Pemilu 2019
Perludem: Penderita Gangguan Jiwa Wajib Didata dan Diberikan Hak Pilihnya Tanpa Kecuali
Penderita gangguan jiwa, sepanjang tidak ada surat keterangan profesional bidang kesehatan jiwa yang mengatakan dirinya tidak mampu memilih di Pemilu
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penderita gangguan jiwa, sepanjang tidak ada surat keterangan profesional bidang kesehatan jiwa yang mengatakan dirinya tidak mampu memilih di Pemilu, juga wajib didata dan diberikan hak pilihnya tanpa kecuali.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada Tribunnews.com, Selasa (20/11/2018).
Apalagi menurut Titi, amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XIII/2015 menyatakan bahwa Pasal 57 ayat (3) huruf a UU No. 8 Tahun 2015 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “terganggu jiwa/ingatannya” tidak dimaknai sebagai “mengalami gangguan jiwa dan/atau gangguan ingatan permanen yang menurut profesional bidang kesehatan jiwa telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih dalam pemilihan umum.”
"Ada yang "ketawa" kok orang gangguan jiwa didata sebagai pemilih dan diberi hak pilih. Itu sesungguhnya memperlihatkan dangkal dan ketidaktahuan mereka soal gangguan jiwa, penyandang disabilitas yang juga bisa hidup normal asal didukung proses pemulihan optimal," ujar Titi.
Untuk itu Titi menjelaskan, disabilitas adalah terganggunya fungsi pikir, emosi dan perilaku yang meliputi psikososial. Di antaranya schizophrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian.
Baca: Pertemuan KPU dan MK Dinilai Politis
Selain itu, disabilitas perkembangan yang berpengaruh pd kemampuan interaksi sosial, seperti autis dan hiperaktif.
Ia pun mengutip salah satu pakar psikiatri, dr Irmansyah. "Meskipun penderita psikosis mengalami disabilitas dalam sebagian fungsi mentalnya, mereka tetap bisa hidup normal dan mampu menentukan yang terbaik mnurut dirinya. Sebagai bagian dari proses pemulihan, penderita sebetulnya perlu didorong, bukan dihambat untuk berpartisipasi".
Tetapi lebih lanjut ia menjelaskan, itu pengaturan di Pilkada. Kalau di pemilu, syarat untuk didata sebagai pemilih adalah berusia 17 tahun dan atau sudah pernah menikah.
Jadi tegas dia, tidak ada syarat soal sedang tidak terganggu jiwa, ingatan seperti pilkada.
"Artinya semua warga negara sesuai ketentuan yang ada ya wajib didata," tegasnya.
Artinya, imbuhnya, semua warga negara yang punya hak pilih harus didata tanpa kecuali.
"Persoalan mereka nanti bisa menggunakan hak pilihnya atau akan mencoblos atau tidak adalah persoalan berbeda," ucapnya.
"Tapi negara harus memenuhi hak setiap warga negara untuk bisa didata sebagai pemilih pemilu 2019 adalah sebuah keniscayaan," tambahnya.
Dia kembali menekankan, disabilitas mental adalah sebuah kondisi episodik, atau bukan serta merta permanen.