Rabu, 1 Oktober 2025

Kasus Suap PK

Eddy Sindoro Dituntut 5 Tahun Penjara Atas Kasus Suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menuntut terdakwa Eddy Sindoro 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Glery Lazuardi
Sidang tuntutan terhadap Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (1/3/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menuntut terdakwa Eddy Sindoro 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Petinggi PT Paramount Interprise Internasional itu diyakini menyuap Edy Nasution selaku panitera pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebesar Rp 150 juta dan USD 50 ribu.

Pemberian uang itu dilakukan agar Edy Nasution menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana atau PT MTP dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited atau PT AAL meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan undang-undang.

Baca: Muhammad Zohri Bakal Tampil di Asian Grand Prix 2019 Malaysia

"Menuntut supaya majelis hakim mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Eddy Sindoro terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar JPU pada KPK, Abdul Basir saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (1/3/2019).

JPU pada KPK meyakini Eddy Sindoro melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca: TKN: Dukungan Keluarga Uno Hal yang Positif

Untuk mengurusi peninjauan kembali yang sudah kedaluwarsa itu, Edy Nasution meminta Rp 500 juta.
Permintaan Edy Nasution disetujui Eddy Sindoro.

JPU pada KPK menyakini Eddy Sindoro memerintahkan anak buahnya, Wresti Kristian Hesti Susetyowati.

Upaya pengajuan peninjauan kembali tersebut diterima Edy Nasution, meskipun waktu pendaftarannya sudah lewat.

Wresti menemui Edy Nasution di PN Jakarta Pusat.

Lalu, PT AAL menunjuk pengacara pada Law Firm Cakra & Co, yaitu Emi Rosminingsih, Sulvana, Agustriady, dan Dian Anugerah Abunaim. Kantor pengacara itu menggantikan Law Firm Marx & Co, yang sebelumnya menangani perkara.

JPU pada KPK menyebut Dian dan Agustriady menemui Edy Nasution untuk meminta salinan asli putusan MA yang menyatakan PT AAL pailit. Mereka mengaku pengacara baru PT AAL sehingga belum menerima salinan putusan.

Baca: Pria di Depok Aniaya Istrinya Setelah Terlibat Percekcokan Akibat Tidak Ada Lauk di Meja Makan

Akhirnya, salinan putusan itu diberikan ke Agustriady dengan memberikan USD 50 ribu ke Edy Nasution. Saat AAL mengajukan peninjauan kembali yang dilanjutkan PN Jakarta Pusat dengan mengirimkan ke MA.

Setelah itu, Wresti menyiapkan Rp 50 juta diberikan Edy Nasution melalui Doddy Aryanto Supeno. Rangkaian perbuatan itu terbongkar di operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menjaring Edy Nasution dan Doddy. Doddy baru memberikan Rp 50 juta kepada Edy Nasution.

Sebelumnya, Eddy Sindoro didakwa melakukan suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution dengan uang sejumlah Rp 150 juta dan 50 ribu US Dolar.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved