mangunkusumo akhirnya diasingkan.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved