Pengacara Bupati Rita Permasalahkan Kata 'Melalui' di Surat Dakwaan Jaksa
Sebab, tak ada satupun penerimaan gratifikasi maupun suap dari pihak pemberi kepada Rita selama dua periode menjabat bupati.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Bupati (nonaktif) Kutai Kartanegara Rita Widyasari, Noval El Farveisa menolak seluruh dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kliennya.
Sebab, tak ada satupun penerimaan gratifikasi maupun suap dari pihak pemberi kepada Rita selama dua periode menjabat bupati.
Baca: Kepulangan Rizieq Shihab dan Novel Baswedan ke Tanah Air, Begini Faktanya
Tonton juga:
Selain itu, jaksa KPK dalam surat dakwaan Rita selalu menggunakan kata "melalui" atau dengan perantara untuk mendakwa adanya gratifikasi dan suap dari perusahaan atau pemenang tender proyek pemerintah daerah kepada Rita.
"Di situ selalu disebut 'melalui', artinya tidak pernah menerima langsung. Pertanyaan berikutnya, apa benar uang itu diserahkan kepada Rita?" ujar Noval di Jakarta, Rabu (21/2).
Menurut Noval, pihak penyidik KPK selama proses penyidikan tidak pernah menunjukkan satupun bukti kepada Rita tentang sangkaan gratifikasi dan suap.
Juga demikian dialami oleh rekan Rita, Khairudin, yang juga disangkakan atas kasus yang sama.
Dia mencontohkan, pihak jaksa KPK mendakwa Rita menerima gratifikasi uang sebesar Rp 49,5 miliar dari Direktur Utama PT Citra Gading Asritama Ichsan Suadi terkait beberapa proyek di Kutai Kartanegara.
Dalam pemaparan surat dakwaan, disebutkan penerimaan uang tersebut melalui Khairudin. Padahal, tidak ada aliran dana tersebut dari Khairudin kepada Rita.
"Khairudin juga bilang tidak ada yang sampai ke Rita. Artinya, ini sebenarnya sudah mengada-ada," kata dia.
Selain itu, lanjut Noval, pihak KPK juga telah menghilangkan pernyataan dari kliennya terkait uang Rp 6 miliar yang diterimanya dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun alias Abun.
Baca : Netizen Salah Fokus Melihat Surat Perjanjian Bu Dendy dan Nylla, Ada Apa ya?
Padahal, dana tersebut didapatkan Rita sebagai hasil jual beli emas seberat 15 kilogram. Noval mengklaim sudah ada bukti sah soal jual beli emas tersebut.
"Tetapi, coba lihat KPK tetap melihat itu sebagai penerimaan suap dari perusahaan sawit. Padahal, kasus dua perusahaan sawit itu sudah selesai lama," katanya.
Oleh karenanya, Rita dan kuasa hukum tidak menggunakan hak untuk menyampaikan nota keberatan atau eksepsi.
"Kalau eksepsi itu kan hanya memperbaiki dakwaan. Kami menolak seluruh isi dakwaan. Jadi silakan saja langsung pembuktian dan mendengarkan para saksi," tegasnya.
Didakwa Terima Gratifikasi Rp469 M dan Suap Rp6 M
Jaksa dari KPK mendakwa Bupati (nonatkif) Kutai Kartanegara, Rita Widyasari melakukan dua tindak pidana korupsi sekaligus.
Dalam dakwaan pertama, Rita bersama-sama staf sekaligus tim pemenangannya, Khairudin, didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp 469.465.440.000 selama selama menjabat sebagai Bupati Kukar atau sekitar Juni 2010 hingga Agustus 2017.
Uang tersebut berasal dari para pemohon perizinan dan para rekanan pelaksana proyek pada dinas-dinas Pemkab Kukar serta Lauw Juanda Lesmana.
Rita bersama-sama Khairudin didakwa melanggar Pasal 12 huruf B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH-Pidana juncto Pasal 65 ayat 1 KUH-Pidana.
Tonton juga:
Dakwaan kedua, jaksa KPK mendakwa anak Bupati Syaukani Hasan Rais itu menerima suap sebesar Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima (PT SGP), Hery Susanto Gun alias Abun.
Suap ini sebagai imbalan terkait pemberian izin lokasi perkebunan kepala sawit di Desa Kupang Baru Kecamatan Muara Kaman Kabupaten Kukar kepada PT SGP.
"Terdakwa menerima Rp 6 miliar tertanggal 22 Juli 2010 dan 5 Agustus 2010 yang masing-masing sebesar Rp 1 miliar dan Rp 6 miliar," kata jaksa KPK, Dame, dalam sidang pembacaan surat dakwaan Rita Widyasari dan Khairudin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/2).
Jaksa Dame menjelaskan, Rita telah mengenal Abun sebelum dia dilantik menjadi Bupati Kukar periode 2010-2015.
Sebab, Abun merupakan teman baik ayahanda Rita, Syaukani Hasan Rais (mantan Bupati Kukar). Dan Abun telah mengajukan izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma Perkebunan Kelapa Sawit PT SGP kepada Pemkab Kukar sejak pertengahan 2009.
Namun, perusahaan Abun mengalami kendala overlaping (tumpang tindih) atas permohonan izin lokasi karena lokasi tersebut karena pernah diterbitkan pertimbangan teknis pertahanan oleh kantoe pertahanan Kabupaten Kukar atas nama PT Gunung Surya dan PT Mangulai Prima Energi.
Selanjutnya, Abun memerintahkan stafnya Hanny Kristianto untuk mendekati Rita yang telah terpilih sebagai Bupati Kukar. Akhirnya Rita menandatangani izin lokasi untuk perusahaan Abun.
"Atas permintaan tersebut, terdakwa menghubungi Ismed Ade Baramuli, Kepala Bagian Administrasi Pertanahan untuk menanyakan izin, kemudian dijawab oleh Ismed sedang diproses. Selanjutnya terdakwa memerintahkan Ismed segera menyiapkan draf surat keputusan izin lokasi dimaksud, " terang jaksa Maria.
Surat izin yang telah dibubuhkan stempel Bupati itu dibawa Ismed bersama Abun ke Rita untuk dimintai tanda tangan.
Selanjutnya, Rita menandatangani surat keputusan izin lokasi meski belum ada paraf dari pejabat terkait.
Surat kemudian distempel oleh Ismed dan diserahkan ke Abun.
Meski belum diberi nomor maupun tanggal. Lanjut pada 8 Juli 2017, Abun menandatangi kantor bagian administrasi pertanahan untuk meminta nomor dan tanggalnya.
"Sebagai kompensasi atas izin lokasi yang diterbitkan, terdakwa menerima uang dari Hery Susanto Gun alias Abun seluruhnya sebesar Rp 6 miliar melalui rekening bank Mandiri KCP Tenggarong," ujar jaksa Maria.
Atas perbuatannya, jaksa KPK mendakwa Rita dengan Pasal 11 dan atau Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUH-Pidana. (Tribun Network/ryo/coz)