Kekerasan di Pondok Pesantren, KPAI: Seharusnya Sekolah dan Kemenag Dituntut Tanggung Jawab
Seorang santri RA meninggal dunia setelah dianiaya sejumlah santri selama tiga hari di dalam asrama pondok.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sangat menyesalkan kurangnya pengawasan pihak pengelola Pondok Pesantren NI di Nagari Balai Gadang Koto Laweh, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar.
Kurangnya pengawasan membuat kasus pengeroyokan terjadi. Seorang santri RA meninggal dunia setelah dianiaya sejumlah santri selama tiga hari di dalam asrama pondok.
Sebelum meninggal, korban menjalani perawatan di Rumah Sakit. RA tidak pernah sadar sejak masuk RS hingga menghembuskan nafas terakhirnya, Senin (18/2/2019).
Baca: Cabuli Santriwati di Bawah Umur Tiap Pekan, Pengasuh Pondok Pesantren di Brebes Ditangkap
Berkaitan dengan kasus kekerasan di satuan pendidikan tersebut, dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, KPAI menyampaikan sikap.
Pertama, KPAI mengapresiasi Polres Padang Panjang yang dengan cepat memproses kasus ini. Setelah rekonstruksi, pihak kepolisian berencana akan segera melimpahkan berkas kasus tersebut ke JPU (Jaksa Penuntut Umum). KPAI akan melakukan pengawasan terhadap kepolisian.
Kedua, Proses hukum yang sedang berjalan tentu saja wajib dihormati semua pihak. Namun, seharusnya kasus kekerasan semacam ini tidak boleh berhenti hanya di proses hukum tanpa memproses juga tanggungjawab pihak pengelola dan para guru di Ponpes tersebut.
Apalagi, kasus kekerasan semacam ini terjadi karena lemahnya pengawasan pihak pengelola, Pembina asrama dan para guru terhadap para santrinya.
Kementerian Agama yang menjadi Pembina dan pengawas pondok-pondok pesantren seharusnya menurunkan inspektoratnya untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus.
Selanjutnya, memberikan sanksi sesuai peraturan perundangan jika ditemukan kelalaian dan pembiaran terhadap keselamatan santri selama berada di ponpes, mengingat anak berada selama 24 jam setiap harinya di satuan pendidikan tersebut.
Ketiga, jika pengawasan oleh Pembina asrama dan para guru berjalan dengan seharusnya, maka para santri tersebut tidak mungkin dapat melakukan tindakan kekerasan tersebut selama tiga hari berturut-turut.
Di kelas pun seharusnya para guru memiliki kepekaan saat melihat kondisi anak korban yang sakit karena penganiayaan, atau jika ananda korban tidak dapat masuk kelas pun, seharusnya dikontrol kondisi ke kamar asramanya
Artinya, jika mempelajari kronologi kasus pengeroyokan belasan santri tersebut terhadap anak korban, maka pihak pengelola, Pembina asrama dan para guru telah abai. Tidak peka dan kemungkinan tidak melakukan kontrol sebagaimana seharusnya sebuah sekolah berasrama.
Kelalaian dan kelemahan kontrol tersebut seharusnya dapat dikenai sanksi. Sanksi bisa bermacam-macam, mulai dari administrasi sampai pencabutan ijin ponpes yang bersangkutan.
Keempat, KPAI mendorong Kementerian Agama segera melakukan tindakan nyata bagi upaya-upaya pencegahan kasus-kasus kekerasan semacam ini dengan meningkatkan pengawasan dan pembinaan pondok-pondok pesantren, serta segera menerapkan program pesantren ramah anak.