Kamis, 2 Oktober 2025

KM Sinar Bangun Karam di Danau Toba

Teriakan 'Kapal Terakhir' dari Pengelola Kapal Membuat Penumpang Tak Punya Pilihan Lain

Waktu sore menjelang malam, pengelola kapal tidak akan memberi pilihan kepada calon penumpang. Mereka yang akan menyeberang di waktu-waktu itu.

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
TRIBUN MEDAN/Riski Cahyadi
Masyarakat adat Batak menggelar ritul "Pangelekan" di perairan Danau Toba, Simalungun, Sumatera Utara, Sabtu (23/6/2018).Ritual tersebut ditujukan agar pencarian korban KM Sinar Bangun yang dilakukan berbagai pihak membuahkan hasil.TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satu lagi kejadian tenggelamnya Kapal Motor di Danau Toba dalam satu pekan. Terbaru, KM Ramos Risma Marisi pada Jumat (22/6/2018).

Waktu tenggelam juga hampir sama dengan tenggelamnya KM Sinar Bangun, yakni saat menjelang malam hari.

Pengamat Transportasi Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menjelaskan cara masyarakat Danau Toba, untuk tetap mengangkut penumpang, meski sudah ada kejadian sebelumnya.

Waktu sore menjelang malam, pengelola kapal tidak akan memberi pilihan kepada calon penumpang.

Mereka yang akan menyeberang di waktu-waktu itu, akan diteriaki "Kapal terakhir".

Sehingga, bukan tidak mungkin, jumlah penumpang tidak sepadan dengan kapasitas angkut kapal.

Belum lagi, pengelola kapal akan memasukkan seluruh barang, termasuk kendaraan roda dua.

"Iya mereka seperti itu di sana. Belum lama saya ke sana juga. Itu biasa di sana. Penumpang akan berpikir daripada pulang harus menunggu kapal besok, ya mending malam ini," tuturnya kepada Tribun, Jakarta, Sabtu (23/6/2018).

Mengenai kelebihan muatan dan berpotensi tenggelam pun, tidak dirisaukan oleh masyarakat.

Baca: Sudah Empat Hari Jimmy Ikut Terjun ke Danau Toba Tapi Kakak Kandungnya Belum Juga Ditemukan

Mitos yang berkembang di Danau Toba akan menjadi apologi apabila terjadi sebuah hal yang tidak diinginkan.

"Sekarang saja sudah berkembang, mitos menjadi alasan tenggelamnya kapal? Memang pembicaraan-pembicaraan itu bisa mengalahkan riset yang sudah dibuat peneliti," ujarnya.

"Sederhananya, kapal akan tenggelam jika ada ikan mas ditangkap, ada yang bicara kasar di atas kapal, atau ada hal-hal lain. Sementara di dalam kapal, penumpang berlebihan. Motornya bisa puluhan. Ini kan jadi enggak bener," lanjut Yayat.

Operator kapal dan dermaga di Danau Toba, menurut Yayat, dikelola secara amatir dan tidak mengindahkan aturan-aturan yang ada.

Namun, hal itu wajar, mengingat operator tidak mendapatkan insentif atau bantuan serta tidak efektifnya intervensi dari pemda setempat atau pemerintah pusat.

"Toh, yang penting kapal mereka tetap jalan dan bisa untung. Karena memang pengelolaan masih sangat tradisional sekali. Tidak ada intervensi dari pemerintah setempat," kata dia.

Keluarga dan kerabat korban memadati pelabuhan Simanindo Samosir, Selasa (19/6/2018) menunggu kepastian keluarganya yang hilang pada tenggelamnya KM Sinar Bangun di Prairan Danau Toba Senin Petang. TRIBUN MEDAN/ARJUNA BAKKARA
Keluarga dan kerabat korban memadati pelabuhan Simanindo Samosir, Selasa (19/6/2018) menunggu kepastian keluarganya yang hilang pada tenggelamnya KM Sinar Bangun di Prairan Danau Toba Senin Petang. TRIBUN MEDAN/ARJUNA BAKKARA (Tribun Medan/Arjuna Bakkara)
Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved