Nurdin Halid Ajukan 8 Aspirasi Gerakan Koperasi kepada Presiden Jokowi
Dekopin mengusulkan dibentuknya Bank Koperasi yang melayani petani dan nelayan.
Alasan utama Dekopin menyampaikan 8 ‘tuntutan’ itu karena meyakini bahwa Presiden Jokowi memiliki visi ekonomi kerakyatan berasas semangat gotong-royong dan berkomitmen kuat untuk menjadikan koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang berkeadilan.
Pertama, meminta Presiden agar mendorong MPR untuk mengembalikan Pasal 33 UUD 1945 Ayat (1) yang asli, yaitu Bagian Penjelasan ‘Bangun usaha yang sesuai dengan itu ialah koperasi’.
“Sebab, roh dan wujut nyata dari sistem ekonomi gotong-royong berasakan kekeluargaan itu justru ada pada bagian Penjelasan itu. Ketika roh atau jiwanya dihilangkan, maka ekonomi gotong-royong atau ekonomi Pancasila kehilangan jatidirinya,” kata Nurdin.
Kedua, meminta Presiden Jokowi agar bersama DPR RI menaikkan status Kementerian Koperasi dan UKM dari klaster III ke klaster I menjadi departemen teknis dengan mengamandemen UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Koperasi dan UKM.
“Sebab kenyataannya, Kementerian Koperasi dan UKM menangani Koperasi dan usaha kecil dan mikro yang tersebar dari tingkat nasional hingga desa. Dengan penguatan status itu, maka pengembangan koperasi bisa lebih optimal untuk mewujutkan kemandirian pangan dan meningkatkan dayasaing produk rakyat,” ujar Nurdin Halid.
Ketiga, meminta Presiden menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat milenial yang didukung strategi pendidikan dan praktik perkoperasian di lingkungan pendidikan formal dan non-formal. Nurdin menjelaskan, hakikat dasar koperasi adalah nilai-nilai utama kemanusiaan seperti keadilan, kejujuran, kebersamaan, solidaritas, percaya diri.
“Di masa lalu, pendidikan perkoperasian diwajibkan pada semua level pendidikan fomal, disamping membentuk Koperasi Siswa dan Koperasi Mahasiswa sebagai laboratorium pembelajaran ekonomi. Untuk meningkatkan peran koperasi di masa lalu, Presiden menerbitkan INPRES Nomor 3 Tahun 1960 tentang Pendidikan Koperasi. Dengan adanya Inpres tersebut, memberikan semangat kepada gerakan koperasi untuk mendirikan SMEA Koperasi, Akademi Koperasi, dan Institut Koperasi Indonesia,” Nurdin Halid menjelaskan.
Keempat, terkait ‘double tax’ SHU (sisa hasil usaha) Koperasi, Dekopin meminta Presiden menerbitkan kebijakan khusus untuk koperasi dengan melakukan deregulasi kebijakan Pemerintah dalam Paket Kebijakan Ekonomi.
Koperasi sebagai badan usaha berbeda dengan badan usaha badan usaha swasta (PT). Berbeda dengan usaha swasta (PT), koperasi dominan bertransaksi antarsesama anggota dan berorientasi pada manfaat (benefit) bagi anggota. Sedangkan PT berorientasi pada profit karena bertransaksi secara luas dengan rekan usahanya.
“Gerakan koperasi meminta perhitungan pajak koperasi tidak didasarkan pada SHU brutto, tetapi dari SHU netto (bersumber dari pelayanan non-anggota). Dalam peraturan yang ada, pajak dikenakan atas total SHU koperasi, dan ketika pembagian SHU, anggota koperasi juga dikenakan pajak sebesar 10%. Kami meminta pajak dikenakan kepada SHU per anggota koperasi karena SHU yang diterima berdasarkan kontribusi (kinerja) anggota itu sendiri. Ini sudah berlaku universal,” kata Nurdin.
Kelima, sesuai tekad Presiden pada tahun 2014, bahwa diperlukan adanya bank khusus petani dan nelayan, Dekopin mengusulkan dibentuknya Bank Koperasi yang melayani petani dan nelayan. Bank Koperasi di dunia yang terkenal antara lain Rabo Bank (Belanda), Credit Agricole S.A. (Perancis), DZ Bank AG Bank (Jerman), Bank Rakyat (Malaysia), Nurinchukin Bank (Jepang), Bank Koperasi Taiwan-TCB (Taiwan), dan masih banyak lagi.
Ada dua konsep yang ditawarkan Dekopin. Pertama, memfasilitasi percepatan terwujudnya bank koperas dengan menggunakan koperasi simpan pinjam dan koperasi kredit sebagai backbone, sehingga bank koperasi menjadi milik gerakan koperasi dengan dukungan dana talangan sementara dari pemerintah.
Kedua, mengalihkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang saat berdirinya bernama Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) kepada koperasi Indonesia dengan menggunakan koperasi simpan pinjam dan koperasi kredit sebagai backbone, sehingga bank koperasi menjadi milik gerakan koperasi dengan dukungan data talangan sementara dari pemerintah yang diangsur melalui deviden saham tersebut. “Jadi, kami tidak ambil-alih gratis Bapak Presiden,” ujar Nurdin Halid.
Keenam, Gerakan Koperasi Indonesia mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar melibatkan koperasi dalam mengembangkan sistem distribusi kebutuhan pokok dengan cara menjadikan Perum Bulog sebagai Trading House Koperasi. Trading house menjembatani kebutuhan koperasi baik ke pasar, sumber daya dan teknologi sehingga mereka dapat meningkatkan kinerja mereka tanpa menghadapi masalah yang melebihi kemampuan mereka sebagai pelaku ekonomi rakyat.
”Trading house koperasi membangun tabungan masyarakat melalui simpanan yang diwajibkan atas setiap transaksi yang ditanganinya. Simpanan otomatis itu memperoleh kompensasi berupa pembagian keuntungan yang didapat dari perdagangan untuk periode yang ditentukan dan disepakati sebelumnya,” Nurdin Halid memaparkan.