Politisi Senayan Ditangkap KPK
Nyanyian Bowo Sidik Sebut Nama Nusron, Menteri, dan Direktur BUMN dalam Kasus Amplop Serangan Fajar
Nyanyian Bowo Sidik Pengarso sebut nama Nusron Wahid, Menteri, dan Direktur BUMN terkait uang Rp 8 Miliar dalam amplop serangan fajar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus suap Bowo Sidik Pengarso menjadi perhatian publik karena KPK menyita 400.000 amplop yang akan digunakan untuk serangan fajar Pemilu 2019.
Kasusnya semakin menarik setelah Bowo Sidik Pangarso mulai bernyanyi dengan menyebut nama politikus Golkar Nusron Wahid dan sumber uang Rp 8 miliar yang dimasukan ke dalam 400.000 amplop.
Tidak hanya itu, menariknya misteri amplop serangan fajar yang disiapkan Bowo Sisik Pangarso perlahan mulai dibuka KPK.
Sebut Menteri dan Direktur BUMN
Kuasa hukum Bowo Sidik Pangarso, Saut Edward Rajagukguk, menyebut berdasarkan pengakuan kliennya sumber uang untuk serangan fajar berasal dari seorang menteri dan direktur BUMN.
"Sumber uang yang memenuhi Rp 8 M yang ada di amplop tersebut sudah dari salah satu menteri yang sekarang lagi menteri di kabinet ini," kata Saut di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (10/4/2019).
Baca: Reaksi Rian Ernest saat Moeldoko Jawab Rizal Ramli soal Prabowo Lebih Banyak Baca Dibanding Jokowi
Namun, Saut Edward Rajagukguk tidak menyebut nama menteri tersebut.
"Lagi didalami sama KPK," ujar Saut Edward Rajagukguk.
Saut Edward Rajagukguk pun menjawab tidak tahu saat wartawan bertanya soal keterkaitan menteri yang dimaksud dengan Tim Koalisi Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin.
"Menterinya itu masuk di TKN atau tidak, saya kurang mengetahui ya. Partainya (menteri) juga belum disebut. Kita kasih kesempatan kepada penyidik untuk mendalami," ujar Saut.
Baca: Ganggu Petugas KKP, Kapal dan Helikopter Malaysia Masuk 17 Mil Ke Perairan Indonesia
Selain menyebut seorang menteri, Saut juga mengatakan jika sumber uang serangan fajar tersebut ada yang berasal dari direktur BUMN.
Menurutnya, Bowo banyak menyebut nama karena kliennya berusaha kooperatif.
"Harus kooperatif, ada menteri, ada direktur BUMN," kata Saut.
Sebut Nama Nusron
Pengacara Bowo Sidik Pangarso, Saut Edward Rajagukguk, menyatakan jika kliennya mendapat 'perintah' dari Nusron Wahid.
Uang suap senilai Rp 1,2 miliar dan sejumlah uang gratifikasi setotal Rp 6,5 miliar dipersiapkan Bowo untuk kebutuhan serangan fajar di Pemilu 2019.
Uang Rp 8 miliar itu dipecah Bowo dalam 400 ribu amplop dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu.
"Amplop mau dibagi ke Jawa Tengah atas perintah pimpinan dia, Pak Nusron Wahid. Pimpinan di pemenangan pemilu. Bappilu (Badan Pemenangan Pemilu) Jateng-Kalimantan. Ini langsung disampaikan Bowo ke penyidik," kata Saut di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (9/4/2019).
Sekadar informasi, Bowo dan Nusron berada dalam satu wadah partai politik yang sama, yaitu Golkar.
Baca: Prabowo Disebut Ungguli Jokowi karena Suka Baca, Moeldoko : Urus Negara Banyak Membaca Ya Ga Selesai
Selain di satu parpol, Bowo dan Nusron juga maju sebagai anggota calon legislatif (caleg) DPR di daerah pemilihan (dapil) yang sama, yakni Jawa Tengah II.
"Ya karena dia (Bowo) diperintah ya dia bilang diperintah (oleh Nusron). (Tujuannya) supaya banyak yang memilih mereka berdua. Karena di dapil yang sama," ungkap Saut.
"Bahkan katanya 600 ribu yang menyiapkan Nurwo (Nusron Wahid). Pak wahid 600 ribu amplop, Pak Bowo 400 ribu amplop," imbuhnya.
