Senin, 6 Oktober 2025

Peneliti Ini Nilai Korupsi Malah Makin Masif Kalau Kepala Daerah Dipilih DPRD, Bukan Rakyat

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengusulkan kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan wali kota, dipilih DPRD.

net
ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengusulkan kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan wali kota, dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD). 

Dengan begitu, menurut dia, diharapkan tak ada lagi politik uang yang kerap terjadi tiap kali pemilihan kepala daerah digelar.

Menanggapi hal tersebut, peneliti School of Transnational Governance European University Institute Erwin Natosmal Oemar menilai ide kembalinya pemiihan kepala daerah ke DPRD adalah ide usang yang tidak refomatif. 

Apalagi tegas aktivis antikorupsi ini, kalau alasannya utamanya adalah karena korupsi politik.

Baca: Aliansi Nasional Reformasi KUHP Beberkan 7 Alasan RKUHP Harus Ditolak

Baca: Gaji PNS di Bandung Minimal Rp 12 Juta, Ridwan Kamil Tak Masalah Jika Dinaikkan

Baca: Atlet Indonesia Ikuti Latihan Soliditas di Markas Kopassus Sebelum Bertarung di Asian Games 2018

Baca: Sonia Fergina Citra dari Bangka Belitung Dinobatkan sebagai Puteri Indonesia 2018

"Jika alasannya utamanya adalah untuk menghilangkan korupsi  politik, maka di pilkada lewat DPRD juga tidak menggaransi itu," tegas Erwin Natosmal kepada Tribunnews.com, Jumat (9/3/2018). 

Malah sebaliknya, menurut dia, korupsi politik akan makin masif dan tidak terpantau publik kala Pilkada diserahkan kembali ke DPRD.

Namun ia sepakat bahwa negara harus ikut berbagi peran dengan kandidat yang akan berkompetisi di Pilkada. 

Dalam batas-batas tertentu, lebih lanjut menurutnya, negara harus menangung biaya politik yang digunakan kandidat.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengusulkan agar kepala daerah, baik gubernur, bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD. 

Dengan begitu, diharapkan tak ada lagi politik uang yang kerap terjadi tiap kali pemilihan kepala daerah digelar. 

"Ada baiknya ke depan, pemilihan kepala daerah mulai dari bupati, wali kota, hingga gubernur tidak dilakukan secara langsung tetapi dikembalikan ke DPRD," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Rabu (28/2/2018). 

Politikus Partai Golkar yang akrab disapa Bamsoet ini mengaku prihatin dengan politik uang yang banyak dilakukan saat pilkada.

Banyak calon kepala daerah yang menyogok rakyat agar bisa dipilih. Rakyat pun dengan senang hati menerima uang atau barang yang diberikan. 

"Masyarakat terbiasa dibeli dengan uang. Ironisnya, di beberapa daerah yang saya kunjungi, ada warga yang berharap pilkada bisa dilakukan setiap tahun hingga mereka bisa mendapatkan uang terus," kata Bambang. 

Selain politik uang, Bambang juga menyoroti potensi konflik yang tinggi apabila pilkada dipilih langsung oleh masyarakat. Apalagi, konflik ini sengaja ingin diciptakan oleh kelompok tertentu. 

Menurut Bambang, mulai terlihat upaya untuk memecah persatuan bangsa serta merusak kerukunan antarumat beragama.

Pola-pola penyerangan terhadap tokoh, pemuka agama serta rumah ibadah, menjadi salah satu bukti upaya memecah persatuan dan merusak kerukunan antar-umat beragama. 

"Pola-pola seperti ini pernah dilakukan beberapa tahun lalu. Modus yang dipakai antara lain menggunakan isu dukun santet, di mana banyak korban yang jatuh," ujar Bambang. 

Usul mengubah sistem pilkada dari dipilih langsung oleh rakyat menjadi diwakilkan lewat DPRD pernah diusulkan oleh Partai Golkar. Termasuk beberapa partai lain pada akhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

Usul ini sudah gol di dalam rapat paripurna DPR dan disahkan dalam Undang-undang Pilkada. 

Namun, karena protes keras publik, SBY akhirnya mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang kembali membuat pilkada dipilih langsung oleh rakyat.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved