Minggu, 5 Oktober 2025

Pemilu 2019

Petugas KPPS Ini Meninggal Dunia, Tinggalkan Istri yang Sedang Hamil

Istri korban, Yuni Fanani (32) ditemui di rumahnya hanya bisa meratapi kepergian suaminya tersebut.

SURYA/SUTONO
Yuni Fanani (kiri) membawa pigura isi foto kenangan bersama suami, Sunarko, ketika masih hidup 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2019 di Jombang bernama Sunarko (37) warga Kampung Wersah, Kelurahan Kepanjen, Kecamatan Jombang Kota mengembuskan nafas terakhir setelah sehari sempat dirawat di rumah sakit, Selasa (30/4/2019).

Sunarko yang bertugas sebagai anggota KPPS pada Tempat Pemungutan Suara (TPS) 02 di kelurahannya meninggalkan dua orang anak dan istri yang sedang mengandung anak ketiganya.

Istri korban, Yuni Fanani (32) ditemui di rumahnya hanya bisa meratapi kepergian suaminya tersebut. Yuni (demikian perempuan berjilbab ini biasa disapa) mengaku syok (shock) karena kepergian suaminya begitu mendadak.

"Dia juga hanya satu malam saja dirawat di rumah sakit sebelum akhirnya mengembuskan nafas terakhirnya saat dalam perawatan," kata Yuni lirih.

Baca: Kisah Wanita yang Janjikan Rp 1 Miliar untuk Pria yang Mau Jadi Kekasihnya Namun Berujung Sia-sia

Baca: Setnov Makan di RM Padang RSPAD Gatot Soebroto, Kakanwil Kemenkum HAM Jabar: Saya Salahnya Dimana?

Baca: Bupati Talaud Kebingungan di Kantor KPK

Menurut Yuni, sebelum meninggal dunia, dalam beberapa hari bertugas menjadi KPPS, suaminya kerap mengeluh masuk angin. Puncaknya, pada Senin (29/4) malam Sunarko jatuh pingsan. Sunarko yang pingsan kemudian dilarikan ke RSUD Jombang.

Namun takdir berkata lain. Dia meninggal beberapa jam setelah coba dirawat di rumah sakit. "Selama bertugas di TPS memang sering masuk angin, sampai tadi malam itu dia benar-benar ngedrop dan dibawa ke rumah sakit. Namun nyawanya tak terselamatkan," ujar Yuni.

PAHLAWAN DEMOKRASI - Warga  meletakkan bunga saat aksi dukacita untuk pahlawan demokrasi di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (28/4/2019). Aksi tersebut dilakukan untuk mengenang 270 lebih orang pejuang demokrasi yang terdiri dari petugas KPPS/KPU serta anggota Polri yang gugur saat mengawal proses Pemilu 2019. (Warta Kota/henry lopulalan)
PAHLAWAN DEMOKRASI - Warga meletakkan bunga saat aksi dukacita untuk pahlawan demokrasi di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (28/4/2019). Aksi tersebut dilakukan untuk mengenang 270 lebih orang pejuang demokrasi yang terdiri dari petugas KPPS/KPU serta anggota Polri yang gugur saat mengawal proses Pemilu 2019. (Warta Kota/henry lopulalan) (Wartakota/henry lopulalan)

Sepanjang yang diketahuinya, selama bertugas sebagai anggota KPPS di TPS 02 Kelurahan Kepanjen, suaminya tergolong bagus kinerja. Rajin dan tidak suka menunda pekerjaannya. Sunarko sehari-hari sebagai pengecer elpiji dan air mineral isi ulang.

"Mungkin kecapekan. Karena terakhir kemarin hasil, diagnosisnya hipertensi (tekanan darah) sangat tinggi, sampai pembuluh darahnya pecah," beber Yuni.

Yuni yang terpukul tak mampu menyembunyikan kepepdihannya. Derai air mata seolah tak berhenti mengalir di kedua pipinya. Bayangkan, Yuni kehilangan suami dalam kondisi hamil tua.

Kini usia kandungannya sudah menginjak delapan bulan. Yuni mengandung bayi yang merupakan anak ketiga dari suaminya, Sunarko. Selain meninggalkan seorang istri yang hamil tua, Sunarko juga meninggalkan dua yang masih kecil.

Di Cirebon, diduga kelelahan saat menjadi anggota KPPS Desa Bayalangu Lor, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon yang bertugas di TPS 06, Ida Faridah (42) hingga kini masih terbaring di RSUD Arjawinangun. Bahkan hingga Selasa (30/4), Ida Faridah dikabarkan masih tak sadarkan diri.

