Kaleidoskop 2018
Kisah Polri Berantas Terorisme Sepanjang 2018, Membekukan JAD hingga Tangkap 370 Terduga Teroris
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak tinggal diam menyingkapi aksi teror yang bermunculan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang 2018, sel-sel terorisme seperti 'bangkit' dari tidurnya. Rentetan teror hingga aksi bom terus bermunculan di berbagai wilayah Indonesia.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak tinggal diam menyingkapi aksi teror yang bermunculan. Terbukti sejumlah tindakan terus dilakukan dengan arahan dari Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
Namun, perlu dicermati sejumlah momen penting di tahun 2018 dimana terjadi aksi teror dan pemberantasan terhadap terorisme.
Mari kita simak cerita berikut ini.
*Kerusuhan di Rutan Mako Brimob*
Rentetan teror dimulai pada Selasa 8 Mei 2018, dini hari, dimana kerusuhan napi terorisme terjadi di Rutan Mako Brimob Polri Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Kiriman makanan seorang napi yang tidak digubris polisi, diduga menjadi pemicu kericuhan. Mengajak rekan-rekannya, sejumlah napi mengamuk dan menyerang polisi.
Rutan Mako Brimob pun dikuasai napi usai mereka berhasil merebut senjata kepolisian. Bahkan, enam polisi sempat menjadi tawanan.
Lima di antaranya tewas, sementara Bripka Iwan Sarjana menjadi satu-satunya yang berhasil selamat dibebaskan Kamis (10/5) dini hari usai negosiasi.
36 jam berlalu sejak menguasai Rutan Mako Brimob, dari total 155 napi, 145 diantaranya akhirnya menyerahkan diri. Sementara 10 orang lainnya sempat memberontak sebelum ditangkap oleh Polri.
Para napi itu pun dipindah ke Lapas Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, menggunakan bus kepolisian yang terlihat meninggalkan Mako Brimob, Kamis (10/5) pagi.
"Sudah dipindahkan seluruhnya atas putusan Menkumham dan Ditjen PAS ke Nusakambangan. Sedang dalam perjalanan, seluruhnya," ujar Wakapolri Komjen Pol Syafruddin, di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (10/5/2018).
Baca: Roy Marten Tak Ingin Lagi Komentari Soal Gisella Anastasia
*Bangunnya Sel-Sel Teroris, Serangan di Mako Brimob Berlanjut*
Malam hari usai pemindahan napi di Mako Brimob ke Nusakambangan, terlihat seorang pria berinisial TS yang bertindak mencurigakan, sekira pukul 23.29 WIB, di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (10/5).
Yang bersangkutan kemudian digeledah. Namun karena tak ditemukan apa-apa, Bripka Marhum Prencje membawa TS dibawa ke kantor Satintel Brimob.
Ternyata begitu tiba, TS mengeluarkan pisau yang disembunyikan di selangkangan dan menusuk Marhum hingga tewas. Rekan korban sesama polisi yang melihat hal tersebut langsung menembak TS dan TS pun dinyatakan tewas.
Aksi TS ternyata memicu dua orang perempuan berinisial DSM (18) dan SNA (24) untuk melakukan tindakan serupa. Dari keduanya polisi berhasil mengamankan sebuah gunting.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan keduanya berniat melakukan aksi amaliah penusukan kepada anggota Brimob di Mako Brimob.
"Benar. Sekarang keduanya sedang diamankan, untuk pendalaman selanjutnya," ujar Iqbal, ketika dikonfirmasi, Sabtu (12/5/2018).
*Teror Bom Bunuh Diri di Gereja-gereja Surabaya hingga Mapolrestabes Surabaya*
Aksi teror kemudian berlanjut di Surabaya, Jawa Timur. Dalam sehari, pada Minggu (13/5) terjadi tiga aksi bom bunuh diri yang menyasar tiga gereja berbeda.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan aksi ini dilancarkan oleh 6 orang yang masih satu keluarga.
Dita Uprianto (kepala keluarga) menabrakkan mobil berisi bom ke pagar Gereja Pantekosta, di Jalan Arjuno. Tujuh orang meninggal dunia di lokasi.
Istri Dita, Puji Kuswati, beraksi bersama dua anaknya FS (12) dan VR (9). Tujuan mereka adalah GKI Diponegoro, ketiganya pun tewas usai bom di pinggang meledak.
Sementara dua anak Dita lainnya, yakni Yusuf Fadil (18) dan FH (16) membawa bom menggunakan sepeda motor ke Gereja Santa Maria Tak Bercela, Jalan Ngagel Madya Nomor 1, Baratajaya, Kecamatan Gubeng. Bom meledak di dalam area masuk gereja, yang mengakibatkan 5 warga tewas.
Malam harinya, sebuah bom meledak di rumah susun di daerah Wonocolo, Sidoarjo. Diperkirakan bom itu meledak secara tak sengaja, karena menewaskan sang pelaku bersama anggota keluarganya.
Diketahui, ledakan itu menewaskan 3 pelaku, yang masih satu keluarga, yaitu Anton Febrianto (47), istrinya Puspitasari (47), dan anaknya HR (17). Sementara 3 anak pelaku lainnya, AN (15), FS (11), dan GA (10) mengalami luka bakar.
Teror masih berlanjut keesokan harinya, yaitu Senin tanggal 14 Mei 2018. Aksi bom bunuh diri kembali terjadi, kali ini menyasar Mapolrestabes Surabaya.
Empat pelaku dari satu keluarga itu meledakkan bom di pintu masuk Mapolrestabes. Satu perempuan yang merupakan anak pelaku ternyata selamat, dan langsung ditolong oleh anggota kepolisian setempat.
*Polri Tangkap Sejumlah Terduga Teroris di Berbagai Pelosok Indonesia*
Pasca kejadian di Surabaya, Polri langsung bergerak cepat dengan menangkap sejumlah terduga teroris di berbagai lokasi di Indonesia.
Densus 88 Antiteror Polri langsung 7 terduga teroris, Senin (14/5) siang. Tiga orang terduga teroris berhasil diamankan di sekitar Jembatan Merah Surabaya. Smentara 4 lainnya, diamankan di komplek perumahan Puri Maharani blok A4/11, Desa Masangan Wetan, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo.
Penangkapan kemudian berlanjut di KM 5 Palembang, Senin (14/5) sore kepada dua orang berinisial AH (39) dan HK (37).
Dua hari berselang, Rabu (16/5), Mapolda Riau diserang oleh teroris, dimana 1 terduga teroris ditembak mati. Selain itu, Polri juga melakukan penangkapan 3 terduga teroris yang terindikasi anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Jakarta, di Tangerang pada hari yang sama.
Lalu, Polri kembali mengamankan 8 orang di Riau, Kamis (17/5). Delapan orang yang diamankan ini berinisial HAR, NI, AS, SW, HD, YEP, DS, serta SY alias IJ.
*UU Antiterorisme Resmi Disahkan DPR*
Usai aksi teror bermunculan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya secara resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Antiterorisme) menjadi undang-undang.
Pengesahan itu dilakukan pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada tanggal 25 Mei 2018.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengungkap jika para terduga teroris akan ditindak menggunakan undang-undang baru.
Undang-Undang Antiterorisme itu, kata dia, telah mencantumkan unsur-unsur penindakan tindak pidana terorisme yang sebelumnya tak ada.
"Langkah-langkah penegakkan hukum (teroris) menggunakan undang-undang baru, karena undang-undang sudah ada yang baru UU nomor 5 tahun 2018 tanggal 22 Juni 2018. Dimana ada bentuk-bentuk kriminal baru di sana, bentuk-bentuk kejahatan terorisme yang lain, yang belum diatur dalam undang-undang sebelumnya," ujar Tito.
"Masa penahanan juga lebih panjang. Penangkapan dari 7 hari jadi 21 hari. Masa penahanan dari 4 bulan jadi 6 bulan 20 hari, atau jadi 200 hari," imbuhnya.
*Pembekuan JAD dan Vonis Mati Aman Abdurrahman*
Banyaknya terduga teroris yang tergabung dan terkait dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), membuat pemerintah Indonesia bertindak.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun memutuskan untuk membekukan JAD. Hakim menyatakan JAD sebagai korporasi yang mewadahi aksi terorisme.
"Menyatakan terdakwa Jamaah Ansharut Daulah atau JAD terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, menetapkan dan membekukan organisasi JAD berafiliasi dengan ISIS (Islamic State in lraq and Syria) atau DAESH (Al-Dawla Ill-Sham) atau ISIL (Islamic State of Iraq and levant) atau IS (Islamic State) dan menyatakan sebagai korporasi yang terlarang," ujar hakim ketua Aris Bawono membacakan amar putusan di PN Jaksel, Jl Ampera, Jakarta Selatan, Selasa (31/7/2018).
JAD dijerat dalam Pasal 17 ayat 1 dan ayat 2 Jo Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003.
Selain itu, PN Jaksel turut memvonis terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman. Ia diyakini juga memiliki keterkaitan atau influensi dengan sejumlah aksi teror yang terjadi di tahun 2018.
Aman akhirnya divonis hukuman mati. Sidang pembacaan putusan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim, Akhmad Jaini, saat membacakan surat putusan.
Majelis hakim menilai Aman terbukti melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer, dan uga dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 undang-undang yang sama sebagaimana dakwaan kedua primer.
Jaksa sebelumnya menuntut Aman dengan pidana mati. Jaksa menilai Aman terbukti menggerakkan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme karena ajaran dan ceramah-ceramah yang dia lakukan atau ajaran tentang tauhid dan syirik demokrasi.
Jaksa menyebut salah satu aksi teror yang digerakkan Aman yakni peledakan bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016. Serangan itu disebut telah terinspirasi oleh serangan terorisme di Paris, Perancis, pada 2015.
*Polri Bangun Lapas Cikeas untuk Napiter dan Bentuk Satgas di Polda-Polda*
Langkah Polri untuk memberantas terorisme terus dilakukan. Salah satunya adalah membangun lapas di Cikeas untuk menampung terpidana teroris yang semakin membludak pasca penyerangan di Mako Brimob.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengungkap lapas khusus teroris yang disiapkan di Cikeas, sudah mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo.
Tito mengatakan pembangunan lapas maximum security tersebut sudah mulai dibangun pada bulan Agustus ini dan selesai pada akhir tahun.
"(Pembangunan lapas Cikeas, - red) sudah disetujui oleh Pak Presiden, Menkeu, insyaallah bulan ini sudah dimulai pembangunan," ujar Tito, di PTIK/STIK, Jl Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (7/8/2018).
Selain itu, jenderal bintang empat itu juga berencana membentuk satgas-satgas antiteror di tiap provinsi yakni 34 satgas. Hingga kini, satgas-satgas antiteror itu baru hadir di 16 Polda.
"Tiap polda saya bentuk satgas, di Mabes Polri Densus juga saya akan kembangkan menjadi 34 satgas semua provinsi. Semua polda juga membentuk satgas antiteror, paralel bekerja dengan Densus," kata Tito.
*Jelang Akhir Tahun 2018, Polri Tangkap 370 Terduga Teroris*
Jelang Natal dan Tahun Baru, Polri berhasil mengamankan dan menangkap 21 orang terduga teroris dari 7 wilayah berbeda.
Dengan begitu, jumlah teroris yang ditangkap pasca kejadian di pertengahan tahun menjadi berjumlah total 370 orang.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan para terduga teroris ditangkap dalam rentang waktu antara bulan November hingga saat ini.
"Dengan undang-undang yang baru Nomor 5 Tahun 2018, ada 370 orang yang sudah dilakukan penangkapan. Dan khusus untuk menjelang Natal dan Tahun Baru, satu bulan terakhir ini sudah dilakukan penangkapan sebanyak 21 orang di 7 wilayah," kata Tito, di Rupatama Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/12/2018).
Adapun 21 orang yang ditangkap itu diantaranya 6 orang di Sumatera Utara, 1 orang di Jambi, 4 orang di Sulawesi Tengah, 3 orang di Sulawesi Selatan, 3 orang di Jawa Barat, 3 orang di Daerah Istimewa Yogyakarta, dan 2 orang yang ditangkap saat kembali dari Suriah.