Korupsi KTP Elektronik
Kader PDIP Disebut Setnov Terima Suap e-KTP, Demokrat Sarankan Hasto Berjiwa Besar dan Tiru Demokrat
Ia menyarankan agar Hasto tidak melindungi kader yang 'disangka' dalam kasus korupsi.
Penulis:
Fitri Wulandari
Editor:
Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik meminta Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berjiwa besar dan meniru apa yang dilakukan partainya saat sejumlah kader tersandung isu korupsi.
Pernyataan tersebut menanggapi apa yang disampaikan Hasto yang teelihay sangat membela para kader PDIP yang disebut dalam kasus korupsi mega proyek e-KTP.
Ia menyarankan agar Hasto tidak melindungi kader yang 'disangka' dalam kasus korupsi.
"Tirulah teladan partai Demokrat, meski pahit, jangan lindungi kader yang nyata disangka terlibat kasus korupsi," ujar Rachland, dalam keterangan persnya, Jumat (23/3/2018).
Menurutnya, Hasto harus berjiwa ksatria, dan bisa bijak dalam membela partainya.
Bukan dengan cara membela secara tegas para kadernya, namun terbuka dan patuh terhadap proses hukum.
"Bela partai dengan cara yang benar, cara yang ksatria, yakni dengan menunjukkan kepatuhan dan keterbukaan pada proses hukum, tak perlu menangis, apologis, dan mengasihani diri sendiri," tegas Rachland.
Sebelumnya, nama Puan dan Pramono disebutkan Setnov dalam sidang e-KTP hari ini. Keduanya disebut menerima aliran dana masing-masing sebesar USD 500 Ribu.
Baca: Hasto Tantang Audit PDIP untuk Buktikan Ucapan Setnov Soal Puan dan Pramono Terima Suap e-KTP
Baca: Kadernya Pindah Partai, Aburizal Bakrie: Kasihan Kalau Partai Lain Tidak Punya Kader
Dalam kasus mega proyek tersebut, saat itu Puan masih menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP.
Setnov pun menyampaikan dalam sidang tersebut bahwa seseorang bernama Made Oka Masagung bertugas memberikan uang itu untuk Puan dan Pramono.
Namun dalam kesaksiannya, Setnov mengaku bahwa dirinya hanya 'mendengar' pemberian uang itu dari Made dan seorang tersangka lainnya, Andi Narogong.
"Oka menyampaikan (kalau) dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya 'wah, untuk siapa?', disebutlah (dua nama itu), tidak mengurangi rasa hormat, saya minta maaf, waktu itu ada Andi, untuk Puan Maharani 500 ribu dan Pramono 500 ribu dolar," kata Setnov dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/3/2018).