Senada dengan pernyataan Saut, Bowo setelah diperiksa KPK, Selasa (9/4/2019) juga mengatakan Nusron Wahid yang memintanya menyiapkan amplop serangan fajar.
"Nusron meminta saya untuk menyiapkan 400 ribu amplop, untuk menyiapkan itu," ucap Bowo singkat.
Bantahan Nusron dan Golkar
Politikus Golkar Nusron Wahid membantah telah menyuruh Bowo Sidik Pangarso untuk menyiapkan 400 ribu amplop untuk serang fajar.
"Tidak benar," kata Nusron singkat kepada Tribunnews, Selasa, (9/4/2019).
Ia mengaku tidak tahu menahu mengenai amplop yang dituduhkan tersebut.
Ia juga mengatakan tidak tahu dengan kasus itu.
Baca: Komplotan Begal Nasabah Bank Disebut Polisi Tak Segan Lukai Korbannya
Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily pun menepis pengakuan Bowo Sidik Pangarso.

"Yang jelas Partai Golkar memerintahkan kepada seluruhnya Calegnya untuk menggunakan cara-cara yang tidak melanggar aturan perundang-undangan. Soal strategi di lapangan, tentu setiap orang memiliki caranya masing-masing," kata Ace Hasan Syadzily kepada Tribunnews.com, Rabu (10/4/2019).
Ace memastikan 400 ribu amplop milik Bowo tidak ada dikaitkan dengan TKN Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Apalagi dikait-kaitkan dengan kebijakan TKN. Tidak ada TKN membuat kebijakan dan Strategi pemenangan seperti itu," ujarnya.
Untuk itu Partai Golkar menyerahkan seutuhnya kasus Bowo kepada proses hukum yang berlaku.
"Yang pasti tidak ada kebijakan resmi seperti itu dari Partai Golkar. Karena Partai Golkar menghormati proses demokrasi yang sehat. Dan itu kan pengakuan dr Bowo, apa itu benar? Selalu ada tendensi seseorang yang OTT, berusaha melibatkan pihak lain," ucapnya.
KPK akan telisik pengakuan Bowo
KPK bakal menelusuri soal 'nyanyian' tersangka kasus suap Bowo Sidik Pangarso (BSP).
Bowo Sidik Pangarso menyebut banyak nama dalam kasus yang menjeratnya.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, setiap tersangka punya kebebasan untuk bicara.
Namun satu keterangan saja tidak cukup, diperlukan bukti dan keterangan yang bersumber dari saksi atau tersangka lainnya.
Baca: Polri Langsung Periksa Kabar Surat Suara Tercoblos di Malaysia
"Karena penting sekali bagi KPK tidak tergantung pada satu keterangan saksi atau tersangka dan yang kedua harus melihat kesesuaian dengan bukti-bukti yang lain," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (10/4/2019).
"Tapi kami akan telusuri lebih lanjut informasi-informasi yang relevan terkait dengan sumber dana dari sekitar Rp 8 M tersebut dan juga proses penukarannya. Dan juga kasus-kasus yang diduga penerimaan suap dan gratifikasi oleh BSP," sambungnya.
Kata Febri, KPK akan mengklarifikasi pihak yang sudah disebut Bowo.
Akan tetapi metode pengklarifikasian belum bisa disampaikan.
"Klarifikasi pasti dilakukan tapi terhadap siapa dan bagaimana metodenya tentu belum bisa disampaikan saat ini. Nanti penyidik kita membutuhkan keterangan dari pihak-pihak tertentu, siapapun orangnya ya sepanjang relevan dan terkait tentu akan kami panggil," ucapnya.
Butuh sebulan masukan uang ke amplop
Berdasarkan informasi yang diterima KPK, untuk memasukan uang ke dalam 400.000 amplop, pihak Bowo Sidik Pangarso membutuhkan waktu satu bulan.
"Dari informasi selama penyidikan ini, diduga proses memasukan uang pada amplop itu membutuhkan waktu satu bulan," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (4/4/2019).
Bowo Sidik Pangarso diduga menerima suap sebesar Rp 221 juta dan USD85.130 dari PT Humpuss Transportasi Kimia terkait distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia, melalui anak usahanya PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG).
