Kamis, 2 Oktober 2025

Pemerintah Terus Diserang Berita Hoax, Moeldoko: Sungguh Saya Tidak Rela

Menurutnya, sejak dini, hal tersebut perlu disadari agar strategi bisa segera disiapkan demi menangkis fenomena itu.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
Fitri Wulandari/Tribunnews.com
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko saat ditemui di Birawa Hall, Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (11/2/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko meminta agar seluruh pihak menyadari betapa pentingnya mewaspadai fenomena 'revolusi jari' yang muncul melalui penyebaran hoax.

Menurutnya, sejak dini, hal tersebut perlu disadari agar strategi bisa segera disiapkan demi menangkis fenomena itu.

Pernyataan tersebut ia sampaikan saat menghadiri acara 'Rapat Koordinasi (Rakor) Bidang Kehumasan dan Hukum Seluruh Indonesia' yang digelar oleh Kementerian Dalam Negeri.

"Tolong ini disadari dengan baik, kalau kita tidak sadari dengan baik maka kita tidak punya strategi harus seperti apa," ujar Moeldoko, di Birawa Hall, Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (11/2/2019).

Saat ini, kata dia, sudah banyak yang 'latah' ingin memiliki keahlian sebagai wartawan, lantaran apa yang mereka foto maupun tulis ingin dimuat selayaknya produk media mainstream.

Baca: BBM Turun Harga, Moeldoko Heran Langkah Benar Pemerintah Dikaitkan Pilpres

Bahkan banyak pula berita yang tidak valid namun menjadi viral karena efek 'pembenaran', bukan berdasar pada informasi yang mengandung unsur kebenaran.

"Berikutnya, sekarang yang saya katakan netizen media, semua orang bisa memberitakan apapun karena hampir semua orang Indonesia membawa handphone, memfoto, dilempar hingga menjadi viral," kata Moeldoko.

Baca: Faldo Maldini Kaget dengan Intonasi Politisi PSI Saat Bahas Utang, Budiman Sudjatmiko: Aneh JugaMenurutnya, beberapa tahun lalu, awak media lah yang memonopoli pemberitaan.

Namun tentunya awak media memiliki mekanisme yang benar dalam meluncurkan produk berita.

Berbeda dengan saat ini, pemberitaan yang lebih banyak beredar di media sosial itu didominasi oleh konten yang bersifat 'paradoks' atau tidak sesuai dengan informasi yang benar.

Peredaran konten paradoks yang massive dan konsisten, kata Moeldoko, nyatanya tidak diimbangi tanggung jawab mereka yang berada dibaliknya yang hanya berani untuk meminta maaf saja.

Baca: Kasus Penganiayaan Penyelidik KPK, Pengacara Pemprov Papua Koordinasi dengan Polda Metro Jaya

"Kalau dulu berita hampir sebagian besar dimonopoli wartawan, wartawan punya check and balances, pasti dicek dulu, sekarang nggak, siapapun bisa mengatakan, (berita) paradoks, dengan mudahnya minta maaf," jelas Moeldoko.

Lebih lanjut Jenderal (Purn) TNI satu ini menyoroti apa yang dilakukan dalang peredaran hoax itu.

Oleh karena itu ia meminta agar situasi yang sedemikian mengkhawatirkan tersebut bisa menjadi pelajaran untuk penerapan strategi pada setiap kementerian dan lembaga, dalam menghadapi perkembangan fenomena 'revolusi jari'.

"Bisa dibayangkan, buat gonjang-ganjing, lalu minta maaf, itu nggak sekali dua kali, situasi yang saya gambarkan ini, tolong kita konfirmasi kepada diri kita dan institusi yang kita pimpin," papar Moeldoko.

Ia pun mengaku tidak rela, jika berita hoax itu terus menyerang dan mendiskreditkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved