Pilkada Serentak
Calon Kepala Daerah Kena Kasus Pidana, Menkumham: Kalau Diganti Sekarang Tidak Fair Bagi Mereka
Karena menurutnya calon kepala daerah yang dijerat kasus pidana usai penetapan sebagai peserta Pilkada bisa jadi sudah melakukan kampanye
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menkumham (Menteri Hukum dan HAM) Yasonna H Laoly menilai tidak adil bila calon kepala daerah yang ditahan karena diduga terlibat kasus pidana diganti oleh sosok lain sebelum pilkada serentak digelar pertengahan tahun nanti.
Karena menurutnya calon kepala daerah yang dijerat kasus pidana usai penetapan sebagai peserta Pilkada bisa jadi sudah melakukan kampanye dan sosialisasi sejak jauh hari.
“Kalau diganti sekarang itu tidak ‘fair’ juga bagi calon itu karena mereka akan kehilangan kesempatan yang sama. Padahal ada yang sudah melakukan kampanye dan sosialisasi sejak jauh hari,” ujar Yasonna, Kamis (29/3/2018).
Hal itu disampaikan Yasonna usai peluncuran buku pedoman bela negara bagi warga binaan Lapas Cipinang di Jakarta Timur.
Ia juga mengungkapkan apakah ada pihak lain yang ingin menggantikan sosok yang terjerat kasus pidana itu di tengah masa kampanye seperti ini.
“Persoalan lain yaitu ada tidak sosok yang mau menggantikan di masa ‘injury time’ seperti ini. Kita serahkan ke KPU untuk masalah itu,” pungkasnya.
Polemik tentang pergantian calon kepala daerah yang terjerat kasus pidana akhir-akhir ini muncul karena KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melakukan penahanan dan penetapan tersangka terhadap peserta Pilkada serentak.
Terakhir KPK menahan calon walikota Malang periode 2018-2024 Moch Anton dan Yaqud Ananda Gubdan dalam dugaan kasus suap pembahasan APBD-P tahun anggaran 2015.
Karena calon kepala daerah definitif tak bisa diganti di tengah jalan karena kasus pidana, maka KPK melalui Wakil Ketua Saut Situmorang mengusulkan untuk diterbitkan Perppu.
Namun pemerintah melalui Mendagri mengusulkan agar diterbitkan saja PKPU (Peraturan KPU) karena Perppu tidak bisa diterbitkan bila tidak ada kegentingan mendesak yang mengancam negara.