Wakil ketua DPRD Lampung Tengah Dituntut 8 Tahun Penjara dan Pencabutan Hak Politik Selama 5 Tahun
"Kami menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Natalis Sinaga telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berlanjut,"
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil ketua DPRD Kabupaten Lampung Tengah (Lamteng) Natalis Sinaga dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum pada KPK.
"Kami menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Natalis Sinaga telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berlanjut," kata jaksa Luki Dwi Nurgoho, Kamis (18/10/2018) malam di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Baca: Kubu Jokowi Laporkan Video Anak Berseragam Pramuka dan Oknum Guru SMA 87 ke KPAI
Tidak hanya itu, jaksa juga menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai hal yang memberatkan ialah perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah yang giat memberantas korupsi dan menciderai birokrasi.
Hal meringankan, terdakwa telah bersikap sopan, menyesali perbuatannya, dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Baca: Golkar Setuju Dana Saksi Pemilu Dikelola Bawaslu
Menurut jaksa, Natalis terbukti meminta uang Rp 5 miliar ke Mustafa untuk dibagikan ke pimpinan DPRD, ketua fraksi dan anggota DPRD dimana pemberian dilakukan secara bertahap. Lanjut meminta tambahan lagi Rp 3 miliar untuk fraksi Demokrat, PDI-P dan Gerindra serta tambahan yang lain.
Atas permintaan Natalis, Mustafa memerintahkan Taufik merealisasikan permintaan Natalis dengan meminta uang pada rekanan kontraktor di Lampung Tengah.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Natalis Sinaga menerima hadiah atau janji berupa uang secara bertahap sekitar Rp 9,6 miliar dari bupati nonaktif Lampung Tengah, Mustafa.
Uang ditujukan agar Natalis menandatangani surat pernyataan kesediaan Pimpinan DPRD Lamteng untuk dilakukan pemotongan Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil Kabupaten Lampung Tengah dalam hal jika terjadi gagal bayar.
Baca: Jadi Tersangka Kasus Pencemaran, Ahmad Dhani Mangkir dari Panggilan Polda Jatim
Uang itu turut diberikan agar DPRD Lamteng menyetujui rencana pinjaman daerah Kabupaten Lamteng pada PT Sarana Muti Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 300 miliar tahun anggaran 2018.
Sementara itu mengenai permintaan justice colabolator, jaksa KPK berpendapat permohonan itu ditolak dengan pertimbangan terdakwa adalah pelaku utama meskipun terdakwa telah mengembalikan uang Rp 590 juta ke KPK serta mengakui perbuatannya.
Natalis didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 dan Pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, rekan Natalis, Rusliyanto yang juga anggota DPRD Lampung Tengah dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, jaksa juga menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
Dalam menyusun tuntutan, jaksa KPK turut mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan yakni tindakan Rusliyanto tidak mendukung upaya pemerintah yang sedang giat memberantas korupsi serta Rusliyanto telah menciderai tatanan demokrasi pemerintah.
Hal yang meringankan, Rusliyanto mengakui perbuatannya, berterus terang, menyesali perbuatan, bukan pelaku utama serta memiliki tanggungan istri dan anak yang masih sekolah.
Lebih lanjut soal pengajuan Justice Collabolator (JC) yang diajukan oleh Rusliyanto pada 14 Agustus 2018, menurut jaksa JC tersebut harus dikesampingkan karena beragam hal.
"Penuntut umum berpendapat selama persidangan terdakwa benar kerja sama,terus terang dan koperatif. Tapi Rusliyanto bukan pelaku utama yang merencanakan adanya permintaan sejumlah uang. Terdakwa juga kembalikan uang 40 juta rupiah yang telah diterimanya ke KPK. Kami berpendapat, permohonan JC terdakwa patut dikesampingkan," ungkap jaksa KPK Subari saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sebelumnya, Rusliyanto didakwa menerima Rp 1 miliar dari Mustafa. Pemberian berkaitan dengan rencana pinjaman daerah untuk PT MSI.
Rusliyanto didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.