Baca: Kabar Terbaru Kekasih Ahok, Puput Nastiti Bak Sosialita saat Liburan, Harga Outfitnya Ramai Komentar
Bowo Sidik diduga meminta fee kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD 2 per metric ton dan telah menerima enam kali suap dari PT Humpuss.

Uang yang diterima tersebut diubah menjadi pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu kemudian dimasukkan ke dalam amplop-amplop dan disimpan dalam 84 dus yang ditempatkan di ruangan khusus di Kantor Inersia.
KPK pun menduga bila Bowo Sidik Pangarso menerima uang dari hal lainnya.
"Ada dugaan penerimaan-penerimaan lain, tapi sudah barang tentu belum bisa kami informasikan sekarang," ujar wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (28/3/2019).
Misteri cap jempol
KPK sudah membukan amplop serangan fajar Bowo Sidik Pangarso.
Hingga, Kamis (4/4/2019) KPK sudah membuka 15 ribu amplop dari tiga kardus dengan total uang Rp 300 juta.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya menemukan cap jempol di amplop tersebut.
"Tidak ada nomor urut, yang ada adalah cap jempol, di amplop tersebut," ucap Juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (2/4/2019).
Febri mengatakan, lambang berbentuk jempol itu ditemukan dalam tiga kardus amplop yang sudah dibuka KPK.
Baca: Selidiki Cap Jempol Amplop Serangan Fajar Bowo Sidik, KPK Rangkul Bawaslu
Sejauh ini, KPK baru membuka tiga kardus, dari 82 kardus dan dua kontainer plastik berisi amplop yang disita KPK.

Febri belum mau menjelaskan detail bentuk cap jempol itu dan letak cap tersebut di dalam amplop.
"Detailnya saya belum tahu," ujarnya.
KPK bakal membuka semua amplop untuk 'serangan fajar' Pemilu 2019 tersebut.
"Direncanakan semuanya akan dibuka untuk proses pembuktian dalam perkara ini tetapi nanti kita lihat lebih lanjut perkembangannya karena pada prinsipnya yang dilakukan KPK adalah tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk proses pembuktian," kata Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (4/4/2019).
Tak terkait kepentingan Pilpres
KPK menegaskan uang suap yang diterima Bowo Sidik Pangarso dari sejumlah perusahaan bakal digunakan untuk kepentingan pemilihan legislatif (Pileg).
Bowo berencana menggunakan uang suap itu untuk serangan fajar pada Pemilu Serentak 2019 nanti.
"Dari fakta hukum yang ada digunakan untuk kepentingan Pileg," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (4/4/2019).
Baca: KPK Pastikan Uang Serangan Fajar Bowo Sidik untuk Pileg, Tak Terkait Pilpres
Febri mengatakan uang suap yang disimpan dalam 400 ribu amplop tidak berkaitan dengan Pilpres.
Amplop yang ditaruh dalam 82 kardus dan 2 boks kontainer itu digunakan Bowo untuk kepentingan pencalonannya sebagai legislator petahana.

Diketahui, Bowo merupakan calon legislatif (caleg) petahana Golkar dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah II sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Tengah I kepengurusan DPP Golkar.
"Amplop-amplop yang berisi uang tersebut dari fakta hukum yang kami dapatkan sampai dengan saat ini diduga amplop itu akan dibagikan untuk kepentingan Pileg karena BSP mencalonkan diri di dapil Jateng II," ujar Febri.
Febri bahkan dengan tegas menyatakan fakta hukum yang didapat selama proses penyidikan, termasuk pengakuan Bowo selama pemeriksaan, uang suap itu murni untuk Pileg.
Untuk itu, komisi antirasuah meminta semua pihak tidak menarik kasus ini ke Pilpres.
"Ya tentu dari berbagai bukti yang diapatkan, termasuk juga keterangan yang bersangkutan juga didalami lebih lanjut. Jadi, dari fakta hukum yang ada diduga untuk kebutuhan Pileg," ujarnya.
Gandeng Bawaslu
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan akan menggandeng Bawaslu guna menyelidiki temuan cap jempol dalam amplop yang disiapkan politikus Golkar Bowo Sidik Pangarso untuk 'serangan fajar' Pemilu 2019.
Menurutnya, komisi antirasuah fokus menangani kasus dugaan suap yang menjerat Bowo yang juga calon anggota legislatif DPR daerah pemilihan Jawa Tengah II.
