Ketika Ketua KPK Mempertanyakan Hasil Survei TII Soal Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2018
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mempertanyakan hasil survei TII soal Indeks Persepsi Korupsi.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyampaikan keprihatinannya terhadap Coruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi berdasarkan survei yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII).
Ia menyampaikan hal tersebut sebagai penanya saat sesi tanya jawab di acara peluncuran Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia Tahun 2018 di Gedung Penunjang KPK Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (29/1/2019).
Ketika ia berdiri di depan mikorofon penanya, duduk di depan panggung Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, duduk Pimpinan KPK Laode M Syarief, dan Sekretaris Jenderal Transparency International Index Dadang Trisasongko.
Baca: KPU Diminta Tidak Hanya Umumkan Nama Caleg Mantan Narapidana Korupsi
Ia prihatin karena survei tersebut menunjukkan selama 2018 Indonesia tidak menunjukkan perbaikan dan mendapatkan skor yang sama dengan tahun 2017 yakni 20 dari segi penegakan hukum.
"Mestinya kan nggak 20 dong. Kalau yang paling baik 100 yang paling jelek 0. Saya itu inginnya teman-teman TII membantu menjelaskan cara surveinya seperti apa, siapa yang melakukan survei berapa banyak responden yang dikumpulkan, siapa saja yang melakukan supaya kita juga bisa melihat lebih fair. Walaupun saya juga tidak menutup mata kalau masih banyak law enforcement (penegakan hukum) yang masih memprihatinkan," kata Agus.
Padahal menurutnya KPK telah melakukan banyak hal dengan memenjarakan banyak penyelenggara negara yang terbukti bersalah terlibat dalam kasus korupsi, mulai dari tingkat Menteri, Pimpinan DPR, sampai Kepala Daerah.
"Kalau kita bisa melihat kan ketua senat, ketua kongres, berapa menteri, berapa gubernur masuk penjara. Kedua 100 persen kasus yang ditangani KPK selalu terbukti, nggak ada yang dibebaskan. Ini tolong menjadi catatan. Ini supaya mereka lebih memahami, bukan memenuhi keinginan kita, kalau kita sudah melakukan banyak hal," kata Agus.
Baca: KPK Telisik Adanya Pemberian Suap Lain Kepada Deputi IV Kemenpora dalam Kasus Dana Hibah KONI
Ia juga menyampaikan kekecewaannya terhadap survei tersebut.
Menurutnya hasil survei tersebut selalu dapat ditebak.
"Saya sebetulnya menyampaikan kekecewaan. Sebenarnya hasil survei Transparency International Indonesia bisa ditebak. Naiknya satu satu. Kita juga bisa menebak yang akan datang juga satu atau sama. Saya terus terang prihatin dan tidak kaget sama sekali," kata Agus.
Moderator diskusi pun menanggapi Agus.
"Itu sebetulnya Pak Agus curhat," kata moderator yang ditanggapi tawa Agus dan sebagian hadirin.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Transparency International Indonesia (TII) meluncurkan Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia Tahun 2018 di Gedung Penunjang KPK Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa (29/1/2019).
Baca: Sekjen PDIP Nilai Puisi Fadli Zon Berjudul Ahmad Dhani Ragukan Independensi Mahkamah Agung
Manajer Departemen Riset TII, Wawan Suyatmiko, dalam pemaparannya mengatakan peringkat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2018 naik tujuh tingkat dari peringkat 96 dunia pada 2017 menjadi peringkat 89 dunia pada 2018.
Ia juga memaparkan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia naik satu poin dari 37 pada 2017 menjadi 38 pada 2018 dengan skor rata-rata di wilayah Asia Pasifik 44.
"Skor CPI indonesia untuk tahun 2018, 38 dari 0 sampai 100 dengan ranking 89. Skor ini naik 1 poin dari CPI 2017 yang lalu dan naik 7 peringkat dari tahun 2017 lalu," kata Wawan.
Ia memaparkan, beberapa negara di dunia yang meraih skor sama dengan Indonesia antara lain Bosnia Herzegovina, Sri Lanka, dan Swaziland.
Sedangkan di tingkat Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat keempat.
Sedangkan untuk peringkat kelima sampai ke kesebelas berturut-turut antara lain Filipina, Thailand, Timor Leste, Vietnam, Laos, Myanmar, dan terakhir Kamboja.
"Pertama dipegang Singapura dengan skor CPI adalah 85, naik satu poin. Kemudian Brunei Darussalam naik satu poin dari 62 jadi 63. Malaysia stagnan dari 47 dan sekarang, kemudian Indonesia naik 1 poin dari 37 ke 38," kata Wawan.
Tahun ini TII mengangkat tema tentang "Korupsi dan Krisis Demokrasi".
Secara metodologi survei IPK tahun 2018 menggunakan metodologi yang konsisten sejak 2012 dengan menggunakan range 0 sampai dengan 100, dimana 0 dipersepsikan korup dan 100 dipersepsikan bersih.
Definisi yang digunakan dalan survei tersebut adalah penyalahgunaan kewenangan untuk kepentingan atau keuntungan pribadi.
Persepsi diambil dari sejumlah wawancara terhadap pakar dan bisnis yang dikumpulkan dalam setidaknya 13 indeks gabungan yang sudah dikeluarkan oleh 12 institusi global.
Survei IPK bisa mewakili salah satu indeks global karena survei tersebut mencakup hingga 180 negara.
Untuk indonesia terdapat sembilan sumber data yang digunakan sebagai penyusun IPK 2018 yang diantaranya berkaitan dengan instansi penegakan hukum dan tujuh prinsip demokrasi.
Sembilan sumber data itu diambil dari sembilan institusi global yakni World Economic Forum EOS, PRS International Country Risk Guide, Global Insight Country Risk Ratings, IMD World Competitiveness Yearbook, Bertelsmann Foundation Transform Index, Economist Intelligence Unit Country Ratings, PERC Asia Risk Guide, Varieties of Democracy Project, dan World Justice Project - Rule of Law Index.