Padahal, Ida Faridah sudah mendapat perawatan medis sejak Kamis (18/4/2019) lalu pascarekapitulasi tingkat PPS, atau sudah 12 hari lamanya.

Ketua PPS Desa Bayalangu Lor, Wardasi, menjelaskan, kondisi Faridah yang masih tak sadarkan diri itu diketahui saat ketua PPK Kecamatan Gegesik, Makpul, yang kembali menjenguknya di rumah sakit tersebut.

"Yang jelas kondisinya masih belum sadar. Waktu saya ke sana dengan ketua PPK juga matanya melihat tapi dia enggak tahu siapa yang dilihatnya," kata Wardasi.

Hasil diagnosis dokter terhadap Faridah, sakitnya ini dikarenakan kelelahan setelah pemilu. Sebelum dibawa ke rumah sakit, Ida Faridah sempat pingsan.

Waktu pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara, Faridah kerap menangani tugas temannya yang kurang cekatan. Di TPS tempatnya bertugas, proses penghitungan suara baru selesai pada Kamis pagi sekitar pukul 06.00 WIB.

"Waktu pelaksanaan pemilu, pukul 02.00 WIB - 03.00 WIB, dia masih di lokasi karena pekerjaan belum selesai. Dan baru selesai sekitar pukul 06.00 WIB," kata dia.

Menurut Wardasi, saat ini ia juga merasa bingung dengan kondisi tersebut. Pasalnya, dia selalu di telepon pihak keluarganya perihal biaya perawatan di rumah sakit.

Pihak keluarga Faridah menginginkan KPU bertanggung jawab menanggung biaya perawatan di rumah sakit.

"Keluarganya nuntut terus ke saya, intinya untuk berobat dirawat kan biayanya enggak tahu dari mana. Bagaimanapun ini dampak pemilu serentak, jadi KPU jangan lepas begitu saja. Saya juga bingung, bagaimana untuk ke depannya," katanya.

Ketua PPK Gegesik, Makpul, menjelaskan, sebelumnya Ida Faridah dalam kondisi sehat. Dia tidak memiliki riwayat penyakit yang membahayakan.

Hingga saat ini, Ida Faridah belum mendapat dukungan moril atau bantuan apapun baik dari pemerintah maupun KPU. "Dia mengalami dehidrasi tingkat tinggi dan ampai saat ini baru dari PPS dan PPK saja yang menjenguk," ujarnya.

Makpul berharap agar KPU tanggap terhadap kondisi yang dialami petugasnya. Bagaimanapun KPPS adalah ujung tombak penyelenggara Pemilu yang harus diperhatikan keadaannya.

"Harapan kami, sebagai penyelenggara mestinya KPU Kabupaten Cirebon tanggap. Masalah ini jangan dianggap sepele, karena KPPS adalah ujung tombak penyelenggara pemilu, mestinya diperhatikan," ujarnya.

Di Bekasi, rasa duka masih menyelimuti Masnun, istri Abdul Rochim, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia setelah melaksanakan tugas di TPS 42, Jati Bening, Bekasi pada Pemilu 2019. Tampak mengenakan kerudung merah muda, Masnun tampak masih berduka setelah ditinggal sang suami.

Kepalanya terus tertunduk saat menceritakan kronologi suaminya, Abdul Rochim yang meninggal dunia akibat kelelahan. "Awalnya sesak nafas dan lemas, pas Jumat mau periksa ke dokter entar saja deh. Pas tidak kuat lagi, saya bawa ke rumah sakit langsung diperiksa," kata Masnun.

Masnun lalu menceritakan, saat sang suami telah pulang ke rumah setelah menghitung surat suara Pemilu pada 18 April 2019 lalu. Ia mengungkapkan, kaki sang suami mengalami bengkak dan badan lemas.

"Dibilang jantung lemah habis itu dilariin rumah sakit Cibitung di sana ruang ICU penuh Jumat malam, Sabtu masuk ruang ICU sampai meninggal Rabu sore," ujar Masnun.

Melihat kondisi suami yang semakin lemah, ia lantas membawanya ke RS Cibitung. Namun, kondisi suaminya terus melemah karena kelelahan.

Meski mendapat fasilitas Kartu Bekasi Sehat (KBS) selama dirawat, Abdul Rochim mengembuskan nafas terakhirnya di RS. Saat ini, kata Masnun, pihak keluarga telah mendapatkan santunan dari pemerintah.

"Sudah diberikan santunan, bapak meninggal kan takdir ya, kita terima bantuan," ujarnya.(Tribun Network/yud/wly)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved