Pemilu 2019
ICW Pertanyakan Sikap Menkumham Tolak Teken PKPU Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg
Karena selama ini penolakan paling kencang atas PKPU larangan Koruptor Nyaleg berasal dari partai.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik sikap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly terkait penolakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang dalam ketentuan Pasal 7 (h) PKPU mengaturan larangan Mantaran Narapidana kasus korupsi dan serious crime lainnya untuk menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg).
Menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Divisi Korupsi Politik Donal Fariz, Menteri Hukum dan HAM harusnya memisahkan kepentingan partai dengan kepentingan pemerintah secara kelembagaan.
Karena selama ini penolakan paling kencang atas PKPU larangan Koruptor Nyaleg berasal dari partai.
"Namun menjadi aneh ketika Menteri ikut-ikutan menolak karena Menteri bukan lah orang yang sama sekali dirugikan dengan aturan PKPU tersebut," ujar Donal Fariz dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (5/6/2018).
Oleh karenanya, menurut ICW, pernyataan penolakan PKPU tersebut sangat politis dan perlu dipertanyakan apakah suara Pemerintah atau mewakili suara partai?
"Harusnya menteri bersikap netral dan tidak perlu berpolemik atas aturan tersebut. Jika ada pihak-pihak yang berkeberatan, seyogyanya menempuh jalur hukum melalui Judicial Review ke Mahkamah Agung," jelasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, Menkumham tidak berwenang menolak PKPU.
Dalam tiga Ketentuan Undang-Undang 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Perpres 87 tahun 2014 (Peraturan Pelaksana), hingga Permenkumham Nomor 31 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengundangan, tidak ada satupun pasal yang secara eksplisit mengatur kewenangan Menteri untuk menolak pengundangan sebuah aturan seperti PKPU.
Kewenangan pengundangan harus dilakukan apabila semua dokumen dan naskah sudah dilengkapi.
Sehingga penolakan Menkumham, Yasonna Laoly adalah sesuatu yang tidak berdasar.
"Apalagi substansi peraturan yang diundangkan adalah tanggung jawab instansi pemrakarsa, yakni KPU," tegasnya.
Untuk itu imbuhnya, pernyataan Menkumham, memberikan kesan Pemerintah tidak setuju dengan upaya membangun demokrasi bersih.
Ia pun menjelaskan, demokrasi yang berkualitas turut ditentukan oleh peserta (kontestan) yang berintegritas dan berkualitas.
Karenanya, maksud dari tujuan PKPU tersebut bisa dinilai sebagai upaya (effort) KPU dalam membangun demokrasi berintegritas dengan cara membatasi akses mantan narapidana kasus korupsi untuk menjadi Caleg.
Hal ini sebenarnya merupakan tugas partai. Akan tetapi selalu diabaikan karena partai sangat pragmatis dengan kepentingannya.