Kamis, 2 Oktober 2025

Pemilu 2019

PDIP Minta KPU Dan Bawaslu Perbaiki Sistem Administrasi Cegah Pemilih Kehilangan Hak Pilih

Terakhir, mereka yang tidak memilih karena “korban” dari black campaign kelompok tertentu yang berniat mengganggu atau menggagalkan pemilu.

Tribunnews/JEPRIMA
Massa aksi yang tergabung dalam Perempuan Tangguh Pilih Jokowi-Amin (Pertiwi) saat melakukan aksi simpatik kampanye damai di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/2/2019). Kampanye Damai mengajak para pemilih bersama-sama mendukung pilihannya masing-masing dengan santun, sejuk, dan bersahabat sekaligus mengajak masyarakat berpartisipasi menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi lima tahunan ini.(Tribunnews/Jeprima) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Penyelenggara pemilu, baik itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Bawaslu harus berperan aktif memperbaiki sistem administrasi sehingga tidak ada pemilih yang hilang hak pilihnya, pada Pilpres 2019 mendatang.

Demikian disampaikan Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira menanggapi hasil survei Lembaga penelitian Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, yang merilis Jokowi-KH Ma'ruf Amin paling banyak dirugikan jika angka golput tinggi di Pilpres 2019.

"KPU maupun Bawaslu harus berperan aktif memperbaiki sistem administrasi sehingga tidak pemilih yang hilang hak pilihnya karena maladministrsi, maupun kelompok-kelompok yang memprovokasi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya," ujar anggota DPR RI ini kepada Tribunnews.com, Selasa (19/3/2019).

Baca: Survei Jokowi Anjlok, Timses Bantah Tidak Maksimal

Andreas Pareira menjelaskan golput dibedakan dalam tiga kategori. Pertama, mereka yang tidak bisa memilih karena kealpaan sistem administrasi pemilu oleh pemyelenggara pemilu.

Kedua, mereka yang memang mengambil sikap untuk tidak memilih karena ketidakpuasan terhadap sistem yang ada.

Terakhir, mereka yang tidak memilih karena “korban” dari black campaign kelompok tertentu yang berniat mengganggu atau menggagalkan pemilu.

Menurut dia, yang harus diatasi adalah kelompok pertama dan ketiga.

Karena bagaimanapun golput pada kategori pertama dan ketiga ini akah mengganggu pelembagaan pemilu yg demokratis.

"Oleh karena itu, penyelenggara pemilu harus berperan aktif memperbaiki sistem administrasi," ucapnya.

LSI Denny JA, merilis Survei yang dilakukan 18-25 Februari 2019 terhadap 1.200 responden menunjukkan golput bisa membawa kerugian bagi kedua kubu yang tengah berkompetisi.

Elektabilitas pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin meskipun unggul 27,8 persen atas pasangan nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga, nyatanya masih belum aman.

Sebab, jika berkaca dari angka golput di 2014 mencapai 30,42 persen.

Pasangan nomor urut 01 juga terbilang paling banyak dirugikan jika angka golput tinggi.

Salah satunya, di segmen pemilih minoritas.

Jokowi-Ma'ruf sudah unggul 68,7 persen, yakni 80,3 persen berbanding 11,6 persen milik Prabowo-Sandi. Namun, jika banyak terjadi golput maka pemilih Jokowi akan berkurang.

"Alasan golput di pemilih minoritas yaitu karena libur panjang. Tanggal 19 April itu hari libur nasional, peringatan wafatnya Isa Almasih," ujar Peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman dalan rilis 'Siapa Dirugikan Golput: Jokowi atau Prabowo?' di Kantor LSI Denny JA, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (19/3/2019).

Alasan lain, terjadinya golput di segemen minoritas yaitu pemilih merasa tidak aman. Sehingga banyak berpindah lokasi mencoblos ke luar negeri.

Di segmen wong cilik, Jokowi juga akan dirugikan jika terjadi golput. Pasalnya Jokowi mendapat dukungan 63,7 persen berbanding 27,4 persen milik Prabowo.

Indikasi terjadinya golput di segmen ini karena pemilih tidak terinformasi dengan baik terkait pelaksanaan pemilu. Selain itu, pemilih yang memilih bekerja di hari pencoblosan.

Adapula masalah administrasi yang membuat pemilih gagal menyalurkan suara.

"Jokowi-Ma'ruf juga dirugikan oleh golput di pemilih milenial. Margin kemenangan mereka di segmen ini besar 22,0 presiden," jelas Ikrama.

Di segmen pemilih emak-emak, Jokowi-Ma'ruf juga akan rugi jika terjadi golput.

Sebab, sejauh ini Jokowi-Ma'ruf memperoleh dukungan 61,0 persen, sedangkan Prabowo-Sandi hanya 30,0 persen.

Sementara, Prabowo-Sandi akan dirugikan jika terjadi golput di segmen pemilih terpelajar.

Hal itu dilihat dari ceruk keunggulan sebesar 45,4 persen, berbanding 36,1 persen milik Jokowi.

Diketahui, data didapat dari survei yang digelar 18-25 Februari 2019. Sebanyak 1.200 responden yang dipilih dengan multistage random sampling.(*) 

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved