Usung Perempuan Dalam Pilkada, Partai Politik Masih Berorientasi Pada Elektabilitas dan Modal
Perempuan calon kepala daerah dalam Pilkada Serentak 2018 berasal dari empat latar belakang.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perempuan calon kepala daerah dalam Pilkada Serentak 2018 berasal dari empat latar belakang.
Empat latar belakang itu berupa kader partai, jaringan kekerabatan, mantan anggota legislatif, dan calon petahana.
Hal tersebut disampaikan peneliti Perludem, Mahardika.
Baca: Keterwakilan Perempuan Dalam Pilkada 2018 Capai 8,85 Persen
Dia menganalisa keterwakilan perempuan di Pilkada 2018 berdasarkan data di website Komisi Pemilihan Umum (KPU), yaitu infopemilu.kpu.go.id per Selasa (20/2/2018).
Baca: KPK Periksa Seorang Notaris Telisik Kasus Suap Emirsyah Satar
"Latar belakang perempuan calon kepala daerah, jaringan kekerabatan, kader partai, petahana, dan mantan anggota DPR/DPRD/DPD. Empat hal ini konsisten mendominasi latar belakang perempuan calon kepala daerah dari pilkada ke pilkada," tutur Mahardika, di Media Center KPU, Rabu (21/2/2018).
Dia mencontohkan latar belakang dari dua orang perempuan yang mendaftar sebagai calon gubernur, yaitu Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur dan Karolin Margret Natasa di Kalimantan Barat.
Baca: Sempat Putus Komunikasi, Keputusan Habib Rizieq Tunda Kepulangannya Terjadi Usai Subuh
Dia menjelaskan, Khofifah merupakan mantan Menteri Sosial pada periode 2014-2018.
Selain itu, dia juga pernah menempati posisi sebagai anggota DPR RI pada 1992-2006.
Sedangkan, Karolin merupakan Bupati Landak periode 2017-2022.
Baca: Seorang Anggota Polisi Meninggal Dunia Saat Amankan Kedatangan Habib Rizieq
Dia juga pernah menempati sebagai anggota DPR RI pada 2009-2014.
Jika dilihat dari silsilah keluarga, dia merupakan anak Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis.
Jika melihat contoh itu, kata dia, ada dua faktor yang menunjukan tingkat partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam politik.
Pertama, partai masih pragmatis berorientasi pada aspek elektabilitas dan kekuatan modal.
Kedua, partai tak punya suplai kader perempuan memadai.
"Kecenderungan ini terjadi karena partai tak punya mekanisme perekrutan anggota yang inklusif dan terbuka. Kaderisasi untuk mempersiapkan perempuan berkualitas dan mempunyai elektabilitas tinggi juga tak berjalan baik," kata dia.
Saat ini, jumlah partisipasi perempuan sebagai calon kepala daerah di Pilkada 2018 berada di kisaran 8,85 persen.
Artinya, ada 101 perempuan dari 1140 pendaftar bakal calon kepala daerah.
Meskipun tidak signifikan, kata dia, angka ini meningkat jika dibandingkan dengan partisipasi perempuan yang mencapai 7,47 persen di Pilkada 2015 dan 7,17 persen di Pilkada 2017.
Di Pilkada 2015, ada 123 perempuan dari 1646 yang memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah.
Sementara di Pilkada 2017 ada 48 perempuan dari 670 pendaftar bakal calon kepala daerah.
Tercatat 49 perempuan mendaftar menjadi calon kepala daerah (8,6 persen). Dua orang perempuan mendaftar menjadi calon gubernur, yaitu Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur dan Karolin Margret Natasa di Kalimantan Barat.
Sedangkan 31 orang mendaftar menjadi calon bupati dan 16 orang mendaftar sebagai calon wali kota. Sementara itu, 52 perempuan mendaftar menjadi calon wakil kepala daerah (9,12 persen).
Lima orang perempuan mencalonkan diri jadi wakil gubernur: Ida Fauziyah di Jawa Tengah, Puti Guntur Soekarno di Jawa Timur, Chusnunia di Lampung, Sitti Rhomi Djalilah di Nusa Tenggara Barat, serta Emelia Julia Nomleni di Nusa Tenggara Timur.
Partai Golkar, PKB, Demokrat, PDI P, dan Partai Gerindra menjadi partai terbanyak yang tergabung dalam koalisi partai yang mengusung perempuan calon kepala daerah.
Golkar tercatat mendukung 38 perempuan calon kepala daerah, PKB mendukung 37 perempuan, Demokrat mendukung 31 perempuan, PDI P mendukung 29 perempuan serta Gerindra mendukung 26 perempuan.