Demo Petani Plasma Sawit
Ribuan Petani Plasma Sawit Way Kanan Gelar Apel dan Doa Bersama Tolak Eksekusi Lahan Inti
Ribuan warga dari 27 desa di Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung melakukan apel petani plasma sekaligus doa bersama
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Ribuan warga dari 27 desa di Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung melakukan apel petani plasma sekaligus doa bersama. Acara ini merupakan bagian mempertahankan sikap atas upaya eksekusi lahan perkebunan sawit yang sudah puluhan tahun menjadi tempat mencari nafkah mereka.
Acara yang digelar pada Rabu (18/4/2018) di desa Bumiagung, Kecamatan Bumiagung ini dihadiri ribuan warga dari 27 desa dari Kecamatan Bahuga, Bumiagung, Blambangan Umpu, Negeri Agung, Way Bahuga, Provinsi Lampung.
Dalam aksi ini, mereka menyatakan akan tetap mempertahankan parbrik (PLP) dan lahan inti PLP agar dapat mengolah dan mengelola hasil dari kebun sawit petani plasma seluas 12 ribu hektar yang dimiliki petani plasma sawit, warga masyarakat sekitar dan 1.100 hektar lahan yang dimiliki PT Palm Lampung Persada (PLP) lewat Hak Guna Usaha (HGU) yang memberikan lapangan pekerjaan masyarakat di Kabupaten Way Kanan, Lampung hingga saat ini. Masyarakat pun tetap menolak eksekusi yang dinilai salah lokasi milik PT PLP yang beroperasi di wilayah setempat.

Seperti dijelaskan Sekretaris 1 KUD Sumber Pangan, Ferry Antosa, persoalan konflik lahan ini berpotensi menjadi Konflik Mesuji jilid II, dimana kekuasaan pihak besar memaksakan kehendak pada rakyat kecil.
“Jumlah lahan plasma 12 ribu ha dan 7.200 anggota dengan keluarga sekitar 20 ribu orang amat bergantung hidup pada pabrik PT PLP apabila terjadi sita eksekusi yang salah akan berdampak sosial sangat besar,” ujarnya.
Manajer Kebun PT PLP saat ini, Doddy Djaelani menjelaskan, pada 1998 PT PLP bekerja sama dengan sistem plasma kelapa sawit dengan keluarga orang penting di Jakarta.

“Tahun 2007 keluarga orang penting itu minta mengelola sendiri dan disetujui PT PLP. Tahun 2010 perdamaian nota riil antara keluarga tersebut dan PT PLP/Ronald Wijaya bahwa PLP wajib mengukur lahan dan menyertifikatkan tanah mereka,” jelasnya.
Kemudian, ujarnya, pengukuran tersebut terlaksana dengan hasil tanah keluarga tersebut seluas 354 ha ditandatangani bersama dengan berita acara.
Tahun 2015, keluarga orang penting tersebut melalui kuasa hukum menggugat kepada PLP dimenangkan PLP bahwa gugatan tidak terbukti. Kemudian, keluarga tersebut melakukan gugatan lagi wanprestasi lagi dengan keputusan PLP terbukti.

Tahun 2018 melalui kuasa hukum mengajukan sita eksekusi tanah pabrik (HGB), dan HGU milik PT PLP yang tidak berhubungan sama sekali dengan tanah Natar Agung yang berlokasi di Desa Tanjungdalom/Mesir, sedangkan lokasi pabrik dan HGU di Desa Bumiagung.
"Kami tegaskan, objek eksekusi belum jelas atau dengan kata lain penggugat tidak mengetahui secara pasti terhadap objek yang dimohonkan eksekusi," tandas Doddy.
Dijelaskannya lebih lanjut, objek yang akan dieksekusi hanya berdasarkan peta Tanah Ploting Kordinat dari Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kebupaten Way Kanan yang dimohon oleh pihak penggugat, atas permohonan peta ploting dapat diajukan oleh siapa saja dan bukan merupakan bukti kepemilikan tanah yang sah.

"Pihak penggugat tidak memiliki atau tidak dapat menunjukan bukti kepemilikan tanah yang diakui secara hukum," ucapnya.
Masyarakat yang sangat membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi nafkah keluarga mereka dari perkebunan sawit ini meminta dukungan pemerintah agar segera memperhatikan aspirasi warga Kabupaten Way Kanan.