Baca: Berapa Lama Waktu Dibutuhkan KPK Membuka 400 Ribu Amplop Serangan Fajar Bowo Sidik?
"Korupsinya dulu saja yang prioritas, yang di luar kewenangan KPK nanti KPK koordinasikan dengan Bawaslu," kata Saut kepada wartawan, Jumat (5/4/2019).
Awalnya saat mengumumkan status tersangka Bowo, KPK menyebut terdapat cap jempol dalam amplop.
Lembaga antikorupsi hanya menyatakan amplop sebanyak 400 ribu lembar itu untuk kepentingan Bowo 'nyaleg'.
KPK mengklaim amplop yang total seluruhnya berisi uang sekira Rp 8 miliar itu tak digunakan Bowo untuk kepentingan Pilpres 2019.
"Dari fakta hukum yang ada digunakan untuk kepentingan Pileg," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (4/4/2019).
Kronologi penangkapan
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso terjaring dalam operasi senyap yang dilakukan KPK di Jakarta sejak Rabu, 27 Maret 2019 sore hingga Kamis, 28 Maret 2019 dini hari.
Dalam tangkap tangan ini, KPK mengamankan 8 orang di Jakarta.
Orang yang diamankan di antaranya Bowo Sidik Pangarso (BSP), Anggota DPR RI, Asty Winasti (AWI), Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Selo (SLO), Head Legal PT Humpuss Transportasi Kimia, Indung (IND), Swasta PT INERSIA, Manto (MNT), Bagian Keuangan PT INERSIA, Siesa Darubinta (SD), swasta dan dua orang sopir.
Adapun kronologi penangkapan, sebelumnya tim KPK menerima informasi akan adanya penyerahan uang dari AWI kepada IND.
Baca: KPK Kuak Misteri Cap Jempol di Amplop Serangan Fajar Bowo Sidik Pangarso
Transaksi tersebut berlangsung di Gedung Granadi, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Diduga penyerahan uang tersebut merupakan realisasi penerimaan ke-7 yang telah menjadi komitmen sebelumnya," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (28/3/2019).
IND, kata Basaria, diduga merupakan orangnya BSP yang menerima uang sejumlah Rp89,4 juta dari AWI.
Di mana uang itu disimpan dalam sebuah amplop coklat.

Di lokasi yang sama, tim juga mengamankan SLO, MNT dan sopir IND.
"Selanjutnya, tim KPK menuju sebuah apartemen di daerah Permata Hijau, Jakarta Selatan dan mengamankan sopir BSP sekitar pukul 16.30 WIB," ujar Basaria.
Kemudian di lokasi yang sama, SD diamankan tim KPK sekitar pukul 20.00 WIB.
Tak berlama-lama, ketujuh orang yang berhasil diamankan tersebut dibawa ke kantor lembaga antirasuah itu guna pemeriksaan lebih lanjut.
Lanjut Basaria, timnya kembali menelusuri keberadaan BSP hingga akhirnya berhasil diamankan sekitar pukul 02.00 WIB di kediamannya.
Sempat kabur
Basaria menjelaskan, kenapa antara penangkapan sopir BSP dan BSP sendiri terdapat rentang waktu yang cukup lama.
Katanya, prosedur untuk bisa masuk ke apartemen cukup sulit, sehingga BSP yang sudah mengendus adanya tim KPK berupaya untuk melarikan diri.
"Sopirnya memang diambil di apartemen Permata Hijau, yaitu sore sekitar pukul 16.30. Tim kita sudah tau yang bersangkutan di kamar berapa. Tapi sulit untuk memasuki apartemen itu kan, kita harus punya prosedur yang banyak. Sehingga makan waktu yang cukup lama. Nah waktu itu dimanfaatkan yang bersangkutan untuk keluar dari apartemen," paparnya.
"Karena diduga penerimaan-penerimaan sebelumnya disimpan di sebuah Iokasi di Jakarta, maka tim bergerak menuju sebuah kantor di Jakarta untuk mengamankan uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop pada 84 kardus," imbuh Basaria.
Dalam perkara ini, Bowo tidak sendirian.
KPK juga menetapkan seorang karyawan PT Inersia bernama Indung dan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Asty diduga sebagai pemberi, sedangkan Indung berperan sebagai perantara.
Bowo diduga meminta fee kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD 2 per metrik ton.
Diduga, Bowo Sidik telah menerima enam kali suap dari PT Humpuss.