Media Sosial Mempercepat Radikalisasi Kelompok Teror
"Elemen yang mempercepat radikalisasi itu ada pada media sosial," ujarnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9, di kantor Kemenkominfo.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, Solahudin, menyebutkan media sosial menjadi elemen untuk mempercepat radikalisasi pada seseorang.
"Elemen yang mempercepat radikalisasi itu ada pada media sosial," ujarnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9, di kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Rabu (16/5/2018).
Baca: Tewas Ditabrak Terduga Teroris Usai Salat Dhuha, Ipda Auzar Punya Pesantren dan Yayasan Anak Yatim
Berdasarkan hasil penelitian yang ia lakukan, hampir seluruh narapidana terorisme (napiter) memiliki akun media sosial dan di aplikasi jejaring sosial itu mereka terpapar paham radikal secara intensif.
"Sejak mulai kenal ISIS hingga melakukan aksi teror (pengeboman) itu kurang dari satu tahun. Saya melihat kelompok ekstrimis memanfaatkan medsos secara maksimal," ungkapnya.
Menurut Solahudin, bila dibandingkan dengan Napiter yang tidak bersentuhan langsung dengan media sosial, napiter terpapar paham radikal butuh waktu yang lebih lama.
Sehingga, saat era medsos menjamut napiter menggunakan media sosial sebagai alat bantu teror.
"Kemudian saya bandingkan, profiling terhadap terpidana terorisme dari 2002-2012 (era belum booming medsos), mereka rata-rata mulai terpapar hingga melakukan aksi itu waktunya lima sampai 10 tahun," jelasnya.
"Sehingga saya menyimpulkan elemen yang mempercepat radikalisasi itu media sosial," sambung Solahudin.
Berbeda dengan negara lain, Solahudin mengatakan medsos menjadi alat penyebaran paham radikal dan sarana rekrutmen anggota.
Sedangkan di Indonesia, medsos hanya berfungsi sebagai sarana penyemaian paham radikal dan tidak berfungsi untuk merekrut.
"Radikalisasi dan rekrutmen di negara lain lewat medsos. Sementara di Indonesia sifatnya berbeda. Radikalisasi berlangsung di sosmed. Tapi rekrutmen terjadi secara offline atau tatap muka, jadi tidak lewat dunia maya," ujar Solahudin.