Yayasan Plan Internasional Indonesia Fokus Edukasi Masyarakat
Menjadi percuma bila undang-undang itu disahkan namun edukasi di masyarakat tak berjalan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memang menyetujui revisi usia pernikahan pada Pasal 7 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan batas usia menikah untuk perempuan minimal 16 tahun sementara laki-laki 19 tahun.
Menurut MK pasal tersebut bertentangan dengan UU Perlindungan Anak di mana anak 16 tahun masih harus menerima hak-haknya seperti hak pendidika dan kasih sayang dari orang tua.
Namun bagi Lembaga Swadaya Masyarakat yang kini sudah bertransformasi menjadi yayasan nasional yakni Yayasan Plan Internasional Indonesia (YPII) menyatakan kerja sosialisasi di masyarakat harus tetap berjalan.
Manajer Program YPII, James Ballo mengatakan percuma bila undang-undang itu disahkan namun edukasi di masyarakat tak berjalan.
“Menghadapi putusan itu kita berbagi peran, ada yang mendorong DPR RI dan pemerintah segera revisi pasal itu tapi bagi kami kerja edukasi masyarakat agar tidak mengawinkan anak di bawah usia anak adalah hal yang paling esensial dari perjuangan ini,” ujar James ditemui di Hotel Grand Mercure, Harmoni, Jakarta Pusat, Jumat (14/12/2018).
Baca: Kementerian Perlindungan Anak Tetapkan Pengendalian Rokok Sebagai Program Prioritas
James mengatakan bahwa kerja yayasan seperti YPII adalah untuk memotong rantai kemiskinan yang disebabkan pernikahan usia anak dengan memberi penjelasan kepada masyarakat.
“Tujuan kami agar masyarakat sadar mengawinkan anaknya dalam usia sangat muda menumpuk kemiskinan, harusnya anak bisa sekolah tapi tak bisa karena urus rumah tangga, kalau sudah menikah harus mandiri dan keluarga induk tak peduli, belum kalau cerai pasti sang anak harus mencari penghidupan sendiri, ini akan menjadi masalah,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa jika revisi usia pernikahan dilakukan harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas di masyarakat.
“Kalau undang-undang berubah tapi kesadaran masyarakat kurang akan tetap terjadi, bahkan bisa dibawa ke ranah hukum karena di beberapa tempat berbenturan dengan adat,” ungkapnya.
“Yang jelas perlu ada pembangunan kesadaran dan keterampilan untuk cegah potensi pernikahan usia anak,” pungkasnya.