Ikatan Pemulung Akan Adukan Perda Larangan Plastik ke DPR
Peraturan Daerah (Perda) larangan penggunaan kemasan plastik, menuai berbagai macam kritik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Daerah (Perda) larangan penggunaan kemasan plastik, menuai berbagai macam kritik.
Bahkan jutaan pemulung yang tergabung dalam Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), berencana mengadu ke DPR RI dan KLHK untuk membatalkan Perda larangan kantong dan produk plastik yang diterbitkan sejumlah Pemda.
Ketua Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Pris Polly Lengkong meminta pemerintah jangan mengeluarkan kebijakan yang dapat menimbulkan masalah baru.
Alasannya pelarangan kemasan plastik tidak menyelesaikan masalah namun menimbulkan masalah baru.
Baca: Polisi Amankan Dua Pemuda yang akan Nyabu
“Karena larangan penggunaan plastik yang diterapkan sejumlah pemda di Indonesia mengancam kehidupan 25 juta pemulung di Tanah Air yang menggantungkan hidupnya dari mengumpulkan sampah bernilai ekonomi termasuk sampah plastik," kata Pris Polly kepada wartawan di Jakarta, Rabu (16/1/2019).
Ketua IPI ini mengatakan sampah plastik termasuk kantong plastik memiliki nilai ekonomi tinggi berkisar Rp 500 per kg.
Sedangkan sampah kemasan botol PET bahkan merupakan sampah bernilai ekonomi yang amat tinggi mencapai Rp 5.000 per kg.
Baca: Ada Tambahan Urun Biaya, BPJS Kesehatan Bantah untuk Nambal Defisit
"Seharusnya pemerintah bukan melarang sampah plastik karena menyangkut hajat hidup banyak orang melainkan membuat sistem pengelolaan sampah yang lebih baik," ujarnya.
Lebih lanjut Pris Polly mengungkapkan, jika pemerintah berniat mengurangi sampah plastik yang terbuang di alam, termasuk di sungai hingga laut, maka pemerintah harus menyediakan lebih banyak lagi tempat pengumpulan sampah mulai tingkat rumah tangga hingga diangkut ke TPA.
"Di satu sisi pemerintah ingin mengurangi sampah plastik, tapi kenapa di sisi lain pemerintah malah mengizinkan impor sampah plastik," kata dia.
Pihaknya telah bersurat kepada pemda terkait namun sampai saat ini belum ada respon yang nyata.
Tak berhenti di situ, IPI bahkan berencana mengerahkan anggotanya untuk turun ke jalan jika tidak kunjung ada titik cerah atas persoalan tersebut.
Baca: Ada Tambahan Urun Biaya, BPJS Kesehatan Bantah untuk Nambal Defisit
Di tempat berbeda, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan perda larangan kantung plastik merupakan perda yang terburu-buru.
Seharusnya perda yang dikeluarkan itu harus melalui beberapa tahapan terlebih dahulu dan harus ada sosialisiasi, serta pengganti alternatif dari kantung plastik.
Kalau semua itu tidak disiapkan pemerintah daerah, kebijakan ini akan sulit untuk dijalankan.
“Ketika pemerintah daerah tidak menyiapkan pengganti dari kantung plastik, ya risikonya tidak dijalankan oleh pedagang. Artinya pedagang akan sulit, untuk mengikuti aturan tersebut. Bukan berarti pedagang mau melanggar aturan tersebut, karena memang tidak ada alternatif penggantinya,” jelas Abdullah.
Abdullah mengingatkan kepada Pemprov dan jajarannya agar lebih berhati-hati menangani pedagang pasar, karena pasar tradisional mempunyai cara yang berbeda untuk menjalankan tahapan-tahapan program yang ada.
Ia mengaku setuju dengan program stersebut dan telah dirinya gulirkan dengan KLHK dari 2011.
Tetapi program tersebut tidak bisa langsung dipenuhi pedagang karena butuh tahapan seperti sosialisasi.
Dalam sosialisasi ia sarankan dijelaskan tentang bahaya dari plastik.
Kemudian harus ada alternatif pengganti kantong palstik yang mudah didapat pedagang dan murah harganya.
“Karena kalau tidak dicari penggantinya akan sulit, pedagang akan berat, karena ini sudah menjadi kebiasaan bertahun tahun. Terakhir sosialisasi Pemprov yang minim, ini yang harus dijalankan Pemprov terlebih dahulu baru Ikappi siap membantu program ini dengan baik,” kata Abdullah.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono mengatakan akan melakukan judicial review untuk beberapa Pemda yang melarang kantong plastik.
Menurutnya hal itu tidak sesuai dengan undang-undang pengolahan sampah.
“Kami akan segera mengambil langkah hukum untuk membatalkan aturan yang bertentangan dengan Undang-Undang Pengelolaan Sampah (UUPS) Nomor 18 tahun 2018. Hal ini ditegaskan Inaplas menyikapi semakin maraknya Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, dan Peraturan Gubernur yang memberlakukan pelarangan kantong belanja plastik dan produk plastik,” jelas Fajar.
Inaplas menemukan sejumlah Peraturan Daerah (Perda) yang tidak mengindahkan perintah UU yang lebih tinggi yaitu UUPS dalam mengatur kebijakan penanganan sampah di daerah masing-masing.
Dalam UUPS tersebut tidak terdapat satu katapun tentang pelarangan kantong belanja plastik dan produk-produk plastik yang lain.
Pihaknya meminta agar peraturan-peraturan daerah tersebut dibatalkan dan diganti dengan peraturan yang sesuai dengan UUPS dan tidak menyebabkan masalah yang membebani pedagang, peritel, produsen plastik dan konsumen.
Inaplas menilai, pelarangan kantong belanja plastik dan produk plastik yang lain tidak akan menyelesaikan masalah sampah selama managemen penanganan sampah tidak diperbaiki.
Selain itu, pola penanganan sampah seperti kumpul, angkut, buang juga harus diganti menjadi pilah, angkut, proses, jual dan harus diatur dalam peraturan daerah.